Alsa/C8 Bagian 36-40
+ Add to Library
Alsa/C8 Bagian 36-40
+ Add to Library

C8 Bagian 36-40

Bagian 36

Aku Dan Rumah Kosong

Setelah perjalanan ini selesai, Aku merasakan sesuatu yang aneh lagi. Yaa, Di saat akun terbangun dari tidur malamku. Rasanya Aku merasakan hal hal yang tidak mengenakan. Ketika aku harus terbiasa lagi, Ketika aku harus menerima semuanya lagi, Dan ketika aku harus menjalankan semuanya sendirian lagi.

Aku sempat kehilangan arah, Aku sempat tak tau kemana aku harus melangkah. Hujan ini terlalu deras, Dan aku tak menemukan satu tempat pun untuk berteduh, Aku kebingungan. Aku menyalahkan keadaan. Aku sampai ingin berhenti dan menyerah dalam keadaan hujan lebat.

Sampai ku lihat ada rumah kosong. Rumahnya tidak terlalu kotor, Tidak terlalu berantakan, Sangat rapi? Tidak juga. Aku melihat dari kejauhan banyak sekali orang yang datang dan pergi. Aku terheran mengapa mereka semua pergi dan tak ada satupun yang menetap? Aku bertanya tanya, Rumah senyaman itu tak ada satupun orang yang menetap? Aku mulai mencoba untuk mendekati rumah kosong itu. Banyak sekali orang yang keluar dan masuk di rumah tersebut. Saat aku mendekatinya ternyata rumah tersebut Ia ramah, Ia selalu menerima siapapun yang datang namun, Ia tidak menerima seseorang yang ingin menetap.

Bagian 37

Ia Unik

Ketika aku sampai di rumah tersebut aku kebingungan lagi. Aku melihat seisi rumahnya terlalu hidup dalam kenyataan, Ia begitu menjilat kenyataan. Ia benar benar terbawa arus hingga hampir tenggelam dalam kenyataan.

Aku di minta untuk duduk, Aku yang penuh luka di bagian tubuhku sampai diriku memerah dan membiru. Ia memberiku hidangan teh, Sontak aku kaget ia duduk di depanku dan ia mengajakku berbicara. Aku terheran heran lagi. Ia begitu terbuka pada orang lain, Ia mudah di ajak berbicara, Bahkan untuk berdiskusi hal hal yang menarik. Suatu ketika aku pergi dari tempat tersebut, Aku melanjutkan perjalananku.

Sampai sampai di tengah perjalananku aku berfikir untuk kembali ke rumah tersebut, Ada sesuatu yang mengganjal dalam pikiranku. Aku memutuskan untuk kembali ke rumah tersebut. Dari kejauhan suasananya masih sama seperti sebelumnya, Banyak orang yang datang lalu ia pergi, Tak ada satupun yang menetap. Aku berfikir untuk mencoba menetap dan aku mencobanya.

Kala itu aku benar benar menetap, Aku duduk, Membaca, Mandi, Hingga tidur. Aku melakukan semuanya di rumah tersebut. Ia tidak mengusirku, Ia tidak marah. Terkadang ia juga membantuku. Selang beberapa hari setelah aku menetap cukup lama, Aku tau akan sifat aslinya. Ternyata ia ramah pada semua yang datang dan memperlakukan semuanya sama seperti apa yang ia lakukan padaku sebelumnya.

Bagian 38

Puzzle

Kenyamanan itu perlahan hilang. Kadang ia datang tanpa di undang, Kadang juga ia pergi tanpa harus terusir. Aku tak merasakan hadirnya lagi. Aku salah kaprah dalam menaruh rasa. Aku hinggap di tempat yang benar benar tidak menginginkanku dan seakan membunuhku perlahan.

Lihatlah tempat itu... Bagaimana tempat itu tidak menerimamu sama sekali. Membuangmu berkali kali, Namun mengapa kau kembali?. Apa semuanya tak cukup? Apa semua hal yang benar benar terlihat buruk di depan matamu itu tidak cukup untuk menyadarkanmu? Kau keras kepala.

Ketika kamu sadar, Ketika matamu benar benar terbuka lebar, Ketika senyum lebarmu perlahan menghilang, Di hari itu juga kamu benar benar menyesal. Raut wajahmu kusut, Matamu berkaca kaca bak hujan yang akan jatuh. Di hari itu juga kamu sadar, Kalau ternyata kita adalah dua pasang puzzle yang tak bisa di satukan.

Bagian 39

Surat Terakhir Tanpa Melihatmu

Jangan lagi untuk keduanya, Jangan datang lagi, Jangan menyapa lagi, Jangan sampai aku melihatmu lagi, Jangan sampai kita berpapasan lalu saling menatap lagi, Jangan sampai obrolan hal hal kecil itu menghiasi hari dimana kita bersama. Jangan menetap bersama kekosongan ini, Pergilah Enggah dari sini.

Menatapku dengan kosong. Memintaku untuk selalu menyapamu seperti biasanya. Namun pikiranku tak pernah sejalan dengan perasaanku. Aku memilih untuk menggunakan logikaku, Karena sepertinya perasaanku sudah tidak pernah di hargai lagi.

Ingatkah kala itu? Kita saling menatap kosong tanpa mengeluarkan kata apapun? Hal itu yang membuat cerita kita hadir dalam pikiran kita masing masing. Aku jatuh hari itu, Aku benar benar terjatuh. Tanpa terencana semuanya tiba tiba. Semesta?! Mungkin iya.

Namun mengapa semesta juga ikut turut serta dalam perpisahan? Lalu mengapa semesta mempertemukan kita berdua di waktu yang sama? Di waktu benar benar kosong? Di perasaan yang enggan berlarian ntah kemana, Dan akhirnya perasaan perasaan itu mempunyai tempat. Apa yang selaras dari kebahagiaan dan Perpisahan?

Hanya dengan itu caraku menyayangimu, Dengan cara melihatmu, Dengan perantara dari Tuhan, Dengan cara menuliskan sebuah keunikanmu dalam bukuku, Dan dengan tanpa perlu kamu tau.

Bagian 40

Yang Tersulit Dari Hidup Adalah Bertahan Hidup

Tanpa aku sadari aku telah melewati berbagai banyak hal. Tanpa aku sadari aku sudah sejauh ini melewati semuanya sendirian. Rapuh, Lemah, Layu, Tak Akan mekar, Bahkan terinjak-injak tak layak. Hampir tertindas, Namun ia masih cukup kuat untuk merangkak pelan.

Merangkak pelan satu demi satu, Selesai adalah hal yang paling penting dalam menghadapi hari. Ia bertahan untuk hidup, Hampir redup, Kian sering jatuh. Namun berdiri. Kebingungan, Hilang arah bahkan tersesat tak tau jalan. Ia menempuh kesendirian hidup. Ia tetap ingin hidup demi angannya sendiri. Terombang-ambing bagai kapal tiada nahkoda. Tetap berjalan meski pelan. Angannya di dewasakan oleh keadaan. Ia tak cukup dewasa untuk mengerti dunia, Namun dunia memaksa ia tuk mengerti.

Sampai ia tersudut menggerutu di pojok kamarnya, Menangis setiap malam sampai tembok di kamarnya enggan untuk mendengarnya. Ternyata hal yang paling penting dalam hidup adalah bagaimana caranya bertahan sendirian.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height