BYUNTAE KIM/C7 LOVE COMES UNEXPECTEDLY
+ Add to Library
BYUNTAE KIM/C7 LOVE COMES UNEXPECTEDLY
+ Add to Library

C7 LOVE COMES UNEXPECTEDLY

Aku berusaha menghapus kissmark yang ditinggalkan Arvin di leherku. Bulir bening mengalir dari pelupuk mataku.

"Kau jahat Kim Arvin! Kau memanfaatkan kelengahanku! Awalnya ku kira kau orang baik, tapi ternyata kau sama seperti kakakmu!" gerutuku dalam hati.

Tring~

Suara handphone yang berdering menghentikan aktivitasku sedari tadi, menghapus bekas biadab itu. Aku berjalan mengambilnya dan seketika senyum mengembang di wajahku. Dengan segera aku menghapus air mataku, menormalkan suaraku agar tidak serak khas orang setelah menangis.

"Yoboseoyo Dae Jung-ah?"

"..."

"Tidak, kelasku dimulai jam delapan."

"..."

"Aniya, aku tidak ada acara nanti malam. Baiklah, nanti alamatku akan ku kirim lewat pesan."

Aku mendekap handphone-ku saat hubungan terputus. Park Dae Jung mengajakku berkencan!

"Tunggu, tapi apakah ini tidak terlalu cepat?" Tanyaku pada diriku sendiri di cermin.

"Ah tidak tidak, yang penting aku harus berhati-hati supaya tidak terjerumus seperti Kak Rafika!"

Aku melanjutkan aktivitasku lagi menghapus bekas-bekas gigitan Arvin di leherku. Sial! Park Dae Jung tidak boleh melihat ini! Tapi bagaimana caranya aku menutupi semua bekas yang jumlahnya sangat banyak ini?! Untung aku tidak mati! Apakah Arvin tidak pernah membaca jika mencupang leher bisa menyebabkan kematian?!

.

.

.

Ibu Kim menyeret kopernya saat aku turun dari kamarku. Dia terlihat sangat rapi dan cantik menggunakan setelan kantor berwarna hitam. Aku tahu kenapa anak-anaknya begitu stylish, karena Ibunya saja berdandan bak girlband Korea.

"Rasya, aku dan Arion akan pergi ke Malaysia untuk beberapa hari ke depan. Kau tidak apa kan?" Ibu Kim menghampiriku dan memelukku. Aku melihat Aksa, Arvin, dan Arion sedang memandangi kami.

"Tidak apa Ibu, aku biasa di rumah sendiri waktu di Indonesia." Jawabku menenangkan kekhawatirannya. Mungkin Ibu Kim tahu jika anak kedua dan ketiganya tidak dapat dipercayai sepenuhnya. Mereka adalah setan-setan kecil Ibu Kim.

"Baguslah, Ibu mempercayakan Aksa dan Arvin padamu Rasya. Jika mereka menyakitimu, hubungi saja aku!" Ibu Kim terlihat sangat tegas pada kedua anaknya itu. Ia lalu melirik kedua putra tampannya. Yang dilirik hanya melengos membuang tatapan.

"Apakah kau sedang tidak enak badan?" Tanya Arion sembari mendekatiku. Aku menggeleng dengan cepat.

"Lalu mengapa kau memakai scraft ini? Cuaca tidak sedang dingin, Sya…" Arion menunjuk scraft yang melingkar manis di leherku. Seketika aku gelagapan mencari alasan.

"Eumm... ini, ini karena..." aku kebingungan mencari alasan yang tepat. Keempat orang di hadapanku sedang menunggu jawabanku.

"Karena dia ingin memakai scraft pemberian dariku." Potong Arvin tak acuh. Arion, Ibu Kim, dan Aksa saling beradu tatap.

"Dalam rangka apa kau memberinya scraft secantik itu?" Tanya Arion menyelidik.

