Cinta Yang Terenggut/C4 Sekretaris Jonathan Mau Mengundurkan Diri
+ Add to Library
Cinta Yang Terenggut/C4 Sekretaris Jonathan Mau Mengundurkan Diri
+ Add to Library

C4 Sekretaris Jonathan Mau Mengundurkan Diri

“Iya, Pak. Saya sangat berterima kasih. Bapak ini pimpinan saya, tapi malah memanggil saya dengan sebutan Ibu. Jadi sungkan rasanya.”

“Hahaha…, nggak-lah. Dirimu pantas mendapatkannya. Kinerjamu sangat baik, Bu. Saya malah nggak pernah terpikir Ibu akan menikah. Maaf, bukannya saya menghina. Tapi Bu Rosa kelihatannya sangat menikmati pekerjaan Ibu. Sudah dua puluh tahun lebih kan, Ibu bekerja di perusahaan ini?”

“Dua puluh empat tahun tepatnya, Pak.”

“Nah, apa nggak mau digenapin dua puluh lima tahun aja? Seperti usia kawin perak.”

“Hehehe…maunya sih begitu, Pak. Tapi usia saya sudah tidak muda lagi untuk menikah. Dan setelah resmi menjadi suami-istri, saya berencana membantu usaha garmen suami saya.”

“Oh, calon suami ibu adalah seorang pengusaha garmen?”

“Usaha kecil-kecilan, Pak. Tapi cukuplah untuk membiayai hidup kami berdua.”

“Maaf, calon suami Bu Rosa juga belum pernah menikah?”

“Sudah, Pak. Istrinya meninggal akibat kena kanker payudara beberapa tahun yang lalu.”

“Oh, begitu. Kasihan sekali. Dia nggak punya anak?”

“Punya, Pak. Dua orang anak laki-laki. Mereka sudah dewasa dan berkeluarga semua. Calon suami saya sudah dua tahun ini hidup sendiri, Pak. Makanya saya mau menikah sama dia. Hehehe….”

"Takut nggak cocok sama anak-anaknya kalau tinggal serumah, ya?”

“Hehehe…, iya Pak. Lebih baik menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, bukan?”

Jonathan tergelak mendengar ucapan sekretarisnya yang penuh makna itu. Rosa benar-benar menerapkan keefektifan dan keefisiennya bukan hanya dalam hal pekerjaan semata, tetapi juga kehidupan pribadinya.

“Kenal calon suami dari mana, Bu?” tanya Jonathan memberanikan diri. Ia penasaran bagaimana wanita secerdas dan setegas sekretarisnya itu bisa diluluhkan hatinya oleh seorang duda beranak dua.

Rosa tersipu malu. Mau tahu aja bos mudaku ini, cetusnya dalam hati. Tapi yah, tidak apa-apalah kuceritakan. Biar hubungan kami tidak terlalu kaku seperti atasan dan bawahan. Selama ini dia juga memperlakukanku dengan sangat baik. Bahkan sedikit lebih baik dibandingkan Pak Simon, ayah mertuanya.

“Dia itu mantan pacar saya waktu SMA, Pak. Umurnya sebenarnya sepuluh tahun diatas saya. Kami dikenalkan oleh saudara sepupu saya yang merupakan teman baiknya.”

“Wah, jadi ini ceritanya cinta lama bersemi kembali?”

“Hehehe…iya, Pak.”

“Berapa lama kalian dulu pacaran?”

“Dua tahun saja, Pak.”

"Cukup lama itu. Terus kenapa putus?”

“Dia melamar saya, Pak. Saya takut, belum siap menikah. Akhirnya malah putus.”

“Wow! Sayang sekali, ya.”

Rosa menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Lalu dia berkata tegas, “Saya masih berumur dua puluh tahun waktu itu. Belum siap untuk menikah. Ingin berkarir dulu. Sedangkan usianya sudah tiga puluh tahun dan dikejar-kejar orang tuanya untuk menikah. Yah, resikonya kalau pacaran sama laki-laki yang usianya lebih tua, Pak. Makanya saya berpesan sama Karin keponakan saya, lebih baik menjalin hubungan dengan orang yang usianya tidak terpaut jauh. Supaya bisa sama-sama menikmati masa muda terlebih dahulu sebelum berumah tangga.”

“Karin?”

“Iya, Pak. Keponakan saya satu-satunya. Dia sudah yatim piatu sejak kelas 3 SMP. Orang tuanya meninggal dunia akibat terkena ledakan bom di gereja tempat mereka beribadah setiap Minggu pagi. Karin kebetulan waktu itu tidak ikut karena sedang tidak enak badan. Kalau tidak, wah…dia juga bisa menjadi korban.”

Jonathan manggut-manggut membenarkan. Nasib orang memang tidak dapat diterka. Terkadang ada saja hal-hal tak terduga yang merenggut nyawa seseorang. Seperti terkena penyakit, kecelakaan, bencana alam, maupun ledakan bom seperti saudara Bu Rosa, pikirnya ngeri.

