Cinta Yang Terenggut/C5 Calon Sekretaris Baru Yang Rupawan
+ Add to Library
Cinta Yang Terenggut/C5 Calon Sekretaris Baru Yang Rupawan
+ Add to Library

C5 Calon Sekretaris Baru Yang Rupawan

Demikianlah percakapannya dengan Rosa seminggu yang lalu. Tak terasa hari ini keponakan yang direkomendasikannya itu datang juga menemui kepala HRD untuk menjalani prosedur penerimaan karyawan baru.

Dalam hati sebenarnya Jonathan hampir pasti akan mempekerjakan gadis itu untuk menggantikan posisi tantenya. Dia merasa tak enak hati kalau sampai menerima orang lain sebagai sekretarisnya.

Pertama, dirinya kuatir akan menyinggung perasaan wanita yang lebih senior darinya itu. Kedua, takutnya Rosa tidak akan sepenuh hati mengalihkan seluruh tugasnya kepada orang baru. Hal itu dapat berakibat fatal bagi kinerja Jonathan selanjutnya.

Bayangkan, wanita itu mengetahui segala informasi penting mengenai kedua perusahaannya! Dia bisa saja menjualnya kepada perusahaan pesaing jika merasa tidak puas dengan kebijakan yang kubuat, pikir sang direktur utama itu waspada. Ironis sekali, seorang pimpinan puncak perusahaan merasa takut dengan sekretarisnya sendiri, batin Jonathan geli.

Tiba-tiba terdengar suara pintu ruangan kantornya diketuk dari luar. Direktur utama itu segera membenahi posisi duduknya menjadi lebih berwibawa. Kemudian dia berseru mempersilakan tamunya masuk.

Pintu terbuka dan seorang gadis bertubuh tinggi langsing serta berkulit putih memasuki ruangan yang sangat luas itu. Dia mengangguk dan tersenyum canggung kepada Jonathan yang menatapnya dengan sorot mata menyelidik.

Saat gadis itu sudah berdiri persis di hadapan calon bosnya itu, dia mengulurkan tangannya dan berkata tenang, “Selamat siang, Pak Jonathan. Saya Karin, keponakan Bu Rosa.”

Laki-laki itu mengangguk dan tersenyum ramah. Dia bangkit berdiri dan menerima uluran tangan gadis itu. “Halo, Karin. Silakan duduk.”

Gadis berambut panjang lurus itu mengangguk sekali lagi dan duduk persis di hadapan pemimpin tertinggi perusahaan tersebut.

Halus sekali tangannya, gumam Jonathan dalam hati. Ingin rasanya tadi kugenggam lebih lama. Mengingatkanku pada waktu berkenalan dengan Theresia belasan tahun yang lalu. Tangan yang mungil, halus, dan menenangkan hati saat kugenggam.

Tiba-tiba laki-laki itu terkejut dengan pemikirannya sendiri. Benar-benar gila aku ini. Kok bisa-bisanya terpesona dengan tangan calon sekretarisku sendiri! Sadar, Jon. Sadar! Kau sekarang akan mewawancarai calon sekretaris baru, bukan mendekati seorang gadis!

“Ehm…, Karin umur berapa sekarang?” tanyanya memulai wawancara. Geblek! Kok nanya umur, sih? Nanya pengalaman kerja, dong! ucap nuraninya mengejek.

“Dua puluh tiga tahun, Pak.”

“Oh, masih muda sekali, ya.” Tambah geblek! Memangnya mau mencari sekretaris umur berapa, sih? kata hatinya kembali mengolok-olok.

Karin tersenyum manis. Aduh, jantungku kok deg-degan melihatnya, ya? pikir Jonathan semakin tidak tenang. Dia jadi bingung sendiri sekarang. Kok dirinya bagaikan anak remaja yang sedang dimabuk asmara?

Karin lho, penampilannya tidak istimewa. Hanya mengenakan kemeja lengan panjang warna putih dan rok selutut warna hitam. Mirip seragam untuk mengikuti ospek waktu masuk perguruan tinggi. Tapi kok wajahnya begitu segar dan ehm…berseri-seri. Bagaikan bunga yang mekar di musim semi. Benar-benar menawan hati.

“Karin…,” ucapnya setelah berhasil menekan perasaannya. “Bu Rosa bilang kamu lulusan S1 Sastra Inggris dan sudah setahun ini bekerja sebagai sekretaris direktur di sebuah distributor kertas. Bisakah kamu jelaskan secara detil apa sajakah job desk-mu di perusahaan itu?”

“Baik, Pak. Di perusahaan itu saya….”

“Oh, bukan dalam bahasa Indonesia, Karin.”

“Maksud Bapak?”