"Dalam rangka menyambutnya datang di rumah ini." Jawabnya sekalem dan setenang mungkin.

Ibu Kim tersenyum jahil memandangiku. Berbeda sekali dengan Aksa yang kelihatan tak suka.

"Yasudah kalau begitu Ibu dan Arion pergi dulu. Kalian jaga diri baik-baik. Ingat, jangan keluyuran terus-terusan!" pesan Ibu Kim pada dua anaknya. Heran, mereka terlihat sangat menuruti perintah Ibunya. Tidak terlihat sedikit pun jika keduanya adalah anak yang nakal. Setidaknya itu penilaianku, sih…

"Ne Ibu." Aksa dan Arvin menjawab bersamaan.

"Jadi berandal arogan itu bisa menjadi semanis anak mama?" batinku dalam hati.

😊 😊 😊

Setelah kelas selesai, aku segera mengemasi bukuku dan bergegas menuju perpustakaan. Profesor Park memberikan tugas review buku dan buku itu tersedia di perpustakaan kampus. Mengingat Ibu Kim dan Arion yang sedang ke luar negeri, maka kuputuskan untuk pulang agak larut malam agar sesampainya di rumah nanti aku langsung bisa tidur. Entah mengapa aku merasa kurang nyaman membayangkan di rumah bersama Aksa dan Arvin. Aku telah terlalu kecewa dengan sikap mereka yang seenaknya itu.

"Rasya-ssi, apakah kau tidak keberatan jika aku ikut denganmu?" Park Dae Sun, menarik tanganku saat aku akan keluar dari kelas. Aku dan dia menjadi teman ketika kami harus berada dalam satu kelompok beberapa waktu yang lalu.

"Memangnya kau mau kemana? Aku mau ke perpustakaan." Jawabku bingung.

"Ne, aku juga akan ke sana." Park Dae Sun berjalan mendahuluiku.

"Baiklah, tak masalah." Ujarku sembari menyusulnya.

Sepanjang perjalanan aku dan Dae Sun bersendau gurau mengenai berbagai hal. Sampai akhirnya kami sudah sampai di perpustakaan.

"Apa kau mau mengerjakannya bersamaku?" tanya Dae Sun, aku meliriknya dan mengerutkan dahiku sebentar.

"Apa kau tidak keberatan?" aku mencoba untuk memastikan.

"Tentu saja tidak, aku malah senang bisa mengerjakan bersama mahasiswi pintar sepertimu."

Aku terkekeh kecil. "Pintar? Dari mana kau tahu jika aku pintar?" Tanganku sibuk mencari buku yang kumaksud.

"Aku tahu karena kau berada di jalur prestasi dan namamulah yang bertengger di nomor satu." Jawab Dae Sun serius. Sejenak aku menghentikan kegiatanku dan memandangnya. "Kau tahu soal itu?" tanyaku tak percaya. Maksudku, kenapa dia tahu soal seperti itu? Tidak terlalu penting bukan untuk mahasiswa lain?

"Ya, karena aku mencari tahu tentang mahasiswi baru asal Indonesia ini."

Akhirnya buku yang kucari ketemu! Aku tidak terlalu menghiraukan ucapan Dae Sun lagi. Aku lebih memilih untuk sesegera mungkin menyelesaikan tugas dari Profesor Park.

Kami berjalan ke meja panjang yang sering digunakan mahasiswa lainnya mengerjakan tugas. Saat ini perpustakaan memang lebih sepi dari biasanya. Hanya segelintir mahasiswa saja yang sedang mencari buku-buku di rak-nya. Tidak ada mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugasnya di sini. Aku dan Dae Sun dengan percaya diri duduk dan memulai untuk membuka buku. Tiba-tiba petugas perpustakaan mendatangi kami dan memberikan informasi jika perpustakaan akan tutup dalam 20 menit ke depan.

