Bring Me Heaven/C6 Black Rose
+ Add to Library
Bring Me Heaven/C6 Black Rose
+ Add to Library

C6 Black Rose

December - 2005

Dua penjahat yang telah lama menghilang tersebut kini duduk berhadapan dikafe Stolovaya dipusat kota Moskow. Makan dalam diam seolah meresapi makanan yang terhidang dihadapan mereka walaupun mereka tak begitu baik dalam selera kuliner. Andrew menghela nafas kasar, dalam hati ia merutuki dirinya sendiri. Makan malam dengan sang gengster ditempat mewah sedangkan rusa buruannya mungkin sedang kelaparan diapartemen miliknya..

"hmm" alex berdeham melihat tingkah laku andrew yang tidak seperti biasanya, dingin dan tenang. Sekarang ia lebih mirip kelinci yang memikirkan anak-anaknya dirumah.

"kau berkeringat andrew" cecar alex

"ada sesuatu?"

Andrew menggeleng, ia tak mungkin membicarakan pasal marinka yang sekarang berada ditempat tinggalnya, alex pasti akan tertawa mengingat andrew bukanlah penikmat wanita atau lebih tepatnya ia hanya robot mesin pembunuh.

"bagaimana kau masih bisa hidup tuan?" pertanyaan andrew mengalihkan pembicaraan, alex mengangkat sebelah alis dan tersenyum simpul.

"lalu siapa yang kami kubur kala itu?" tanya andrew makin membuatnya penasaran.

"Kalvian..."

"ohh.. Yang benar saja, aku menguburmu dan kau bilang itu adalah kalvian.. Dan mungkin saja sekarang kalvian akan menjadi zombie dan bangkit dari kuburnya sepertimu" ejek andrew.

"aku tidak bercanda, andrew!"

"aku membakar tubuhnya tuan...seperti perintahmu" potong andrew

"kau yakin?" tanya alex santai sambil memantikan api kecerutunya

"tanyakan pada nikolai!" tambah alex

"apa? Jadi nikolai mengetahui bahwa tuan tidak mati?" tanya andrew beruntun.

Alex menggeleng, "ia hanya mengangkut jasad kalvian, aku menyuruh orang untuk memakamkan jasadnya di pemakamanku."

Andrew mengernyitkan kening dan memijitnya sekilas.. "lalu, apa lagi yang tidak aku ketahui? Mengapa kau melakukan ini semua? Tidakkah kau mencintai Anna? Ia sendirian tuan... Ia hampir gila memikirkanmu beberapa tahun ini."

Alex menghela nafas, "aku melakukan ini agar ia terhindar dari segala ancaman yang harusnya ditujukan hanya kepadaku, aku tak ingin ia menderita lebih dalam."

"aku tahu ia ingin hidup bahagia. Akupun masih mencintainya andrew... Dulu hingga kini."

"ia tidak sendiri andrew... Ia memiliki sesuatu yang tidak kumiliki..." terang alex

"maksudmu tuan?"

"ia memiliki anak-anaknya..."

***

Ivanovic's Mansion

"Mommy!" suara merdu tersebut membuat ana terbangun, ia mengelus wajah mungil evelyn dan mengecupnya sekilas.

"dimana kakakmu eve?" tanya ana ketika melihat evelyn sendiri, tak biasanya kedua bocah ini terpisah.

"diruang makan, kami sudah membuatkan mommy sarapan. Ayolah sarapan dengan kami!" suara evelyn berbinar, membuat senyuman diwajah anastasia mendengar ocehan eve...

Diruang makan, damian duduk dikursi yang biasanya ditempati oleh alex. Bersandar dan membaca koran, dihadapannya sudah tersedia kopi panas dan beberapa biskuit. Ana turun dari tangga sambil memegangi dadanya, seperti alex... Sudah lama ia tak melihat pemandangan seperti ini, sudah lama pula ia tak pernah sarapan pagi diruang makan dengan suasana seperti ini. Tak henti-hentinya ia tersenyum dan terus memanjatkan syukur kepada tuhan, setelah apa yang terjadi, setelah apa yang ia lakukan. Belum lagi kejadian bertemunya dirinya dengan lelaki yang menyerupai alex makin menjungkir balikan dunianya lagi, hampir menggila menyebut nama itu ditiap tidur malamnya.

Tuhan masih menyayanginya dengan menitipkan kedua malaikat kecil ini padanya. Masih dengan piyama tidur, ia duduk disebelah damian dan evelyn diseberangnya. Ana memperhatikan meja makan, Olaydi... Pancake mini yang disiram dengan saus kacang dan ditemani dengan buah anggur, ana menggeleng. Entah bagaimana kedua makhluk ini dapat membuat makanan ini.