“Saya minta kamu menjelaskannya dalam bahasa Inggris. Is it okay for you?”

Karin mengangguk mantap dan menyahut, “No problem, Sir.”

Selanjutnya gadis rupawan itu bercerita dalam bahasa internasional tersebut dengan begitu fasih. Ia menerangkan apa saja yang dilakukannya di perusahaan tempatnya bekerja selama setahun terakhir. Tak berhenti sampai di situ, Jonathan juga menanyakan tentang alasan gadis itu bekerja sebagai sekretaris begitu lulus kuliah.

Karin menjawab bahwa dia terinspirasi oleh keberhasilan Rosa dalam berkarir sebagai seorang sekretaris. Tantenya itu begitu mandiri dan seringkali membantu saudara-saudaranya yang kurang beruntung, termasuk kedua orang tua Karin. Bahkan dia bersedia menampung Karin sepeninggal orang tuanya dan membiayai pendidikan gadis itu hingga lulus universitas.

Gadis itu merasa sangat berhutang budi dan berharap suatu saat kelak dapat membalas kebaikan adik kandung ibunya tersebut.

“Apakah kamu mempunyai impian yang belum tercapai dalam hidup ini?” tanya Jonathan dalam bahasa Inggris. Dia senang calon sekretarisnya ini dapat berkomunikasi dalam bahasa asing tersebut dengan sangat lancar. Dalam hal ini dia jauh lebih baik daripada tantenya.

“Saya berkeinginan suatu saat kelak bisa mempelajari bahasa Mandarin di Beijing, Pak,” jawab gadis itu dalam bahasa Inggris pula.

“Kenapa bahasa Mandarin?”

“Karena saya suka sekali menonton film Mandarin. Hehehe….”

Jonathan ikut terkekeh mendengar jawaban spontan Karin.

“Genre apa? Percintaan anak muda, drama keluarga, atau kolosal?”

“Apapun itu, Pak. Asalkan jalan ceritanya menarik, saya suka.”

“Saya juga suka film Mandarin, tapi tidak berminat mempelajari bahasanya.”

“Oya? Kenapa begitu, Pak?”

“Susah menghafal tulisannya. Sudah tua, otaknya karatan. Sudah tidak mampu lagi.”

Keduanya lalu tertawa terbahak-bahak. Jonathan sangat senang. Sudah lama sekali rasanya dia tidak tertawa selepas ini. Ia merasa begitu rileks, seakan-akan segala beban dalam pikiran dan perasaannya menguap begitu saja.

Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Sang direktur berseru mempersilakan orang tersebut memasuki ruangan. Pintu pun terbuka dan tampaklah sosok Rosa melangkah memasuki ruangan.

Wajahnya penuh tanda tanya melihat dua orang di depannya tampak begitu gembira. Seakan-akan mereka adalah dua orang sahabat yang sudah lama saling mengenal, cetusnya dalam hati.

Harapannya timbul seketika. Sepertinya Karin berhasil mengambil hati Pak Jon, batinnya senang. Mudah-mudahan demikian. Kasihan dia kalau sampai harus terus bekerja di kantornya sekarang yang memberinya gaji rendah. Bagaimanapun juga aku sudah menganggapnya seperti putri kandungku sendiri. Pak Jonathan pasti akan memperlakukannya dengan baik sebagaimana memperlakukan diriku selama bertahun-tahun ini.

“Maaf, Pak Jon. Barusan Bu Theresia menelepon. Katanya kalau urusan kantor sudah selesai, beliau minta tolong agar Bapak pulang cepat. Bu Theresia tadi sudah mengirimi Bapak chat WA, tapi belum dibaca katanya. Mau menelepon takut menganggu kalau ada meeting.”

Jonathan mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Rosa lalu undur diri dan keluar dari ruangan atasannya itu. Ia sempat tersenyum pada keponakannya seakan-akan memberikan semangat agar gadis itu menunjukkan performa terbaiknya di hadapan orang yang akan mempekerjakannya.

Karin menatap tantenya itu dengan perasaan sayang. Aku tidak akan mengecewakanmu, Tante Rosa, tekadnya bulat dalam hati.

Sementara itu Jonathan memeriksa ponselnya. Laki-laki itu tahu istrinya tidak akan meneleponnya pada jam kantor. Dia takut pekerjaan Jonathan akan terganggu karenanya.

Simon, ayah kandung Theresia, kadangkala masih suka datang ke kantor untuk memeriksa kinerja anak-anak buahnya, termasuk menantunya sendiri. Apabila laki-laki tua itu sampai menemukan ada yang tidak memuaskan pada pekerjaan Jonathan, maka Theresia pun tanpa pandang bulu akan ditegurnya.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height