Bring Me Heaven/C8 Mon Amour
+ Add to Library
Bring Me Heaven/C8 Mon Amour
+ Add to Library

C8 Mon Amour

"SHOOOT HIMM....!!!"

"hah..." keringat dingin mulai membanjiri wajah mulusnya, mimpi buruk itu baru saja terjadi. Malam hari dimusim panas membuat tubuh mungil itu dihiasi oleh peluh, ia membutuhkan udara segar untuk mengeringkan tubuhnya saat ini. Ana turun dari pembaringan mencari air tawar dan menuangnya didalam sebuah gelas, semilir angin diluar tak mampu mendinginkan hati dan fikirannya saat ini.

Bisa-bisanya ia hidup dalam keadaan seperti ini, batinnya. Sepekan sudah berlalu namun kejadian itu terus menghantui malamnya, seolah hati tak ingin melakukan hal diinginkan oleh fikiran. Namun ia tetap menjalankannya, dibutakan oleh kebencian namun masih tertanam benih cinta disudut hatinya. Ana telah melakukan segalanya, hal-hal yang berbau kegilaan dan kehancuran. Semua hanya untuk seseorang...

"alexander..." ia berguman, minggu lalu ia hampir membunuhnya. Hampir.... Dan karena itulah mimpi buruk itu terus muncul seiring rasa bersalah yang tak kunjung reda, takut kehilangankah? Ana menggeleng, ia sudah pernah merasakannya. Bahkan jika ia harus kehilangan dirinya berkali-kali, ana sudah siap. Kali ini akan bersungguh-sungguh, ia akan menunjukan pada alex betapa kejamnya dirinya.

***

"senjatamu nikolai!" ana melemparkan senapan jarak jauh kepada nikolai yang sedari tadi hanya duduk termanggu, ia mengernyitkan dahinya.

"my lady?"

"what?" balas ana ketus.

"apa kita ada acara berburu?" tanya nikolai sementara ana sibuk memilih senjata untuk dirinya sendiri.

"ya nic, kita akan berburu rusa yang telah kau lepas minggu lalu" singgung ana.

Nikolai menyadari kesalahannya, ia memang tak pernah berniat untuk membunuh alex. Peluru itu meleset jauh dari yang diharapkan oleh ana, sungguh demi apapun nikolai tidak mempunyai keberanian seperti Leonard sang pengecut yang berani menodongkan senjatanya dari jarak jauh. Tidak... Ia tidak akan mengikuti perintah ana jika itu untuk mencelakai alexander.

"forgive me my lady..." sebelum ana pergi menuju pintu keluar, nikolai bersuara.

"aku tidak bisa melakukannya lagi" tambahnya.

Ana menyipitkan mata dan menghampiri nikolai yang tertunduk dengan perlahan, seharusnya ia sudah mengetahuinya dari awal bahwa nikolai tak memiliki keberanian besar jika bersangkutan dengan alexander.

"look at me, nic!" titah sang majikan tak bisa nikolai pungkiri, namun dibalik kejahatan yang dilakukannya selama ini. Ia punya misi tersendiri yang harus ia lunasi sebelum ajal menjemputnya, nikolai telah berjanji pada dirinya sendiri dan seorang gadis kecil beberapa tahun silam.

Ia mendongakan wajah dan menatap anastasia yang berdiri tegap dihadapannya, "aku... Adalah orang yang tersakiti disini" ana menunjuk dirinya sendiri dan melanjutkan perkataannya.

"jadi aku patut untuk membalas semua orang yang menghianati dan menghancurkanku.." tegasnya.

"dengan menyerang suami mu sendiri.." senyum remeh nic terpampang diwajah tampannya yang ditumbuhi jambang halus.

Ana membuang nafas kasar, ia membuang muka dan berjalan keluar. Diambang pintu ia berhenti tanpa menoleh, "jika kau ingin menjadi sekutu alexander, pergilah!" cecarnya lalu berlalu pergi meninggalkan nikolai yang mematung sendiri, bukan ia tak setia terhadap anastasia atau semua kolega Ivanovic. Namun ia telah bersama alexander bertahun-tahun, kesetiaaan nic tidak akan memudar sedikitpun bahkan jika ia mengetahui kematian alexander sekalipun..

Nikolai mengambil ponsel dari dalam sakunya, ia menekan tombol panggilan dan tak lama seseorang mengangkat telepon darinya.

Wanita... Ia berbisik dalam hati.

"dimana pemilik ponsel ini?" tanya nic

Dia sedang mandi, ada yang bisa aku sampikan?

"katakan padanya bahwa kelincinya sudah bergerak?"

What? Kelinci?

