+ Add to Library
+ Add to Library

C6 Bab 6

Sore, Irish sudah mulai berkerja. Posisi kasir. Setelah diberi training selama seminggu, Irish sudah bisa memegang sendiri. Dari awal juga, Irish sudah mengerti cara mengoperasikan komputer khusus tersebut. Kita, hanya perlu memasukan menu makanan apa yang dipesan pelangan, dan menghafal kode agar cepat dimasukan.

Irish, sudah mulai masuk kerja dari jam 4 sore. Dan pulang jam 11, lelah sudah pasti. Tapi, bayangan wajah Galen yang tersenyum manis, langsung terbayar. Sesederhana itu. Irish akan mengusahakan segalanya, agar ia bisa melihat wajah Galen. Apalagi, sekarang mereka sudah jarang bertukar kabar. Irish sibuk kerja, Galen sibuk dengan dunianya di luar negri.

Irish betah bekerja di Top Cafe. Semua karyawan ramah dan saling menerima. Bahkan, sang pemilik restoran begitu baik, dan menganggap Irish anak sendiri.

Seperti sekarang, Irish memperhatikan pelanggan yang mulai ramai. Ada yang datang bekerluarga, sepasang kekasih, ada teman tongkorangan. Irish sudah hafal, jika yang datang muda-mudi dan ramai, biasanya mereka hanya memesan minuman.

Jari-jari Irish mulai menari diatas keyboard, menulis menu apa saja yang dipesan, dan memeriksa kembali, agar tak salah isi. Gaji Irish hanya 2 juta. Tapi baginya, itu sudah lebih dari cukup. Irish akan menabung 1 juta, dan 1 juta untuk membantu ibunya. Berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Gadis itu terus saja tersenyum, sepanjang ia bekerja. Irish begitu bersemangat. Kadang tanpa sadar, sudah waktunya ia pulang. Benar-benar cinta memang bisa mengalahkan semuanya.

"Hayo, senyum terus." Tegur, Brata. Ia juga karyawan baru. Cowok itu baru lulus sekolah, dan memilih bekerja disana, sebagai waitress.

"Nggak ada." Irish tersenyum, sambil menggeleng. Gadis itu malu ketahuan, senyum terus, karena kebanyakan melamunkan kekasihnya.

"Kak Irish udah punya pacar?" Wajah Irish makin memanas. Tak pernah ada yang tahu statusnya. Apa ia harus bilang? Tapi pasti tak ada yang percaya, Irish seorang yang pemalu memiliki kekasih yang sedang menimba ilmu di negri ujung.

"Ada. Tapi, jangan bilang yang lain." Bisik Irish pelan. Takut yang lain kedengaran.

Brata mengangguk. "Keren kak. Mungkin kapan-kapan, kakak bisa cerita pacar kakak." Irish hanya tersenyum malu-malu. Para pelanggan sudah longgar sekarang. Sehingga mereka bisa bisik-bisik.

"Oh iya. Nanti pulang sama aku aja kak. Kasian kakak cewek pulang sendiri." Tawar Brata.

"Nggak papa ya?" Tanya Irish segan.

"Nggak papa kak serius. Aku kan bawa motor." Irish tersenyum malu lagi. Masih banyak orang baik di dunia ini. Ia bersyukur bisa bekerja disini. Semua karyawan memiliki rasa toleransi yang tinggi.

"Rumah kakak dimana?"

"Jalan, Sirih-Pinang."

"Rumah aku di kampung sebelahnya." Irish hanya tersenyum. Sungguh, berteman bersama Irish hanya senyumam yang terus ia berikan.

"Makasih ya."

"Belum juga diantar kak." Brata lumayan dekat ke Irish. Mungkin merasa sama-sama karyawan baru. Yang lain sudah senior, walau usia mereka tak jauh beda.

"Yaudah, beres-beres sana. Bentar lagi selesai. Aku juga mau hitung dulu duitnya." Brata mengangguk dan berjalan ke belakang, dan mulai mengambil kain lap dan membersihkan seluruh meja, memasukan tisu ke tempatnya.

Irish juga baru menyadari jika ia dan Brata memakai pakaian yang sama. Mereka memakai pakaian berwarna merah terang. Tapi, Irish tak mikir apa-apa. Janji setianya pada Galen takkan pudar. Galen cinta pertama Irish, walau mereka harus berpisah berjauh-jauh mil, dibatasi oleh benua dan lautan yang luas.

Irish sudah merancang mengurus pasport terlebih dahulu, saat gajian pertama, dan mengurus visa. Ya, pengorbananya bukan main, tapi Irish yakin semua pengorbanan ini akan membuahkan hasil.

Cinta pertama membawa Irish pada titik sejauh ini. Cinta pertama membuat Irish mengorbankan semuanya. Semoga ia tak merasakan kecewaan. Selama ini, Galen tak pernah mengecawakan Irish, kecuali membuat pikiran wanita itu tidak tenang, karena terus memikirkan Galen.

