C1 Beginning

Aku suka laki-laki tampan, tapi aku tidak pernah punya pacar karena cinta yang diberikan orang tuaku, aku tidak merasa perlu untuk mencari lebih banyak cinta lagi dari orang lain. Aku suka menonton drama TV. Aktor yang paling kusukai adalah Donny Pangilinan. Siapa yang tidak senang dengan pria tampan dan rendah hati itu?

"Kaore!" Jezrielle memanggilku. Nama panggilannya Jez. Dia sudah menjadi temanku sejak lama.

Dia suka berbelanja, dan paper bag yang dia pegang adalah buktinya.

Setiap kali dia mendapat gaji di pekerjaan paruh waktunya, dia membeli beberapa barang seperti make-up. Jez sangat menyukai make-up! Dia seperti versi kedua dari Paolo Ballesteros.

“Astaga! Banyak laki-laki di sana!”, Dia menunjuk ke gang di sudut jalan di sepanjang balai desa. Sekarang musim liburan. Setiap musim liburan, kami memiliki liga bola basket di kota kami. Aku yakin itu sebabnya ada banyak orang di lapangan untuk menonton liga.

"Gila! Selama ini, kukira kau sudah melupakanku!" Kataku sambil membawa paper bag lain yang dia pegang. Tas yang kupegang ini terlalu berat sehingga membuat dia tertawa. Baginya mungkin lucu saat melihatku bertahan membawa barang belanjaanku. Dia menyugar poni yang menghalangi matanya.

"Hanya beberapa perjalanan dari rumahmu, namun kamu tidak bisa mengunjungiku!" Jez dulu tinggal di kota yang sama denganku. Mereka pindah ke kota lain ketika dia masih di sekolah menengah. Sehingga kami sekarang tinggal di kota yang berbeda.

Jez dua tahun lebih tua dariku. Saat ini aku baru lulus SMA, sementara Jez sudah masuk tahun ketiga perguruan tinggi. Dia memiliki seorang adik perempuan bernama Apple, yang juga temanku. Tapi Apple tidak sedekat aku dan Jez.

"Maaf! Aku punya banyak pekerjaan paruh waktu akhir-akhir ini. Aku datang ke rumah ibuku dan viola! Aku di sini mengunjungimu! Apakah kamu senang?" Dia diusir dari rumahya saat ayahnya memergokinya sedang merias wajah dan tidak dapat menerima bahwa putra satu-satunya brperilaku seperti wanita.

Saat ini dia tinggal di rumah temannya. Karena temannya tidak meminta biaya sewa, dia bisa menghemat uang. Dia hanya membayar biaya lain seperti tagihan air dan listrik.

"Sebaiknya kamu rayu orang tuamu agar dia bisa menerimamu," dia mendengus. Aku hanya tertawa melihatnya.

"Aku bukan penggoda. Oke, mungkin sedikit genit, tapi aku sudah menyesalinya!"

Aku tidak suka pria manapun merayuku karena Donny Pangilinan adalah yang kuinginkan! Tapi tentu saja, aku harus menjadi aktris dulu, jadi mungkin dia bisa tinggal bersamaku.

"Kamu begitu egois! Kamu akan menjadi perawan tua kalau kamu menolak pria-pria itu! Jika aku seorang wanita ..." Dia mengangkat alis ke arahku.

"Aku akan syok! Tidak mungkin kan kamu jadi wanita? Menyalahi kodrat tau?" Aku hanya mengabaikan apa yang dia katakan.

"Ok, baiklah, satu yang aku minta darimu saat ini adalah, kunjungi rumahku karena hari ini hari ulang tahun ayahku."

"Senang mendengarnya! Aku tidak punya camilan ketika turun dari jeep tadi," katanya. Ketika kami sampai di rumah, kami bertemu beberapa kenalan. Beberapa mengambil makanan sementara yang lain mengobrol dengan mamaku yang memegang ayam yang sedang ia elus dan diciumnya melebihi anak kandungnya sendiri. Aku pernah berpikir untuk membuatnya menjadi tinola, tetapi setiap kali aku mencoba menyembelih ayamnya, ayah selalu pulang, dan aku hampir ketahuan.

"Sepertinya kamu punya banyak tamu" kata Jez.

“Sayang!”, sapa Mama kepadaku lalu Mama meletakkan piring di atas meja. Dia mencium kedua pipiku lembut dan menatapku dengan penuh kasih sayang.