Ana menggigitnya, "bagaiamana rasanya mom?" tanya damian yang sedang memperhatikan ana mencoba makanan buatanya. "manis.." jawab ana tampak berfikir. "apa kami berhasil membuatnya?" tambah eve.

"tentu honey! Kalian memang pandai, dari mana kalian belajar memasak?" tanya ana.

"nenek dari toko bunga" jawab damian sambil menyeruput kopi hitam. "maksudmu alena?" tanya ana.. Evelyn mengangguk, tak jarang memang alena yang sudah ana anggap nenek sendiri sering sekali berkunjung kemansion miliknya. Sepeti lupa jalan pulang, ana bahkan tak memiliki waktu untuk melihat perkembangan anak-anaknya, ia berdeham kepada dirinya sendiri jika alex masih ada mungkin sekarang ia akan sibuk mengantar Damian dan Evelyn kesekolah atau sekedar bermain ditaman bermain.

"mommy..." panggilan damian membawanya dari khayalan, ia memeluk damian dan mengecup kepalanya. Evelyn yang melihatnya hanya cemberut dan berhasil membuat ana tersenyum. "kemarilah!" panggil ana dan eve segera beranjak dari duduknya menghampiri ana. "bisakah kami melihat mommy pulang bekerja tanpa mabuk?" bisik evelyn yang membuat anastasia menitikan air matanya...

***

Sosok tegap tinggi dengan tubuh atletis tersebut menggenggam setangkai mawar hitam, entah bagaimana mawar tersebut bisa memiliki warna seperti suasana hatinya saat ini, hitam dan kosong. Alex menaruh setangkai mawar tersebut dibalik telinganya, ia menginjak pedal gas dan melajukan porche hitam miliknya tanpa arah dan...

Brruakkkkk!!!

Ia menabrakannya kesebuah bar ternama dipenjuru Moskow.

Dor!!! Dor!!!

Alex menembakan beberapa peluru keudara untuk mengundang keramaian... dan melarikan diri sebelum sekumpulan polisi dan para penjaga bar disana berkumpul. Berjalan menuju pintu belakang sambil membersihkan beberapa serpihan kaca dijas miliknya. Ia menggenggam mawar tersebut dengan kuat, tujuannya saat ini hanya satu... Anastasia...

Ia hafal betul dengan bar ini, bar yang selama hidupnya selalu ia banggakan. Warisan pertama kakek sang Ivanovic dan juga salah satu bar favorit ana, ia menuju ruangan utama tak ada penjaga disana. Alex menyeringai, satu pukulan jika ada penjaga didalam mungkin.

Ckckle...

Ia membuka pintu dengan pelan dan terpampanglah tubuh mungil tersebut, wanita yang selama ini ia rindukan. Sendiri dalam keadaan mabuk, tiba-tiba ia mengingat sesuatu."sial nikolai.. Aku akan membunuhmu jika membiarkan nonamu sendiri didalam ruangannya seperti ini" rutuk alex dalam keheningannya..

Ia mengunci pintu dan berjalan perlahan. "Hm..nikolai apa yang terjadi?" Tanya ana masih dalam keadaan setengah sadar. Tak ada sahutan, hanya suara ketukan berat sepatu dengan lantai yang ada didalam ruangan tertutup tersebut. "Nic!" Panggil ana lagi. Alex hanya tersenyum mendengar suara merdu yang keluar dari bibir manis itu. Alex berdiri tegap menjulang disamping anastasia, anapun menoleh. Alex menduga, pasti pandangan ana sedang kabur tak dapat memastikan sosok tersebut, ana berdiri sempoyongan.

Hampir jatuh, namun tangan kekar alex menahan tubuh mungil ana. Membuat ana memekik, membangkitkan hasrat liar yang telah lama hilang dalam diri alex hanya dalam satu sentuhan. Sentuhan yang seperti pernah ia rasakan, ana masih tak dapat melihat jelas sosok tersebut. Ia mengangkat tangannya mencoba menggapai wajah tersebut dan mendekatkan kebibirnya, alex sudah tak memperdulikan apapun yang akan terjadi karena iapun menginginkannya. Ia mendekatkan bibirnya ketelinga sosok tersebut, "try me!" Bisik ana, reflek alex membimbing ana kedalam ruangan yang terdapat sebuah ranjang mewah dan segala fasilitasnya. Mengecup dalam bibir tersebut. "Forgive me, mon amour" alex setengah berbisik ditelinga ana selepas itupun ana tak sadarkan diri....

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height