Setelah pulang, mungkin Irish bisa menelpon Galen. Mendengar suara lelaki itu, bagai obat mujarab yang tak bisa Irish beli dimana pun.

Irish masih berkutat pekerjaannya menghitung uang, jangan sampai kurang dan jangan sampai lebih. Lebih, biasanya akan ada duit penyimpanan khusus, untuk mengganti ketika menghitung uangnya kurang. Sebenarnya Irish was-was ketika menghitung uang. Ia takut, kalau uangnya kurang, Irish belum gajian untuk mengganti uangnya. Dengan perasaan was-was dan keringat dingin, hari berjalan lancar, belum lagi besok. Tapi, Irish lakukan semuanya demi Galen. Demi bertemu Galen.

Irish tak sadar, ketika Brata berdiri depannya. Cowok itu sudah memakai helm lengkap sekalian dengan jaket parasut.

"Udah selesai?" Irish tak sadar. Ia keasyikan menghitung uang, dan melihat jumlah pemasukan malam ini.

"Bentar, aku kasih uangnya ke Pak Manaf." Irish membawa tas berisi uang hasil malam ini ke manager. Orang tua itu sedang berada di dapur, meninjau apa yang orang dapur lakukan. Semuanya harus bersih sebelum meninggalkan cafe. Jangan ada kotoran sedikit pun, walau hanya sehelai rambut.

"Ini uangnya pak. Udah saya hitung, duit modal sudah saya pisahkan. Uang untuk belanja juga sudah saya pisahkan."

"Oh, terima kasih."

"Pak, saya pamit dulu."

"Pulang sama siapa?"

"Tadi ditawarin Brata." Irish berkata dengan wajah malu.

Dan terdengar kata cieee yang koor berjamaah dari orang dapur. Mereka kerap memasangkan Irish sama Brata. Padahal, Brata masih bocah. Dan Irish sudah punya kekasih. Lagian, dari semuanya Irish tahu, Brata yang paling tulus berteman dengannya.

Ada yang bersiul-siul. Irish hanya menutup wajahnya malu. Konon, ada sepasang suami-istri yang dulunya karyawan disini, berasal dari ejekan seperti ini, dan keduanya saling suka dan mejadi suami-istri hingga sekarang. Irish tak punya ekspektasi apa-apa. Fokusnya mengumpulkan uang sebanyak mungkin, dan menabung dan menyusul Galen kesana. Irish ingin memberi Galen suprise. Jadi, Galen juga tak boleh tahu Irish bekerja sekarang.

Karena disiul-siul dan diejek-ejek, Irish akhirnya berlari ke depan di meja kasir dan mengambil tasnya. Wajahnya masih memanas sekarang. Ia yang introvert, harus bersosialisasi dengan banyak orang. Irish berusaha keras, agar ia bisa menguasai panggungnya. Agar Irish bisa bersikap ramah pada pelanggan ketika mereka membayar, atau ketika ada komplain dari pelanggan.

Walau Brata sudah menunggu di atas motornya. Irish harus berjalan ke arah gelap. Ia masih malu, ditambah banyak yang mengintip dari arah dapur.

Irish menunggu Brata sekitar 50 meter dan menunggu di tempat gelap. Ia yakin, besok ia akan jadi bulan-bulanan ejekan oleh senior disana.

Hal-hal seperti ini, yang membuat pekerjaan Irish tak terasa. Apalagi mengingat Galen, semua capek dan tulang remuk, hilang dalam detik itu juga.

Brata datang. Irish naik ke atas motor dan melihat semua teman kerjanya keluar dan melihat mereka. Ya ampun, memalukan. Irish tak tahu lagi seperti apa wajahnya sekarang.

"Besok pasti diejek." Ucap Irish ketika motor melaju meninggakkan orang-orang yang memandang mereka. Dasar teman kerja resek!

"Anggap aja nggak ada apa-apa kak. Lagian mereka ejek biar nggak stress aja. Kerja kan capek."

"I-iya."

"Nanti kakak bilang ya, kalau udah masuk gang." Irish berencana turun di depan gang. Ia malu, jika diantar sampai depan rumah. Apalagi ibunya yang akan membukakan pintu, pasti akan direcoki banyak pertanyaan. Padahal, hanya teman kerja yang kebetulan menawarkan untuk mengantar pulang.

"Makasih ya." Benar. Irish hanya turun di depan gang. Gadis itu harus terus berjalan melewati 5 rumah, agar ia sampai di rumahnya.

Penat. Pasti terasa. Tapi Irish sudah berjanji untuk menelpon Galen. Irish berencana melakukan video call. Semoga, Galen mengangkat demi rasa penatnya terbayar.

Dan benar saja. Galen mengangkat panggilan video itu.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height