BUKAN AKU TAK SETIA/C4 Tak Dikenali
+ Add to Library
BUKAN AKU TAK SETIA/C4 Tak Dikenali
+ Add to Library

C4 Tak Dikenali

"Ya! Dia mendekat! Beneran a Raja!" suara dan tepukan Alya pada lengannya menarik Cahaya dari kenangan masa tiga tahun silam, dengan gugup Cahaya menoleh ke arah belakangnya.

Benar. Lelaki itu Raja. Rajendra Subrata.

Sementara yang lain terlihat bahagia melihat Raja, Cahaya memilih menundukkan kepala, membiarkan rambut panjangnya menutupi sebagian muka.

Dia belum sanggup bertemu Raja, bahkan di saat hatinya sudah tidak bisa merasakan cinta untuk siapapun juga. Terbelenggu dalam janji palsu seseorang yang sudah membiarkannya tanpa kata akhir hubungan mereka.

"A Raja!" Alya sudah tidak bisa menahan rasa bahagianya, berteriak memanggil Raja yang berjalan bersama staff lain mencari tempat yang sudah kosong.

Merasa namanya dipanggil dengan panggilan yang belum biasa di tempat yang baru didatanginya, Raja menoleh, lalu tersenyum lebar melihat siapa yang tengah melambai padanya dengan senyum sumringah.

"Alya?!" Raja ragu, namun melihat lelaki yang ada di sebelah gadis itu, dan dia juga mengenalinya, Raja yakin dengan hasil pemindaian mata dan rekam otaknya.

Raja menderap langkah mendekat, hatinya berharap. Di mana ada Alya ... Cahaya juga ada di sana. Walau mungkin pertemuan mereka sekarang akan jauh dari harapan tersambungnya kisah masa lalu.

"Hai! Senang sekali melihat kalian! Apa kabar?" tanya Raja begitu sampai di meja tempat Alya dan yang lain berada. Menyimpan nampan berisi menu makan siangnya, Raja mengulurkan tangan menyalami Alya dan Andri.

"Wah, tidak menyangka bisa bertemu di sini."

"Iya, Pak. Lama tidak bertemu!" Andri yang mendapat uluran salam pertama Raja, mengguncang kuat tangan Raja.

"Iya. Al?" Raja menyalami Alya dengan memindai keseluruhan sosok Alya. "Wow! Calon Ibu!" Raja memekik takjub dengan perubahan status Alya, menoleh pada Andri yang terlihat bangga duduk di sebelah Alya, tanpa bertanya Raja tau siapa penyebab Alya berbadan dua.

Alya tertawa lebar, dengan penuh sayang mengusap perutnya yang membuncit. "Iya, A, hasil kolaborasi!" jawab Alya konyol, ciri khasnya.

Mendengar jawaban Alya siapa pun tertawa, kecuali seseorang yang tengah berharap dia bisa menghilang begitu saja dari sana. Di tengah kehangatan pertemuan itu, dia merasa terasing sendiri.

"Iya, syukurlah. Berapa bulan?"

"Tujuh bulan, A. Do'a in ya? Selamat sampai lahiran nanti," pinta Alya tulus.

"Aamiin, semoga. Hai, Yan! Apa kabar?" giliran Adrian mendapatkan perhatian Raja, tanpa sengaja Raja melihat gadis yang menundukkan kepala di samping Adrian, tangan gadis itu terus mengaduk nasi acak.

Hatinya berkata itu, dia! Tapi netranya menolak, karena sosok yang sedang menyembunyikan wajahnya itu tidak seperti Dia dalam memori Raja.

'Mungkin itu pacarnya Adrian.'

Fokus Raja beralih pada Adrian lagi.

"Baik, Pak. Baik, alhamdulillah." Adrian membalas ramah sapaan Raja.

"Wah, Pak Raja ternyata mengenal para senior di sini rupanya?" tanya orang yang tadi bersama Raja menimpali, dia mengambil tempat duduk di sebelah Adrian, berhadapan dengan Raja.

"Iya, Pak Iman. Saya kenal mereka tiga tahun lalu di Korea, tidak menyangka kalau perusahaan ini adalah cabang dari Korea," terang Raja menjelaskan, duduk nyaman di sebelah Adrian, tanpa ingin mengetahui siapa yang ada di ujung lain tempat yang dudukkinya.

"Cuma mereka? Dengan satu laginya tidak kenal? Mereka kan berempat."

Alya, Andri, dan Adrian saling tatap menunggu reaksi dua orang yang kini seakan tidak saling kenal, tepatnya salah seorang yang kini seakan ingin menyembunyikan diri.

"Cahaya!"

