Alsa/C13 Bagian 61-65
+ Add to Library
Alsa/C13 Bagian 61-65
+ Add to Library

C13 Bagian 61-65

Bagian 61

Manusia Paling Beruntung

Aku senang. Aku merasakan keberuntungan. Aku merasakan sebuah rasa dimana hal hal yang di luar kendaliku sendiri datang dengan sendirinya. Mungkin dulunya ia pernah mampir sekejap, Namun kali ini ia benar benar menggandeng tanganku tuk pergi jauh lagi. Tak pernah menyerah akanku adalah suatu hal yang jarang sekali aku temukan.

Aku ingin kali ini berlangsung lebih lama lagi, Aku ingin memahaminya lebih jauh lagi. Setetes air matanya membuatku sadar akan tak pernah menyerah. Bagaimanapun juga di setiap tetesan air matanya mengandung sebuah kesedihan dan peluh kesah karena kesalahannya.

Dari kejauhan ia benar benar bertahan di dalam pelukan yang teramat banyak diri yang siap untuk menusuknya kapan saja. Namun dengan tenangnya dan pikiran dari sebuah keinginannya. Ia tetap menunggu sebuah air di balik awal yang akan menimbulkan hujan. Ia paham tentang kepala yang panas nantinya juga akan dingin. Dengan begitu ia lebih memilih tumbuh.

Bagian 62

Tanaman, Tidak Hanya Air Yang Membuatnya Tetap Tumbuh

Waktuku. Seberapa banyak waktuku hilang? Kau pikir aku tak mengeluarkan waktuku sendiri? Melihat semuanya yang terjadi membuatku berfikir kembali. Aku kalah dengan waktuku sendiri. Waktu telah membunuhku. Aku telah di habisi waktu. Kepercayaan selalu berbanding terbalik dengan ketakutan. Seberapa besar kamu merusaknya itu akan menimbulkan ketakutan yang sama besar nya dengan kerusakan tersebut.

Aku tidak meminta, Aku hanya di beri. Aku tidak berharap, Aku hanya menerima. Tanganku keduanya hilang, Mataku masih benar benar bisa melihatnya. Kakiku masih bisa berjalan. Namun raga dan diriku sendiri tak mampu menggenggammu. Sudah terlalu jauh untukku melukis sebuah keindahan, Sayangnya tanganku tak dapat melakukan itu lagi.

Kamu tak akan pernah memahami prespektif pelukis yang melukis sebuah hal hal absurd. Hal hal yang bisa terlihat dari matamu namun hatimu mati. Perlahan kamu menggunakan logikamu. Ketika hatimu mati tak akan pernah ada lagi yang peduli. Berhentilah untuk menyiram tanaman yang mati karena ia tak akan pernah untuk tumbuh lagi.

Bagian 63

Jangan Menyuruhku Berbicara, Aku Bisu

Jangan menyuruhku berbicara, Aku bisu. Jangan menyuruhku melihat, Aku buta. Jangan menyuruhku untuk menggenggammu aku tanganku buntung. Gelap rasanya berjalan di kegelapan sendirian. Ingin menangis selalu kesana kemari penuh cacian dan makian. Lelah rasanya ingin pulang namun tak pernah tau rumah yang sebenarnya dimana. Kamu benar benar jauh dari seorang yang pulang dengan tangan dan kakinya sendiri. Aku mempunyai luka.

Lelah, Lelah berkali kali berbohong pada dirinya sendiri. Air matanya tak pernah berbohong. Hatinya selalu menang, Logika selalu kalah dengannya. Pamit pun tak pernah di dengarkan, Kembali pun selalu hanya terusir. Jauh berharap lebih pada hal hal yang benar benar jauh di mata kita sendiri. Jangan pernah lelah untuk pulang. Jangan pernah berhenti untuk mengetuk pintu yang selalu tertutup. Tetap berjalan meskipun merangkak kesakitan.

Sebagaimana ranting yang kehilangan daunnya. Ia tak akan pernah indah. Rasanya aku lari sendirian. Rasanya tak ada hal yang menolongku saat masuk ke jurang kecuali alam. Alam sendiri yang membimbingku untuk tetap hidup. Alam sendiri yang mengajarkanku tetap mencintai meskipun setiap hari tersakiti.

Bagian 64

Sampai Pemberhentian Selanjutnya

Sampai di tengah lautan. Sampai di tengah tengah yang membuat kita tak pernah tau arah pulang. Ingin kembali namun terlalu jauh, Ingin sampai namun tidak pernah mempunyai tujuan. Kita tersesat mungkin. Aku pun lupa siapa yang membawaku setelah pemberhentian pelabuhan sebelumnya.

Tenang, Kita akan sampai. Kita hanya perlu memerlukan waktu. Untuk apa terlalu terburu buru. Ombak dan angin akan tetap ada jika kita mau menunggu. Kita masih bisa sampai di pelabuhan selanjutnya, Percayakan saja padaku.

Semua orang telah menunggumu pulang ya? Raut wajahmu terlihat tenang namun bola matamu yang hitam tak dapat membohongiku kamu menyimpan rindu dengan peluh tertata rapi tanpa air mata yang bercucuran di bawah pipimu. Kemarilah, Meski tubuhku bercucuran darah dan pakaian yang aku pakai sangat kusam setidaknya aku masih memeberikan kehangatan yang bisa menyembuhkan sebuah kerinduanmu. Aku menemukan arah, Kita pulang.

Bagian 65

Mengejar Takdir Yang Selalu Lari

Aku perlahan benar benar pulang. Terimakasih telah selalu menjadi tempat berteduh di berbagai musim. Mungkin aku akan sangat senang bila lama denganmu. Sialnya waktu selalu saja membunuhku.

Ada beberapa hal yang memang harus beberapa orang lewati. Ada banyak hal yang membuat seseorang tak akan pernah sadar akan sebuah keberadaan. Kekayaan adalah kendaraan mereka untuk menuju sebuah puncak. Mereka semua buta akan proses. Siapa yang senang akan proses? Siapa yang mau melihat sebuah proses? Bukan kah itu sangat melelahkan? Bukan kah itu membosankan? Mengejar takdir yang selalu berlari.

Melelahkan bukan? Menjadi tokoh yang selalu kalah. Selalu menjadi yang terakhir jauh dari sebuah kata terbaik. Bagaimana caranya agar ucapan seseorang menjadi nyata? Bagaimana caranya roda berputar katanya? Bagaimana tentang keadilan dan keselarasan alam? Apakah kita yang terlalu maruk terhadap alam? Apakah alam yang terlalu lama berputar? Tenang semua akan tepat pada masanya seperti matahari yang terbit dari timur dan tenggelam di sebelah barat. Tidak terburu buru dan selalu sampai.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height