"katakan saja padanya! Ahh, dasar wanita" kesal nikolai.

Hmm... Baiklah! Boleh aku tau dari siapa pesan ini?

"bilang saja dari nic!"

Tutt.. Tut...

Nikolai mematikan sambungan telepon sebelum sempat wanita itu melanjutkan bicara, ia bingung sungguh terheran-heran. Bagaimana mungkin robot kaku tersebut bisa memiliki wanita didalam apartemennya. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mungkin ia harus bertemu andrew sendiri.

***

Anastasia melajukan porche silver miliknya membelah bumi moskow, sendiri... Tanpa pengawalan. "persetan dengan kalian semua" umpat ana, setelah nikolai menolak mentah-mentah perintahnya. Bukan hanya nikolai, mungkin seluruh pengawal yang ada dibawah kekuasaan Ivanovic masih setia terhadap Alexander.

"cih! Bukannya dia sudah mati?" ejek ana.

"mati dalam otakku" geramnya, sungguh ia akan meratakan tempat persembunyian alex selama ini, yang ana ketahui dari nikolai tanpa sengaja saat lelaki itu menghubungi seseorang. Tempat yang melindungi dirinya dari ana, dengan alasan yang tak ingin ana ketahui. Alex tetap meninggalkannya, apapun alasannya ia tak berhak melakukannya terhadap istrinya sendiri.

Ia berhenti disebuah gedung tua yang ia kunjungi beberapa bulan lalu, Human Trafficking. Ia mendobrak kasar pintu masuk utama dengan sebelah kakinya yang dihiasi Bowtie Heels berwarna Peach. Tanpa basa basi dengan para penjaga ana menuju tempat utama sang pemilik. Semua orang yang berlalu lalang terdiam, menghentikan kegiatan masing-masing menatap sosok ana yang nampak menahan amarahnya.

Semua orang mengenal dirinya, dan tak ada seorangpun yang dapat mencegah anastasia. Bahkan para bodyguard pun tak ingin mendapat masalah dari wanita yang sering disebut sebagai "Hell of Moscow". Sungguh jika bisa diartikan dengan lisan anastasia bisa lebih kejam dari seluruh anggota Ivanovic.

Brak!!!

Ana mendobrak pintu, lagi-lagi semua orang yang ada dibalik pintu terkejut dengan kedatangan ana yang tak memiliki kesopanan ini. Ana mengeluarkan pistol FN Five-seven miliknya dari balik suit hitam yang ia kenakan, "dimana dia?" ana menampilkan smirknya melihat sang pemilik bisnis besar ini tengah sibuk menghitung pecahan Euro diatas meja.

Sementara semua wanita yang ada didalam ruangan tersebut berlari ketakutan, "langsung saja al, aku tahu kau menyembunyikan dirinya selama ini." cecar ana sementara pria tersebut hanya terdiam, ia tak pernah secara langsung melihat ana dengan ganas seperti saat ini. "baiklah, tenangkan dirimu ana!" bujuk albert.

"tak usah berbasa-basi albert, kau tahu? Pistol ini dapat menembus tubuhmu meskipun kau memakai pelindung peluru sekalipun." terang ana tanpa melepas bidikannya.

"aku akan menghancurkan tempat ini jika aku mau, sekarang cepatlah! Aku tak memiliki banyak waktu." lanjut ana tanpa ia sadari seseorang dari belakang mengawasinya. Albert hanya diam, ia memang menyembunyikan alex selama ini, memberikan informasi tentang anastasia kepada alex. Albert tak akan berani menentang alex walaupun sekarang anastasia memegang hidup matinya.

"percuma saja aku memberimu pekerjaan, ternyata selama ini kau mengetahuinya" ana sudah kehabisan kesabaran, ia selalu mencari informasi dari albert tentang keberadaan pembunuh alex. Namun albert membutakannya, sungguh apakah semua orang akan menghianati dirinya hanya untuk mempertahankan kesetiaan mereka kepada alexander? Meskipun ia sudah dikabarkan meninggal dunia.

"jawab aku pengecut! Atau aku akan...."

"Tidak perlu Mon Amour!" suara bariton yang setengah mati ia rindukan selama ini muncul dari balik kegelapan seiring ketukan sepatu berat yang melangkah mendekatinya, ana berbalik dengan raut wajah yang tak dapat digambarkan saat ini.

Wajah dengan jambang tipis tersebut keluar dari persembunyian sedari tadi ia menjadi pendengar yang baik. Ana hampir goyah, lututnya lemas tak sanggup menahan gejolak dalam dirinya. Pria yang selama ini menjungkir balikan dunianya, yang selalu ia panggil namanya dalam mimpi... Masih hidup!

"alex..."

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height