BYUNTAE KIM/C5 FIRST DAY
+ Add to Library
BYUNTAE KIM/C5 FIRST DAY
+ Add to Library

C5 FIRST DAY

Aku berjalan menyusuri lorong Hongdae University. Tak henti-hentinya aku berdecak kagum dengan arsitektur bangunan kampusku sendiri.

"Not bad, tapi hatiku masih tetap untuk Harvard." Ucapku tanpa memperhatikan apa yang ada di depanku.

Brugh.

Badanku limbung dan tersungkur di lantai marmer. Tanganku berhasil menumpu agar kepalaku tidak terantuk lantai.

"Mianhae, aku tidak sengaja." Lelaki di hadapanku mencoba membantuku berdiri. Aku membenarkan rambutku dan memandang ke arahnya.

Laki-laki berambut merah, dengan balutan kemeja hitam dan celana jeans yang mendekap erat kakinya. Aku menelan salivaku kesusahan. Tampan!

"Gulp." suara memalukan itu sepertinya terdengar oleh lelaki berambut merah di hadapanku saat ini.

"Apakah kau baik-baik saja? Tidak ada yang terluka kan? Jika ada, aku bisa membawamu ke klinik." Dia mencoba meneliti tubuhku, dan aku bisa melihat pandangannya terhenti di dadaku.

Aku bukanlah seorang wanita penggoda, pakaian yang kukenakan pun sangat sopan. Tapi entah, mungkin karena ukurannya yang bisa dibilang besar makanya dia memandanginya lapar.

"Aku tidak papa, maaf jika aku menabrakmu." Aku mencoba menggerakkan badanku dengan maksud agar ia mengalihkan pandangannya dari sana. Dan berhasil.

"Tidak tidak, aku yang menabrakmu karena aku terburu-buru menuju kelas. Apakah kau mahasiswi baru? Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya."

"Ah, iya. Aku mahasiswi baru. Apakah kau bisa mengantarku ke kelas manajemen? Aku masih sedikit bingung dengan tata ruang universitas ini."

"Dengan senang hati." Ujarnya sambil tersenyum. Wow, matanya menjadi sangat sipit ketika dia tersenyum seperti itu. Smiley eyes lelaki satu ini sangat sempurna dan menambah ketampanannya.

Di perjalanan menuju kelasku, kami saling memperkenalkan diri. Park Dae Jung. Nama yang cukup unik. Aku menyukai cara dia berbicara, suaranya yang melengking membuatku tersenyum saat dia tertawa.

"Nah kita sudah sampai. Selamat belajar ya. Aku harus ke kelas biologi dulu."

"Ne, gomawo Dae Jung-ssi."

"Apakah sehabis waktu kelas usai, kau ada urusan? Aku harus mentraktirmu secangkir kopi untuk merayakan perkenalan kita." Tanyanya ramah.

Aku berpikir sejenak. Sepertinya Dae Jung ini orang baik, jadi tidak ada salahnya jika aku mengiyakan ajakan tersebut. Dia tersenyum puas saat aku mengangguk.

.

.

.

Kelas telah usai. Hari pertamaku sebagai mahasiswi Hongdae cukup menyenangkan. Setidaknya, aku berusaha untuk menganggapnya menyenangkan. Aku menyadari sepenuhnya jika aku harus tinggal di Korea selama empat tahun ke depan, jika aku tidak membuatnya menyenangkan, aku pasti tidak akan betah tinggal di sini. Apalagi tujuanku di sini adalah ingin berbakti pada Ibu, walaupun harus mengorbankan keinginanku sendiri.

Aku sedang menunggu Dae Jung di lobby. Bahkan semenjak kelas dimulai, aku tidak bisa tidak memikirkan pertemuanku dengannya. Begitu juga dengan ajakannya minum kopi untuk merayakan perkenalan kami. Rasanya aku sangat bersemangat untuk bertemu dengannya lagi. Tiba-tiba mobil sedan mewah berwarna putih berhenti di depan lobby. Pemiliknya membuka kaca jendela dan mengajakku untuk masuk. Park Dae Jung, si pemilik mobil mewah itu tadi!

"Ayo, apakah kau akan berdiri di situ sampai aku menggendongmu?" Tanya Dae Jung sambil melepas topinya.

Betapa malunya aku ketika kedapatan sedang bengong dan speechless karena Dae Jung yang berada di dalam mobil itu. Dari tampilannya, Dae Jung memang sangat stylish. Tapi aku tidak menyangka jika dia ternyata adalah orang kaya. Atau mungkin ini hanya mobil pinjaman? Ah, tidak tahu! Aku langsung berjalan dan masuk ke mobilnya ketika kesadaranku mulai kembali.

.

.

.

"Mengapa kau bersekolah di Korea? Apakah di Indonesia kau tidak menemukan universitas terbaik?" Tanya Dae Jung sambil menginjak pedal gasnya pelan. Aku tersenyum kecut. Tidak boleh aku menceritakan aib keluargaku dengan orang yang baru saja kukenal.

"Aku hanya ingin bersekolah di sini. Karena... ummmm karena aku tahu jika Hongdae adalah universitas terbaik di Korea." Jawabku, berusaha untuk menutupi rasa kecewaku setiap kali ditanya tentang alasanku kuliah di Korea

"Oh begitu ya..."

