BYUNTAE KIM/C3 A NEW LIFE HAS COME
+ Add to Library
BYUNTAE KIM/C3 A NEW LIFE HAS COME
+ Add to Library

C3 A NEW LIFE HAS COME

Aku menatap Ibu sekali lagi, menyelami pandangan matanya yang semenjak Ayah meninggal mulai redup itu. Aku masih belum beranjak dari tempat dimana aku berdiri di depan Ibu. Bagaikan telenovela aku dan Ibu saling diam melempar pandang.

"Bu..."

"Cepatlah pergi. Ibu tidak mau kau ketinggalan pesawat. Ingat, jangan kecewakan Ibu seperti yang dilakukan kakakmu. Tante Kim Venna pasti bisa mengawasimu, dan ketiga anaknya."

"Apa Ibu tidak ingin merubah pikiran Ibu?" Tanyaku hati-hati. Ia menghampiriku. Menepuk lenganku beberapa kali dan terlihat beliau sedang menahan tangisnya.

"Hus hus, sana pergi. Ibu yakin ini pilihan terbaik. Jangan kecewakan Ibu." penuh penekanan di setiap kata terakhir Ibu.

"Baiklah, demi kebahagiaan Ibu aku akan menuruti perintahmu." Aku mulai menerima kenyataan dan takdir yang telah tertulis untukku kali ini. Kalimat Kak Revando waktu itu terus menghantui pikiranku. Dia benar, aku harusnya bisa membaca kondisi dan memahami keadaan Ibu saat ini. Aku pikir mengorbankan sedikit harapan dan anganku tak menjadi masalah besar. Ini semua demi kebahagiaan Ibu. Demi ketentraman hati Ibu.

Aku berbalik membelakangi Ibu dan mulai mendorong troli koperku. Aku tak menghiraukan Ibu lagi, berusaha untuk tidak menangis karena aku harus meninggalkannya. Tapi…

"Bu!!!" Aku berbalik dan berlari ke arahnya, berlari ke pelukannya. Dan lihat! Ibu juga menangis!

"Jaga kesehatan Ibu, aku tidak mau mendengar bahwa Ibu sakit. Biarkan Kak Rafika bersenang-senang semaunya. Ibu masih memiliki aku dan Kak Revando. Aku yakin dia bisa menjaga Ibu."

Ibu mengelus punggungku pelan. Aku semakin tersedu.

"Rasya, berjanjilah pada Ibumu bahwa kau akan jadi anak kebanggaan Ibu."

"Aku berjanji Bu. Kau bisa pegang janjiku."

"Baiklah, segera pergi! Kau akan menjajaki kehidupan baru di Korea. Fighting Rasya!!!" Ibu mengepalkan kedua tangannya di samping kepala. Aku tersenyum geli, dan mulai berjalan memasuki ruang check-in.

Incheon International Airport, 17.30 KST.

"A new life has come." Aku menghela nafas dan berjalan ke luar bandara. Aku melihat beberapa penjemput menenteng nama para penumpang. Dan aku sedikit kaget saat ada namaku. Rasya Vivenna – Indonesia.

Aku mengerutkan keningku. "Siapa lelaki itu?" gumamku. Aku mendekatinya dan mengajaknya berbicara dengan bahasa Korea ku yang cukup fasih.

"Nuguya?" Tanyaku. Lelaki itu justru mengerutkan keningnya dan bergidik ngeri saat aku menanyainya.

"Nae Kim Arion imnida. Nugu?"

"Kim Arion? Kenapa kamu membawa name tag-ku?"

Dalam sedetik mimik wajahnya berubah ramah.

"Ah, jadi kau yang namanya Rasya Vivenna? Aku adalah anak Ibu Kim, teman Ibumu."

Aku manggut-manggut dan tersenyum. "Jadi begitu? Aku kira kau adalah pesuruh Ibu Kim."

"Mwo? Apakah aku seperti pesuruh?"