“Kami hanya melayani untuk peminjaman buku saja, karena dalam 20 menit ke depan kami akan tutup sementara dikarenakan ada buku-buku baru yang datang. Jadi kami semua petugas perpustakaan harus menyortirnya.” Ujar petugas perpustakaan kepada kami berdua.

Dengan sangat terpaksa aku dan Dae Sun mengemasi barang-barang kami dan beranjak dari perpustakaan. Kami masih berusaha mencari tempat yang bisa kami jadikan naungan untuk mengerjakan tugas. Tapi karena perpustakaan tutup, jadi beberapa tempat strategis telah terisi penuh mahasiswa yang sedang mengerjakan tugasnya.

"Jadi kapan kita akan mengerjakannya? Dimana?" Tanyaku sambil keluar dari perpustakaan dan setelah putus asa mencari tempat.

"Bagaimana jika nanti malam? Di apartemenku?" tawar Dae Sun.

"Aku tidak bisa, ada acara yang harus kuhadiri." Jawabku. Nanti malam aku telah berjanji akan menemui Park Dae Jung, jadi tidak mungkin aku membatalkan acara itu.

Dae Sun terlihat sedikit menimbang, mencari waktu yang tepat. "Besok malam?" tawarnya lagi.

"Baiklah. Tak masalah. Kalau begitu aku pulang dulu ya, annyeong Dae Sun-ah."

.

.

.

Dengan berat hati aku telah sampai rumah. Terdapat mobil Aksa terparkir di luar pagar. Tidak berada di garasi. Dengan langkah gontai aku berjalan menuju pintu utama dan membukanya. Aku melihat Aksa sedang memangku wanita topless. Aku yang terkejut memundurkan langkahku dan menutup kedua mataku.

"Ya! Siapa kau?" Tanya wanita itu tak senang karena kegiatan panasnya sedang kuganggu.

"M-mianhae, aku tidak bermaksud untuk mengganggu kalian. Aku hanya ingin masuk." Aku berjalan dengan cepat. Kurasakan tatapan dingin Aksa yang menusuk sekujur tubuhku.

"Siapa dia Sa?" tanya wanita itu pada Aksa.

Aku masih bisa mendengarnya saat aku menaiki tangga. Tapi apa jawaban Aksa tak berhasil kutangkap, aku langsung masuk ke kamar dan mengatur nafasku.

"Apa dia gila?! Ini rumahnya, seenaknya saja mereka melakukan hal itu. Di ruang tamu lagi! Mentang-mentang Ibu Kim ke luar negeri, kelakuan anaknya seperti itu eoh?! Menjijikkan!!!" Umpatku kesal.

Aku berusaha menetralisir suasana hatiku yang baru saja melihat adegan panas secara live. Aku masih tidak habis pikir dengan cara pikir mereka. Mengapa harus membawa wanita pulang ke rumah dan melakukan hal seperti itu? Apakah mereka tidak mengenal hotel? Apa mereka biasa melakukan hal seperti itu di rumah ketika Ibu Kim dan Arion sedang mengurusi bisnis mereka?

Aku melirik ke arah jam, pukul lima. Aku harus segera mandi dan menyiapkan diri untuk kencanku nanti malam. Park Dae Jung mengatakan dia akan datang ke rumahku sekitar jam tujuh. Untuk kencan pertama, dua jam adalah waktu yang sangat cukup untukku bersiap-siap. Aku akan memberikan yang terbaik untuk penampilanku malam ini. Aku tidak akan mengecewakan Park Dae Jung, karena aku sendiri merasakan bahwa perasaanku sedikit berbeda jika sedang berada bersamanya.

Kuputuskan untuk melupakan apa yang tadi Aksa lakukan. Aku telah menganggap bahwa aku tidak melihat apapun, aku juga tidak akan melaporkannya pada Ibu Kim, Arion, maupun Arvin. Aku akan menyembunyikan rahasia itu. Aku menarik nafas panjang, dan membuangnya. Setelah itu aku beranjak dari kasurku dan bergegas untuk mandi.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height