Cinta Yang Terenggut/C9 Mesra Sesaat
+ Add to Library
Cinta Yang Terenggut/C9 Mesra Sesaat
+ Add to Library

C9 Mesra Sesaat

Jonathan menatap istrinya tak percaya. Semakin lama kok dia semakin pintar bersilat lidah! pikirnya heran. Theresia yang ditatap sedemikian rupa menjadi semakin berang.

“Apa lihat-lihat?! Kalau mau marah, marah saja. Nggak usah ditahan-tahan.”

“Aku nggak mau ribut di pinggir jalan seperti ini.”

“Lha, kamu sendiri kok yang berhentikan mobil di sini!”

“Terserah kamu-lah, There. Apapun yang kukatakan selalu salah bagimu.”

“Karena kamu memang bersalah. Dasar pecundang! Jangan lupa, kamu bisa menjadi seperti sekarang ini karena siapa?!”

Jonathan mengemudikan mobilnya lagi tanpa menghiraukan ucapan-ucapan istrinya yang semakin menyakitkan hati. Theresia akhirnya menjadi kesal sendiri dan menutup mulutnya rapat-rapat. Dia agak takut juga kalau suaminya marah nanti menyetirnya jadi tidak karuan.

Jalanan sudah lengang. Dengan cepat dia sudah sampai di depan pintu gerbang rumahnya yang megah. Pintu gerbang yang kokoh itu langsung terbuka lebar menyambut kedatangannya. Laki-laki itu membuka kaca jendela dan menyapa petugas security dengan ramah. Begitulah kebiasaannya yang selalu bersikap menghargai siapapun yang bekerja padanya. Karena itulah orang-orang yang menjadi pegawainya rata-rata bertahan cukup lama.

Setelah memarkir mobilnya, Jonathan segera keluar dari dalam mobil dan meninggalkan istrinya begitu saja. Dia membuka pintu utama rumahnya dan melangkah masuk secepat mungkin untuk menenangkan diri di dalam kamar mandi. Guyuran air hangat yang keluar dari shower dapat membuat pikiran dan sekujur tubuhnya terasa rileks.

“Hei, tunggu dulu! Mau ke mana kamu, Bangsat!” teriak Theresia yang berhasil menyusul suaminya sampai di depan pintu kamar tidur mereka. Ditariknya kaos polo biru tua yang dikenakan laki-laki itu.

“Lepaskan aku, There. Aku mau mandi.”

“Persoalan kita belum selesai!”

“Apa lagi yang perlu dibahas? Sudahlah, lepaskan aku.”

Dengan gusar perempuan yang sedang naik darah itu menampar wajah pria di hadapannya keras sekali. Jonathan sampai melongo dibuatnya. Dengan marah didorongnya tubuh istrinya hingga jatuh tersungkur ke lantai. Dia sendiri langsung membuka pintu kamar dan menghilang seketika. Sementara itu Theresia menangis meraung-raung sejadi-jadinya.

Jonathan yang amarahnya sudah memuncak tidak ambil peduli. Ia berjalan cepat menuju ke dalam kamar mandi dan berkaca di cermin. Dilihatnya pipinya yang memerah akibat tamparan istrinya. Ini sudah yang kesekian kalinya Theresia melakukannya. Ingin sekali laki-laki itu balas menamparnya, tapi hati kecilnya selalu berkata jangan. Seumur hidup dia tidak pernah menyakiti wanita apapun alasannya. Paling-paling kalau sudah berada di puncak amarah, dia mendorong tubuh istrinya seperti tadi.

Ditanggalkannya seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya yang kekar dan ia pun memulai membersihkan tubuhnya di bawah shower kamar mandi.

***

“Sayang, kenapa kau masih berada di sini? Ayo bangun,” ajak Jonathan ketika melihat Theresia masih meringkuk di lantai sambil menangis meratapi nasibnya. Dia sudah selesai mandi keramas dan merasa segar kembali.

“Kamu sudah nggak sayang lagi sama aku, Mas. Lebih baik aku mati saja….”

Jonathan menghela napas panjang. Mati, mati! Selalu kata itu yang diucapkan istrinya bila merasa putus asa. Sudah muak rasanya dia mendengarnya.

“Kata siapa aku sudah nggak sayang lagi sama istriku yang cantik ini? Ayo, sini bangun,” ucap laki-laki itu berusaha menahan kejengkelannya.