Aku memandangi style-nya. Jeans hitam menempel di kaki jenjangnya, dipadukan dengan kemeja kotak-kotak biru hitam dan sepatu nike putih. Aku bengong sebentar. "Fashionable." ungkapku tanpa sadar.

"Apa? Kau bilang aku fashionable?"

Aku langsung salah tingkah karena ternyata dia mendengarku.

"Haha, kajja kau harus beristirahat. Untuk sementara Ibumu bilang kau harus tinggal di rumah Ibuku dulu. Baru setelah kau mendapatkan apartemen yang cocok, kau bisa pindah."

"Heol! Ibu bilang dia sudah menyiapkan apartemen untukku. Kau sedang berbohong Arion-ssi?"

"Aniya, aku serius."

Aku mendengus kasar. Tapi tak apalah, mungkin beberapa hari serumah dengan lelaki tampan seperti Kim Arion memberikan pengalaman baru bagiku. "Haha, aku ini bicara apa sih." batinku dalam hati.

.

.

.

Selama di perjalanan aku lebih banyak diam dan memilih mendengarkan dongeng dari Arion -sapaan akrab Kim Arion- yang sedang menceritakan tentang penjuru negara Korea.

"Nah kita sudah sampai. Ayo turun."

Aku membuka pintu mobil dan sedikit terkejut dengan rumah mewah berdinding kaca di depanku.

"Inikah rumah Ibu Kim?"

"Tentu, dan ingat aku adalah anaknya. Jadi ini juga rumahku. Ayo masuk, Ibu sudah menunggumu."

Aku melangkahkan kakiku masuk ke pekarangan rumahnya. Arion membawakan koper-koperku, dan saat Arion membuka pintu utama kami disambut dua pembantu Ibu Kim dan lansung mengambil alih koper-koperku.

"Annyeonghaseyo, Rasya Vivenna!" Suara seseorang menginterupsi gendang telingaku, membuat aku dan Arion menoleh bersamaan.

"Ah, Tante Kim aku datang." Aku membungkukkan badanku bermaksud untuk menghormatinya.

"Jangan panggil aku seperti itu! Kau cukup panggil aku dengan sebutan Ibu."

Aku terkekeh geli, entah mengapa walaupun awalnya aku tidak berniat bersekolah di Korea, tapi sekarang aku merasakan kehangatan menerpaku.

"Ayo makan dulu, kau pasti lelah setelah delapan jam berada di pesawat." Aku dirangkul Ibu Kim dan menuju dapur.

"Ibu, apakah kita tidak biarkan dia untuk istirahat dulu? Aku yakin dia pasti lelah." Sela Arion dari belakang.

"Ah, aniya. Aku tidak lelah Arion-ah." Aku duduk di meja makan dan Ibu Kim langsung mengambilkanku beberapa potong spicy wings.

"Ini makanlah. Aku berharap kau betah tinggal di sini. Aku memiliki tiga anak laki-laki. Arion adalah anak pertamaku. Anak keduaku bernama Kim Aksa, mungkin lebih tua darimu dua tahun. Dan yang terakhir adalah Kim Arvin, seumuran denganmu. Aku menamai mereka dengan nama Indonesia, karena aku tidak melupakan asalku hahaha…" jelas Ibu Kim yang bernama asli Tiara Arvenna. Dia adalah sahabat Ibu sejak SMP, SMA, hingga kuliah. Tante Venna harus meninggalkan Indonesia saat dia menikah dengan pengusaha asal Korea bernama Kim Ha-In. Sayangnya, Om Ha-In telah tiada semenjak lima tahun yang lalu akibat kecelakaan mobil.

"Benarkah? Dimana mereka tan?" Aku sedikit antusias mendengarkan Ibu Kim memperkenalkan anak-anaknya. Berusaha untuk menghormati beliau yang sebentar lagi akan berperan sebagai Ibuku selama di Korea.

"Aigoo, aku sudah bilang jangan panggil aku tante, panggil Ibu! Ibu."