"Kenapa lama sekali? Kupikir kau di rumah Bu Charlotte untuk sementara waktu" Liburan ini, aku pergi untuk melakukan pekerjaan paruh waktu mengajar Chander, putri Ate Charlotte. Ate Charlotte adalah teman satu angkatan Mama tetapi mereka tidak dekat sehingga dia tidak diundang ke acara ayah.

"Ma! Lihat siapa yang datang! Ini Jez!" Mama terkesiap kaget. Jez tersenyum lalu menghampiri Mama dan mencium telapak tangan mama dengan lembut.

"Wow! Kamu terlihat sangat tampan!" kata Mama. Tapi itu benar. Dibandingkan dengan kunjungan terakhirnya ke sini, dia terlihat berbeda. Dia tampaknya terlalu stres dalam hidup saat itu. Sekarang tampang stress itu sudah tidak tampak lagi dan aku lebih senang dengan penampilannya yang sekarang.

"Iya, Tante! Tapi aku tidak tampan. Aku cantik" kami tertawa mendengar apa yang dikatakannya.

"Apakah itu kamu, Jezrielle?" Papa masih memegang ayamnya seolah dia tidak punya niat untuk melepaskannya. Papa sangat tidak suka dengan apa yang Jez katakan. Setiap yang menyalahi kodrat, Papa selalu menentang. Dia akan melototkan mata atau bahkan memberikan wejangan yang sangat berlebih hanya karena mendengar candaan dari orang lain.

"Kamu sudah remaja sekarang! Dia terlihat lebih tampan dibandingkan sebelumnya" Papa menepuk bahu Jez.

"Aku tersanjung, Paman!", Lidahnya hampir terpelintir dengan apa yang dia katakan. Setelah berbasa-basi sejenak dengan ayah dan Mama, akhirnya mama mempersilakan kami masuk. Aku melihat beberapa rekan kerja Papa di konstruksi. Sayangnya, kami tidak memiliki kerabat yang diundang. Karena mereka tinggal di ibukota provinsi. Setiap liburan, kami datang mengunjungi mereka. Kakek-nenek saya dari pihak Mama sama-sama sudah meninggal. Kakek Lolito, ayah Papa, juga telah meninggal. Sepupu s satu-satunya bernama Lucky yang lebih muda dariku, tinggal sendiri di rumah kakek.

Aku dan Jez mengambil sesuatu untuk dimakan. Seperti biasa, Shanghai adalah target pertamanya, sedangkan milikku adalah hotdog yang ditusuk dengan marshmallow.

"Tidak ada tamu yang tampan di sini. Kebanyakan dari mereka semua adalah orang tua!" canda Jez lalu meminum air di tangannya.

"Lebih penting kamu makan dulu, jangan terlalu banyak minum, nanti perutmu terlalu penuh dengan air dan makanan di perutmu mengambang sambil berenang ha ha ha ," kataku padanya.

"Perutku kenyang, tapi mataku tidak, jadi aku harus melihat pria tampan! Siapa tahu ada diantara mereka yang mau . . . ." dia menangis.

Setelah beberapa saat menangis dan bergumam bahwa dia ingin melihat pria tampan, Mama datang untuk berbicara dengannya. Mama mengulurkan tangannya lalu merangkul Jez dan membawanya duduk di sofa di sudut ruangan.

"Tentu saja Tante tahu kalau kamu hanya bercanda! Tidak apa-apa. Kamu masih anak-anak. Nikmati saja masa kecilmu dan jangan berpikir terlalu jauh tentang apa yang sedang kamu pikirkan!" Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tetapi Mama memang selalu peka terhadap masalah remaja dan itu tampak jelas saat dia terlibat dalam percakapan dengan Jez.

"Ya, Tante! Tahukah Tante bahwa aku sudah mengirimnya terlalu banyak pria untuk berkencan? Tapi dia tidak mau," dengusnya.

"Siapa itu? Laki-laki itu harus tampan dan baik hati!" Mama pertama kali bertanya pada gambar yang ditunjukkan oleh Jez.

"Ini milikku!" aku merebut gawai dari tangan Jez dan dia tampak mencebik. Aku tahu dia kesal karena tidak jadi menunjukkan apa yang bisa membuat Mamaku terkesima.

"Kehidupan pacaranku selalu mengarah pada kegagalan," kataku. “Pria yang kupilih menjadi teman kencanku sudah punya pacar. Untung wanita itu tidak menampar wajahku.”

“HA ha ha, Pilih saja di sana!" Jez dan Mama terkikik saat aku menatap foto itu. Mereka semua tampan, tapi kenapa mereka semua tahu cara tersenyum sedang Jez tampak seperti anime?

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height