Dibantunya Theresia berdiri dan dibimbingnya masuk ke dalam kamar. Perempuan yang wajahnya bersimbah air mata itu menurut saja. Sesampainya di dalam ruangan yang sangat luas itu, pria yang sangat sabar itu menuntun istrinya berjalan menuju ke meja rias.

“Coba kamu lihat,” ucap Jonathan menunjuk bayangan pasangan hidupnya itu di sebuah cermin yang sangat besar. “Kamu cantik dan modis sekali, There. Kelihatan seperti masih berumur dua puluhan. Cuma sayang, mata bengap karena kebanyakkan menangis. Mandi yuk, biar segar.”

“Aku mau mandi sama kamu, Mas,” sahut Theresia manja.

Suaminya tercengang tak percaya. “Aku sudah mandi keramas, Sayang. Ini rambutku masih basah.”

“Sudah lama sekali kita nggak mandi sama-sama. Aku kangen, Mas….”

Wanita cantik itu lalu mencumbu wajah suaminya perlahan-lahan hingga turun ke lehernya. Jonathan yang sudah lama tak bersentuhan dengan istrinya seketika timbul hasratnya. Direngkuhnya istrinya dan diciuminya wajahnya yang masih basah akibat air mata. Theresia menerima perlakuan lembut suaminya itu sesaat. Lalu dia melepaskan diri dan tertawa terbahak-bahak sambil berari menuju ke dalam kamar mandi.

Jonathan menggeleng-gelengkan kepalanya dan membatin, Aku menikahi seorang anak kecil…. Lalu dilucutinya semua yang melekat di tubuhnya dan dia berjalan menyusul istrinya masuk ke dalam kamar mandi.

***

Theresia menatap suaminya yang sudah terlelap di sampingnya. Diselimutinya tubuh perkasa yang polos tanpa sehelai benang pun itu dengan penuh cinta. Dibelai-belainya rambut belahan jiwanya yang halus dan lembut. Selembut hatinya, cetus wanita itu dalam hati.

Dia sangat mencintai suaminya ini. Rasa cintanya begitu besar sehingga membuatnya sangat takut kehilangan Jonathan. Vonis dokter-dokter spesialis kandungan yang menyatakan bahwa dirinya tidak mampu mempunyai keturunan benar-benar menghancurkan kepercayaan dirinya. Theresia merasa sangat rendah diri dan tak berharga. Segala kelebihan yang dimilikinya terasa tak ada artinya dibandingkan satu kelemahannya itu. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam, wanita itu rela menukar kecantikan dan kekayaannya untuk mendapatkan seorang anak demi membahagiakan suaminya.

Perempuan cantik itu bangkit berdiri dan melangkah mendekati cermin. Tubuhnya polos tanpa sehelai benang pun. Ia mematut-matut dirinya mencari-cari kekurangan pada tubuh sintalnya. Kulitku masih terlihat putih mulus bersinar, gumamnya dalam hati bangga. Bukit kembarku masih indah bentuknya dan terlihat ranum. Pinggangku masih ramping dan perutku masih rata seperti waktu sebelum menikah. Bagian belakang tubuhku juga masih padat berisi, ujarnya dalam hati mengagumi asetnya yang sangat berharga tersebut.

Kini giliran wajahnya didekatkan pada cermin. Kedua matanya yang bulat masih tampak bersinar. Pipinya masih kencang dan menampakkan lesung pipi yang indah jika tersenyum. Belum terlihat kerutan satu pun di wajahku. Semuanya masih aman-aman saja, pikirnya tenang. Cuma mungkin model rambutku yang sudah ketinggalan jaman. Aku harus pergi ke salon langgananku untuk memotong, meluruskan, dan mengecatnya seperti rambut Mina, teman Mas Jon yang ketemu di bioskop tadi. Perempuan itu dulu sekelas dengan suamiku, berarti usianya sekarang juga tiga puluh lima tahun. Tapi model rambutnya membuatnya terlihat lebih muda dan fresh.

Ya, akan kurubah model rambutku menjadi seperti Mina, tekadnya bulat dalam hati. Kaum laki-laki selalu penasaran dengan segala hal yang baru. Aku harus selalu mengikuti trend terkini agar Mas Jon tidak berpaling dariku!

Dengan raut wajah berseri-seri, Theresia lalu kembali ke atas tempat tidur dan menyelinap di bawah selimut yang menutupi tubuh suaminya. Dirabanya pipi suaminya yang masih tidur pulas dan berkata dalam hati, Kamu milikku selamanya, Mas Jon.... Aku bisa gila kalau ada perempuan lain yang berusaha merebutmu dariku!

***

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height