Perjalanan ini kami tempuh dalam waktu setengah jam. Tidak terlalu jauh memang dari kampus. Kesan pertamaku setelah ngobrol banyak dengannya, dia adalah orang yang periang. Suara ketawanya sangat khas, dan smiley eyes-nya sangat memukau. Dia sangat suka ngelawak. Dan dia sangat perhatian padaku.

Setelah Dae Jung selesai memarkirkan mobilnya, aku keluar dari mobil dan segera menyusul Dae Jung yang sudah berada di depanku. Entah, rasanya semua orang disini memperhatikan kami berdua.

"Dae Jung-ah, mengapa mereka semua memperhatikan kita seolah kita ini selebriti Korea?" Dae Jung tidak menjawab, hanya kekehan kecil yang aku dengar.

"Selamat siang Tuan, apakah pacar baru?" Sapa pelayan kedai kopi saat Dae Jung masuk.

"Haha, bukan urusanmu Kim Joon!." Jawab Dae Jung sambil menepuk pelan bahu pelayan yang membukakan kami pintu itu.

Kim Joon -yang kudengar dari Dae Jung- hanya tersenyum dan menyapaku ramah.

"Annyeonghaseyo." Aku membalas keramahannya.

Dae Jung membawaku ke roof top kedai kopi ini yang menampakkan pemandangan Kota Seoul. Cantik! Aku yang terpana dengan sigap langsung mengembangkan mataku dan berdecak kagum.

"Apa kau suka? Sepertinya kau sangat kagum dengan semua ini." Tanyanya, sambil menatapku.

"Sangat Dae Jung-ah! Aku sangat suka dengan pemandangan dari atas gedung seperti ini!” jawabku. Aku mendapati Dae Jung sedang tersenyum sambil memandangiku. Kelakuannya yang seperti itu berhasil membuatku canggung dan kaku.

“Tapi ngomog-ngomong kenapa kau seenaknya ke sini? Kau seolah bertingkah bahwa kau pemilik kedai kopi yang cukup mewah ini." Aku berusaha untuk mengalihkan pandangan Dae Jung dengan berdiri dan memunggunginya.

"Memang." Jawabnya enteng dan santai. Dia menyusulku berdiri, kami memandangi keindahan Kota Seoul yang dipenuhi dengan gemerlap lampu karena hari telah menuju gelap.

Aku memandangnya heran. "Kenapa kau tak mengatakannya?" Suaraku sedikit terlihat kesal.

"Untuk apa? Apakah untuk memberikan citra positif terhadapku? Ah, tidak Rasya. Aku tidak ingin di awal perkenalan kita kau menganggap aku ini tukang pamer."

Seketika aku mengatupkan kedua bibirku. Dae Jung sangat dewasa. Berbeda dengan penampilannya yang menampakkan usia belianya.

"Kau mau makan apa?" Dae Jung membuka buku menunya untukku, dan menyerahkannya padaku. Aku menerimanya dengan gugup. Entah kenapa baru saja mengenalnya, tapi jantungku suka berpacu tak karuan di dekatnya.

Setelah cukup lama aku membolak-balikkan buku menu, aku menjatuhkan pilihanku pada makanan khas Korea. "Aku ingin bulgogi saja. Minumnya frappuchino bubble."

"Baiklah tunggu sebentar." Dae Jung mengeluarkan handphone-nya dan menyebutkan pesananku tadi.

"Kau tidak makan?" tanyaku, karena Dae Jung tak menyebutkan pesanan selain yang kupesan tadi.

"Aniya, aku tidak lapar." Jawabnya. Aku hanya mengangguk paham dengan jawabannya.

Aku melahap habis makanan yang ada di hadapanku. Aku melihat Park Dae Jung sedang sibuk dengan handphone-nya dan cekikikan seperti orang gila. Aku tidak berani bertanya karena aku tidak ingin dianggap mengganggunya. Tiba-tiba Dae Jung memperlihatkan layar handphone-nya kepadaku.

“Ya!” Ujarku kaget karena ternyata Dae Jung mengambil gambarku diam-diam saat aku sedang asik melahap makananku. Banyak sekali derp face yang ia tangkap. Memalukan sekali! Dae Jung semakin tertawa girang melihatku tidak terima dengan foto-foto jelekku itu.

“Hapus Park Dae Jung!” ujarku sambil berusaha merebut handphone dari tangannya. Dengan sigap Park Dae Jung langsung menarik handphone-nya lagi dan memasukkannya ke dalam kantong celananya. Karena tidak berhati-hati, saat aku berdiri dan berniat untuk mengambil handphone Dae Jung, kakiku tersandung kaki meja dan aku jatuh ke pelukan Dae Jung.

“Rasya!” teriak Dae Jung khawatir sembari kedua tangannya sigap menangkap tubuhku. Wajahku menghadap ke dada Dae Jung dan dalam kesempatan itu aku bisa menghirup aroma tubuh Dae Jung yang sangat segar. Ketika aku sadar jika posisiku sedang berada di pelukan Dae Jung, aku segera berdiri dan memohon maaf berkali-kali pada Dae Jung.

“Hai, tidak perlu minta maaf Sya, kau bahkan tidak salah.” Ujar Dae Jung sambil membantuku membenarkan bajuku yang tersingkap ke atas.

“Kau sih! Jahil!” ujarku, masih tidak terima dengan fotoku tadi. Dae Jung kembali tertawa, dan aku pun ikut tertawa karena suara tawa Dae Jung sangat menular!

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height