"Ah, baik Bu…" jawabku terdengar kaku.

"Kedua anakku sedang ada di luar, Aksa bermain dengan temannya. Sedangkan Arvin pasti sedang latihan basket." Ibu Kim menjelaskan panjang lebar mengenai anak-anaknya, keluarganya, dan bisnis-bisnisnya yang sampai ke Amerika.

Cukup lama kami bertiga berbincang di meja makan. Sampai akhirnya ada seorang lelaki menaiki tangga tetapi dicegah oleh Ibu Kim.

"Aksa, kemarilah! Kita kedatangan tamu."

Yang dipanggil hanya melengos ke arahku, tapi dia menuruti kata-kata Ibunya. Dia menghampiri meja makan, dan memberikanku salam penghormatan. Begitu juga denganku.

"Namanya Rasya, dia anak teman lama Ibu yang ada di Indonesia. Dia akan menjadi adik tingkatmu di Hongdae, Ibu harap kau menjaganya seperti adikmu sendiri."

Aku membelalakkan mataku saat mendengar perkataan Ibu Kim. "Adik tingkat?!" batinku.

Jujur, aku tidak suka dengan raut wajah Aksa. Dia sangat tampan, tapi sepertinya arogan. Dan lihatlah betapa lusuh rambutnya yang berwarna hitam kehijauan itu. Ah lelaki tak pernah menyisir rambut!!!

“Aku tidak bisa berjanji akan menjaganya Bu.” Ujar Aksa yang membuat kami semua terbelalak.

“Aksa, mengapa kau berbicara seperti itu?” tanya Arion, tak suka dengan ketidaksopanan adiknya itu.

“Wanita Asia seperti dia, akan banyak diincar di kampus nantinya.” Ujar Aksa seraya pergi meninggalkan meja makan dan menaiki tangga. Ibu Kim hanya bisa geleng-geleng kepala merasakan tingkah laku anaknya itu.

“Tolong maklumi sikap Aksa ya, Sya… Dia memang agak sedikit berbeda dari anak-anakku yang lainnya. Tapi walaupun begitu banyak wanita yang tergila-gila padanya.” Ucap Ibu Kim dengan bangga karena anaknya adalah idola para wanita.

“Ah, iya Bu…” Aku mengiyakan ucapan Ibu Kim yang sebenarnya ingin aku sanggah itu. Tapi aku ingat posisiku di sini, tidak mungkin pertama kali datang aku langsung mengajaknya beradu argumen. Apalagi ini menyangkut anaknya.

“Rasya, tidak usah memikirkan ucapan Aksa tadi ya? Dia hanya asal bicara pasti.” Arion berusaha menenangkanku. Ya, kurasa dia tahu kekhawatiranku atas pernyataan Kim Aksa tadi. Apakah benar ucapan Aksa tadi?

“Baik, Arion. Aku tidak akan mengkhawatirkannya.” Jawabku, terlihat sekalem dan setenang mungkin.

“Kalau sudah selesai, kau langsung ke kamar ya Sya? Semuanya biar Ibu yang bereskan. Ayo, cepat ke kamar sekarang dan beristirahatlah. Arion, tolong antarkan Rasya ke kamarnya, oke?” pinta Ibu Kim dengan lembut kepada Arion.

“Oke, Ibu…” jawab Arion tak kalah lembutnya.

“Maaf aku merepotkan dan tidak bisa membantu Bu…” ujarku tidak enak karena Ibu Kim harus membereskan semua piring kotor yang ada di meja.

“Ah, tidak merepotkan! Kau tahu, aku sangat senang dengan kedatanganmu! Aku bahagia sekali kau telah sampai di rumahku, setelah ini aku akan menelepon Ibumu!” ujar Ibu Kim dengan girang.

Aku hanya bisa tersenyum dan berpamitan pada Ibu Kim, beranjak menuju kamarku dengan mengekor langkah Kim Arion.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height