“Oya, Pak Jon,” lanjut Rosa seraya merendahkan nada suaranya, “Keponakan saya itu sekarang berusia dua puluh tiga tahun. Dia lulusan S1 Sastra Inggris dan sudah setahun ini bekerja sebagai sekretaris direktur di sebuah distributor kertas. Maksud saya, seandainya Bapak tidak berkeberatan…saya hendak merekomendasikan Karin untuk bekerja menggantikan saya sebagai sekretaris Bapak. Bagaimana, Pak?”

Bos mudanya itu tampak mengernyitkan keningnya ketika mendengar usul tersebut. Wah, apakah dia tidak menyukai gagasanku? pikir Rosa gundah.

“Maaf, Pak. Saya sekedar memberikan masukan saja. Jikalau Bapak kurang berkenan, tidak apa-apa. Bapak berhak mempekerjakan seorang sekretaris baru yang memenuhi kriteria Bapak.”

Jonathan menyeringai geli. Rosa sampai terheran-heran dibuatnya. Orang ini benar-benar susah ditebak. Tadi memasang muka begitu serius, sekarang malah seperti sedang menertawakan diriku, cetusnya dalam hati agak dongkol.

“Hehehe…. Tidak apa-apa, Bu Rosa. Saya tadi agak terkejut karena tidak menyangka ternyata Bu Rosa sudah menyiapkan seorang kandidat untuk menggantikan posisi Ibu. Well, I think that’s a good idea. I like it.”

Ekspresi wajah Rosa langsung berubah sumringah bagaikan pelangi yang muncul sehabis hujan.

“Saya percaya pada kredibilitas orang yang direkomendasikan Bu Rosa. Tapi demi menghormati prosedur yang berlaku di perusahaan ini, saya minta keponakan Ibu itu tetap mengikuti psikotes dan wawancara dengan kepala HRD.”

“Siap, Pak Jon.”

“Setelah itu saya juga hendak mewawancarinya.”

“Siap, Pak.”

“Dan jika saya cocok dengan karakternya, dia akan menggantikan posisi Bu Rosa dengan catatan Ibu harus membimbingnya sampai mahir menjalankan tugas-tugas Ibu.”

“Mengerti, Pak. Kalau boleh tahu, karakter seperti apa yang dimaksud oleh Bapak?”

Jonathan kembali menyeringai lebar. Lalu dia bertanya lugas pada sekretarisnya yang sudah senior tersebut, “Bu Rosa, apa yang membuat Ibu mau kembali dan bahkan dinikahi oleh mantan kekasih Ibu? Saya yakin setelah putus dengannya dulu, Ibu juga pernah menjalin hubungan dengan pria-pria lain. Tetapi kenapa hanya dengan laki-laki ini Ibu bersedia melepaskan pekerjaan yang sudah sangat mapan dan bekerja membantunya di perusahaan yang lebih kecil?”

“Karena…karena saya percaya dia adalah jodoh saya, Pak.”

“Tepat! Itulah yang mau saya lihat dari keponakan Ibu. Apakah saya bisa mempercayainya seperti mempercayai Bu Rosa? Apakah saya sanggup bekerja sama dengannya dalam kurun waktu yang lama? Bagi saya hubungan antara pimpinan dan sekretarisnya itu hampir sama dengan pasangan suami-istri, Bu. Harus saling melengkapi. Bedanya, suami-istri itu dilandasi rasa saling mencintai, sedangkan bos dan sekretaris itu hendaknya saling menghormati.”

“Oh, begitu. Baik, Pak Jon. Semoga Bapak menyukai karakter Karin.”

"Semoga saja, Bu Rosa. Oya, kapan pernikahannya dilangsungkan?”

“Tiga bulan lagi, Pak. Cuma pemberkatan di gereja dan makan-makan sederhana saja, kok. Saya kan sudah tua, Pak. Malu kalau dirayakan besar-besaran. Hehehe….”

Jonathan merasa geli sendiri melihat perempuan yang sangat dihormatinya itu tersipu malu. Persis seperti seorang gadis yang hendak melepas masa lajangnya.

Apakah Theresia dulu juga seperti itu kalau ditanya orang tentang pernikahannya? tanyanya dalam hati. Ah, sudah lama sekali rasanya aku tidak melihatnya bersikap manis padaku. Sehari-hari nggak marah-marah saja sudah untung, keluh laki-laki tampan itu dalam hati.

Ucapanku tadi mengenai hubungan suami-istri juga bagaikan menjilat ludahku sendiri. Pasangan suami-istri itu dilandasi rasa saling mencintai. Fiuh! Entah di mana rasa cinta Theresia kepadaku. Rasanya kok menguap begitu saja sejak dia mengalami depresi.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height