BUKAN AKU TAK SETIA/C3 Melihatnya
+ Add to Library
BUKAN AKU TAK SETIA/C3 Melihatnya
+ Add to Library

C3 Melihatnya

Sepagi "Nggak tahu, belum ke sini juga," jawab Cahaya sambil mencari keberadaan Andri, yang biasanya langsung datang menjemput Alya untuk makan siang bareng.

"Udah ah, yuk ke kantin. Lapar!" ajak Alya yang sudah kembali sifat aslinya, beranjak bangun, lalu melangkah lebih dulu ke kantin.

"Nggak nunggu Andri?" tanya Cahaya yang juga beranjak dari kursi.

"Pastinya dia sudah nunggu di dekat kantin," jawab Alya pasti.

Cahaya dan Adrian mengikuti Alya, sambil membicarakan tentang banyaknya barang rusak yang dikirim balik. Perbedaan suhu, dan beberapa faktor membuat hasil barang yang diproduksi tidak berfungsi dengan baik. Hingga perusahaan mendapat kerugian, dengan kembalinya barang untuk dites satu persatu.

Andri yang menunggu kedatangan Alya dan yang lain di depan departemennya, langsung bergabung berjalan menuju kantin.

Setelah mendapatkan jatah makan siang mereka, keempatnya menuju meja yang masih kosong tempat mereka biasanya. Alya yang merasa yakin dengan apa yang dilihatnya tadi saat mengambil minum, melayangkan pandangan mencari keberadaan seseorang yang sangat diyakini olehnya sebagai orang yang dikenalnya. Namun, nihil. Orang yang dia cari tak nampak di antara banyaknya karyawan, baik bagian produksi atau pun staf yang sedang menikmati makan siang mereka.

Alya mendesah pelan, mulai ragu dengan apa yang di lihatnya tadi. Bisa jadi memang bukan orang yang dikenalnya.

"Kamu kenapa, Sayang? Seperti yang nyari seseorang gitu." Andri yang menyadari tindakan Alya bertanya, dan tentu saja hal itu juga menjadi perhatian Cahaya dan Adrian juga, keduanya melihat pada Alya.

"Nggak, aku lagi nyari .... "

Alya tak melanjutkan perkataannya, saat dari pintu masuk kantin, beberapa orang staf masuk bersama dengan orang yang tadi dilihatnya.

Dengan gugup dan juga perasaan senang, Alya menunjuk ke arah empat orang yang baru masuk. "Itu! Coba lihat ke sana! Apa benar apa yang aku lihat ini? Dia baru saja masuk!"

Ketiganya menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Alya, dan kesiap kekagetan langsung menghiasi wajah mereka. Di sana, seseorang yang pernah mereka kenal, tengah berbicara sambil berjalan mengambil makan siang.

Mereka saling pandang, dan mereka menyakini siapa yang baru mereka lihat itu. Apalagi Cahaya, posisi duduknya yang membelakangi pintu masuk membuatnya harus memutar sebagian tubuhnya melihat pada objek yang dimaksud Alya.

"PAK RAJA!" kata Andri dan Adrian bersamaan, mereka saling pandang meyakinkan diri sendiri, Alya mengangguk tegas dengan senyum mengembang. Berbanding terbalik dengan Cahaya yang merasakan seluruh sendinya lemas.

'Tidak! itu tidak mungkin dia!'

"Benarkan? A Raja!"

"Pak Raja kerja di sini juga?" tanya Adrian melihat pada Alya, setelah tadi menegaskan lagi bahwa hasil penglihatannya tidaklah salah.

"Aku nggak tahu, tapi aku tadi lihat dia waktu ngambil minum, sedang diajak melihat departemen Endo. Dan ini juga yang mau aku katakan sama Cahaya, tapi gagal terus." Alya melihat pada Cahaya yang posisi duduknya ada di depannya. "Ya, kamu yakinkan itu a Raja?"

Cahaya mengerjap, pertanyaan Alya menariknya kembali dari kelebat ingatan tentang sosok yang sekarang ini ada di sekitarnya, sosok yang belum mengetahui keberadaannya. Entah bagaimana reaksi Raja saat melihatnya kembali. Tentu saja dengan drama yang menyertai mereka di masa lalu.

Apakah Raja akan senang bertemu kembali dengannya?

Atau malah ... berpura-pura tidak mengenalnya sama sekali?

Lelaki itu terlihat semakin matang, walau dari jauh Cahaya bisa melihat, betapa pesona Raja selalu membuat kaumnya terpesona. Lelaki itu ... semakin tampan!

Cahaya memalingkan muka, menundukkan wajah dengan ingatan yang kembali berkelana.

Flashback.

Lelaki itu berdiam menunggu, lewat tiga puluh menit dari jam kerja seseorang yang ditunggu sudah berlalu, dia yakin sebentar lagi gadis yang sedang diharapkan bisa memaafkan dan menerimanya kembali akan tiba.