Suara Raja terdengar penuh kerinduan saat nama itu dia sebut, membuat Cahaya memejamkan mata saat namanya kembali terucap dari bibir Raja.

'Aku di sini, A!'

"Kenal, sangat kenal!" mata Raja menerawang jauh. "Tapi mungkin dia sudah bahagia di sana. Bukan begitu? Tapi, bagaimana Pak Iman bisa mengenalnya? Apa dia juga bekerja di sini?"

Raja menatap penuh selidik pada orang-orang yang duduk di depannya, terutama Alya yang sambil menyuap makan siangnya terus mengulum senyum.

"Al?"

"Ya, A?!" Alya menelan cepat makanan yang dikuyahnya.

"Cahaya ... kerja di sini? Bukan tinggal di Korea?"

"Pak Raja ini an--"

"Aa bisa tanya langsung dengan orangnya!" Alya menyela perkataan Iman cepat, dia ingin melihat reaksi Raja melihat Cahaya.

"Cahaya? Di mana?"

"Masa Aa tidak mengenali gadis yang duduk di sebelah Adrian?" semua orang menatap Raja. Sedang yang menjadi objek perhatian menoleh cepat pada gadis yang belum juga merubah posisinya dari semula dia tiba di sana.

Adrian mempercepat makannya, seakan ingin memberikan ruang pda Raja bisa melihat jelas pada Cahaya.

"Katanya kenal semua? Orangnya ada di sini kok nggak kenal." Iman terkekeh melihat Raja menatap tak percaya pada Cahaya.

Cahaya Kamila. Si pencuri hati yang enggan mengembalikan apa yang sudah diambilnya pergi. Membiarkannya merana mengasihi.

"Duluan, Pak! Ya!" Adrian yang sudah menyelesaikan makannya berdiri, mengangkat sebelah kakinya agar bisa keluar kursi, mengabaikan dua orang yang duduk mengapitnya.

Raja melihat Adrian yang sudah berdiri, dan akan beranjak pergi. Kata-kata pamit yang Adrian sampaikan pada gadis yang tadi sudah dia kira Cahaya, semakin membuatnya dipenuhi rasa tidak percaya.

"Ngobrol dulu, Yan!" Raja mencoba menahan niat Adrian.

"Pindah tempat duduk kalau begitu, biar Bapak sama Cahaya bisa ngobrol dengan tenang," kata Adrian penuh pengertian, mengingat bagaimana kisah pelik cinta mereka dulu, Adrian yakin ada banyak hal yang pasti ingin Raja dan Cahaya bicarakan.

Menatap dalam tanpa peduli sekitar, Raja memindai penampilan Cahaya sekarang. Walau tidak bisa dengan jelas melihat wajah cantik Cahaya, Raja yakin, Cahaya tetap memukau seperti pertama dia melihatnya.

"Disapa dong, A! Jangan diliatin saja, emang nggak kangen?" celetuk Alya santai, menyuapkan suapan terakhir makan siangnya.

Raja menoleh sekilas pada Alya, hatinya bersorak gembira bisa bertemu dengan Cahaya kembali, walau sambutan gadis itu tak sehangat yang dia sangka. Cahaya seakan enggan menatapnya, dan lebih memilih duduk terdiam, menundukkan kepala.

"Ya! Angkat kepala napa? Itu a Raja sampe nggak kenal, kamunya nunduk terus, sih!" Alya melemparkan kata pada Cahaya, membuat Raja kembali menatapnya dalam penuh rasa penasaran.

"Aya ... Cahaya? Ini kamu kan, Sa-yang?" terbata Raja mengucapkan kata terakhirnya, pelan tapi jelas di telinga Cahaya.

Panggilan sayang yang selalu dia gunakan pada Cahaya. Badannya mengarah pada Cahaya yang masih setia dengan diamnya.

Ada kehangatan yang dirasakan Cahaya saat Raja memanggilnya SAYANG. Tapi denyut sakit pun mengiringi kehangatan itu. Masih pantaskah panggilan itu Raja sematkan padanya?

Perlahan Cahaya mengangkat kepalanya dan menampakkan wajahnya yang sudah sembab oleh air mata. Ya, Cahaya menangis untuk alasan yang tidak diketahuinya.

Bahagia? Atau justru memang sedih bisa bertemu lagi dengan Raja?

Beruntung suasana kantin mulai sepi ditinggalkan oleh Karyawan yang sudah selesai makan siangnya.

"Apakabar, A?" tanya Cahaya sambil mengusap pipinya yang basah.

Raja terkejut melihat Cahaya menangis. Sedang dia bahagia bisa melihat gadis yang selalu dia rindukan.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height