Cinta Yang Terenggut/C10 Peringatan Bastian
+ Add to Library
Cinta Yang Terenggut/C10 Peringatan Bastian
+ Add to Library

C10 Peringatan Bastian

“Huahahaha…!”

Bastian tertawa terpingkal-pingkal mendengarkan cerita Jonathan mengenai insiden kemarin di gedung bioskop yang berlanjut sampai dia dan Theresia pulang ke rumah.

“Apanya yang lucu? Kok tertawa sampai heboh begitu?”

Bastian masih tertawa-tawa sampai air matanya hampir keluar.

“Hahaha…Jonathan, Jonathan. Aku merasa lucu membayangkan kamu bolak-balik naik-turun tangga di bioskop untuk membeli popcorn, kentang, air mineral…. Wah, wah, wah…, Theresia itu layak diberi penghargaan sebagai istri terbawel di muka bumi ini! Hahaha….”

Jonathan memelototi sahabatnya itu dengan geram. Kesal sekali dia dijadikan bahan tertawaan oleh orang yang selalu menjadi tempat curhatnya selama ini. Jauh di dalam lubuk hatinya, laki-laki tampan itu sebenarnya merasa malu mengungkapkan permasalahan rumah tangganya dengan orang lain. Namun jika menanggungnya seorang diri, lama-kelamaan dia bisa minum obat penenang seperti istrinya.

Sementara itu Bastian berusaha menenangkan dirinya dengan menarik napas panjang dan menghembuskannya kembali. Meskipun masih merasa geli, laki-laki berambut cepak itu akhirnya mengalihkan pembicaraannya dengan bertanya tentang Mina Sunyoto, teman SMA Jonathan yang kebetulan bertemu di bioskop dan menjadi sumber pertengkarannya dengan Theresia.

“Memang si Mina itu cantik banget, Bro? Istrimu kok sampai belingsatan setelah melihatnya.”

“Yah, biasa aja, sih. Rambutnya lurus pendek dan disemir pirang….”

“Bibirnya sensual seperti Angelina Jolie….”

“Aku nggak memperhatikan sejauh itu, Bas. Itu bisa-bisanya There aja.”

“Terus pakai rok mini warna putih….”

“Apalagi itu! Bibirnya yang letaknya di atas aja aku nggak merhatiin. Apalagi bagian bawah tubuhnya. Lagian mana bisa mataku nakal kemana-mana kalau ada There yang terus-terusan memantau di sebelahku?!”

“Berarti kalau lagi nggak jalan sama istri, matamu nakal, dong?”

Jonathan mati kutu mendengar pertanyaan cerdik sahabatnya itu. Dilihatnya Bastian yang nyengir menggoda di depannya.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku, Bro,” tagih Bastian sambil mengerling nakal.

Sahabatnya terpaksa menyahut, “Kita kan sama-sama laki-laki, Bas. Kalau ada pemandangan indah kenapa dilewatkan. Betul, nggak? Tapi sumpah mati, sejak pacaran sama There aku nggak pernah menyentuh perempuan lain!”

“Aku percaya. Kamu tipe laki-laki yang menghargai sebuah hubungan. There pacarmu yang paling serius, kan?”

Jonathan mengangguk membenarkan. Seumur hidupnya dia hanya pernah berpacaran tiga kali. Pertama dengan teman SMA, lalu dengan kawan kuliah, dan terakhir dengan Theresia. Ia mengenal istrinya itu ketika sedang mengikuti tender asuransi tenaga kerja yang diadakan oleh pabrik cat Simon Iskandar, ayah kandung Theresia. Kecantikan dan kesupelan gadis itu telah menawan hatinya. Rupanya pewaris tunggal keluarga Iskandar itu juga menaruh hati kepadanya. Seiring berjalannya waktu hubungan muda-mudi tersebut menjadi dekat dan keduanya akhirnya memutuskan untuk menjalin hubungan yang lebih serius.

Ayah Theresia tidak berkeberatan memiliki calon menantu yang strata sosial maupun ekonominya jauh di bawah keluarganya, asalkan pemuda itu mempunyai kepribadian yang baik, cerdas, dan mau bekerja keras. Laki-laki yang sudah banyak makan asam garam kehidupan itu menilai semua kriteria itu terdapat dalam diri Jonathan. Tanpa ragu-ragu dia menyetujui putrinya menjalin hubungan spesial dengan pemuda tersebut. Selang setahun kemudian Simon bahkan menanyakan kelanjutan hubungan mereka dan berkata bahwa jika memang sudah serius sebaiknya tidak usah menunda-nunda pernikahan.