Dari dalam mobilnya, dia bisa leluasa mengamati ke halte. Kesibukan menjelang senja itu tidak terlalu menarik perhatiannya, kedatangan bis jemputan yang membawa raga kekasihnya itulah yang dia harapkan saat ini.

Kekasih? Iya.

Bukankah mereka memang belum berakhir?

Penantiannya berakhir, senyuman terbit di bibirnya begitu melihat bis yang dia tunggu meluncur mendekat ke arah halte. Melihat sekilas tampilan wajahnya dari spion tengah, Kim mengusap wajahnya pelan, mengusir rona bosan yang tadi nampak di wajah tampannya. Apalagi tadi dia harus teeus menoleh ke belakang untuk memastikan kedatangan bis jemputan dari Osan Dijitech.

Kim bisa melihat Cahaya yang turun bergantian dengan Adrian dari dalam bis, mereka terlihat tertawa bersama. Ah, dia merasa iri pada Adrian. Lelaki itu bisa dengan mudah melihat senyum dan tawa Cahaya kapanpun, sedang dia? Apalagi setelah kejadian di Everland waktu itu, Cahaya terus menghindarinya dengan alasan butuh waktu sendiri.

Kim tersiksa menahan rindu, sedang gadis itu seakan tiada mengadu. Benarkah gadis itu telah berhenti mencintainya?

Kim membuka pintu mobil saat Cahaya dan Adrian semakin mendekat ke arah mobilnya terparkir.

Cahaya yang baru menyadari mobil Kim ada di sana, bertepatan dengan lelaki itu menampakkan diri dari dalam mobilnya. Langkahnya terhenti, begitu Kim melangkah mendekat, pun dengan Adrian. Menoleh pada Kim dan Cahaya bergantian.

"Aku ... pulang duluan, Ya," kata Adrian, tanpa menunggu jawaban dari Cahaya melangkahkan lagi kakinya, mengangguk sopan pada Kim, begitu berpapasan dengan lelaki yang pernah sangat dicintai gadis yang juga disukainya itu.

Yakin Cahaya sudah tidak mencintai Kim lagi? Berharap boleh kan?

"Honey?!" panggil Kim dengan suara sedikit bergetar. Rasa rindu setelah satu bulan tidka bertemu, membuatnya ingin sekali merengkuh Cahaya dalam hangat peluknya. Hembusan angin di penghujung musim semi, menerbangkan surai hitam panjang Cahaya.

Cahaya mencoba tersenyum, tak mengingkari diri kalau dia juga merindukan sosok yang ada di hadapan sekarang. Laki-laki yang pernah begitu gigih hatinya inginkan. Laki-laki yang sudah membuatnya tak setia pada Raja.

"Oppa!"

"Ne ga ... bogosipo!"* jujur Kim setengah berbisik, antara malu dan tak kuasa menahan beban rindu.

Tapi dia sudah bertekad, semua harus diakhiri sekarang. Hari. Ini. Juga. Harus! Apapun keputusan Cahaya, dia akan terima dengan lapang dada. Cukup sudah semua ketidak pastian di antara mereka.

Cahaya meraba hatinya, mencari tau getaran perasaan yang mungkin masih berdesir saat dia bertemu dengan Kim, dan ... ada!

"Na do!"* jawab Cahaya jujur, cukup sudah dia berbohong pada dirinya, dulu dia tidak mau jujur akan perasaan sesungguhnya pada Raja, hingga akhirnya dia kehilangan lelaki penuh pesona itu.

Lalu kesempatan kedua yang diberikan Raja saat memintanya kembali, dan lagi-lagi dengan dalih demi kebaikan Raja dia menolak lelaki itu. Sekarang ini, lelaki yang--katanya sangat mencintainya, mengatakan tentang kerinduan padanya, Cahaya berjanji akan kembali menerima Kim.

Bukankah lebih baik dicintai dari pada mencintai?

Walau dia sangat menyebalkan?

'Iya!'

"Benarkah?" Kim tak dapat menyembunyikan raut bahagia di wajahnya, memangkas jarak, berdiri tepat di depan Cahaya.

"Iya, aku ... rindu!" senyuman Kim semakin lebar, Cahaya tetap menjadi miliknya.

"Apakah itu artinya ... kita --"

Cahaya mengangguk, Kim menarik lembut tubuh Cahaya, mengabaikan tatapan orang yang berlalu lalang di sekitarnya.

"Kumowo, Honey! Saranghe!" bisik Kim, memeluk erat tubuh kekasih yang sebulan ini sukses membuatnya tersiksa rasa.

Tangan Cahaya terangkat membalas pelukan penuh rindu Kim, sekali lagi dia memberikan kesempatan lelaki bermata sipit itu kesempatan. Dan Cahaya berharap, kali ini Kim bisa membuktikan semua ucapannya.

Flashback off

*Ne ga ... bogosipo : aku rindu.

Na do : aku juga.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height