Jonathan yang saat itu karirnya sedang naik di bisnis asuransi diberikan opsi untuk segera menikahi Theresia dan bekerja penuh waktu di perusahaan milik Simon atau memutuskan saja hubungan dengan gadis itu kalau memang belum siap membina rumah tangga. Karena memang sangat mencintai kekasihnya, akhirnya pemuda itu memilih opsi yang pertama. Dengan besar hati ditinggalkannya karirnya yang cemerlang untuk bergabung dengan perusahaan cat terbesar nomor dua di negeri ini.

“Oya, katamu sebentar lagi ada sekretaris baru. There nggak keberatan?” tanya Bastian ingin tahu.

“Nope.”

“Tumben.”

“Kenapa memangnya?”

“Dia kan cemburuan. Masa nggak menyeleksi sekretaris barumu terlebih dahulu?”

Jonathan terkekeh dan berkata lugas, “Lha, calon sekretaris baru itu bukan orang lain. Dia keponakan Bu Rosa, sekretarisku yang sekarang. There percaya sekali sama Bu Rosa, karena dulu menjadi sekretaris ayahnya lama sekali, dua puluh tahun lebih.”

“Keponakan? Berarti masih muda, dong?”

“Yes. Dua puluh tiga tahun.”

“What? So young.”

“Tapi dia sudah berpengalaman kerja sebagai sekretaris selama setahun ini. Udah kuwawancara, kok. Orangnya baik, sopan, cerdas, dan lancar sekali berbahasa Inggris. Kelihatannya juga tekun dan suka mempelajari hal-hal baru. Kurasa dia adalah calon yang tepat untuk menggantikan posisi tantenya.”

Dahi Bastian berkerut mendengarkan ulasan sahabatnya. Jonathan yang melihat ada gelagat yang tidak beres lalu bertanya, “Memangnya kenapa, Bas? Kok kamu jadi serius gitu?”

“Kamu nggak sedang jatuh cinta sama calon sekretaris barumu itu, kan?”

Jonathan bagaikan disambar geledek mendengar pernyataan Bastian. Laki-laki itu langsung mengelak dengan tegas, “Apa-apan, sih? Kok pikiranmu jadi negatif begitu?”

“Caramu mendeskripsikan gadis itu berbeda sekali dengan waktu cerita tentang teman SMA-mu yang ketemu di gedung bioskop itu.”

“Ya ampun, Bas! Mana bisa Karin dibandingkan dengan Mimin?! Karin itu tampak elegan meskipun penampilannya terbilang sederhana. Rambutnya panjang hitam alami, nggak disemir norak kayak Mimin. Make-up-nya juga tipis sekali, jadi kecantikannya tampak natural. Pakaiannya juga sangat sopan, cuma kemeja lengan panjang dan rok selutut. Nggak level-lah Mimin dibandingkan sama dia!”

Bastian kembali tertawa terbahak-bahak. Air matanya benar-benar keluar kali ini. Jonathan jengkel sekali melihatnya.

“Jonathan, Jonathan…. Coba kalau kata-katamu tentang Karin tadi kurekam dan kukirimkan pada istrimu, dia pasti akan menentang seribu persen gadis itu menjadi sekretarismu! Hahaha….”

“Apa maksudmu?”

“Masa kamu tidak sadar sudah terpesona pada gadis itu?”

“Ngawur!”

“Kamu bisa menjelaskan dengan detil penampilannya. Bahkan memujinya cantik natural, baik, sopan, cerdas, dan lain-lain. Begitukah kesan profesional seorang pimpinan terhadap calon pegawai barunya, Bro? Baru tahu aku.”

Jonathan tertegun mendengar pernyataan Bastian tersebut. Benarkah hatinya sudah tertawan oleh Karin?

“Saranku…kalau kamu masih berniat mempertahankan perkawinanmu, sebaiknya carilah seorang sekretaris yang sudah matang seperti Bu Rosa. Risikonya kecil, Bro.”

“Risiko apa?”

“Risiko kalian berdua menjalin affair.”

“Gila!”

“Sudah menjadi rahasia umum, Bro, beberapa bos menjalin hubungan istimewa dengan sekretarisnya. Kenapa hal itu tidak bisa terjadi pada dirimu?”

“Karin itu masih muda sekali, Bas. Nggak mungkin dia mau sama aku!”

“Kalau begitu, kamu sendiri mau sama dia?”

Deg! Dada Jonathan tiba-tiba terasa sakit, bagaikan ada sebuah belati menancap tepat pada ulu hatinya.

“Kamu belum menjawab pertanyaanku, Jon.”

Sahabat Bastian itu berdehem sebentar dan menjawab lirih, “Aku terpaksa menerima Karin bekerja untukku karena sungkan dengan Bu Rosa, Bas. Meskipun secara hierarki jabatan, dia adalah sekretarisku, tetapi sesungguhnya dia jauh lebih senior dariku di perusahaan itu. Aku belajar banyak hal darinya. Jadi rasanya tidak etis menolak rekomendasinya untuk mempekerjakan keponakannya menggantikan posisinya….”

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height