DEAR RANIA/C10 10. BERAWAL DARI KATA SAYANG
+ Add to Library
DEAR RANIA/C10 10. BERAWAL DARI KATA SAYANG
+ Add to Library

C10 10. BERAWAL DARI KATA SAYANG

Akhirnya, hari pernikahan pun tiba.

Kumandang akad yang baru saja diteriakkan Rakha di dalam kantor KUA Jakarta, disambut antusias dan tangis haru oleh seluruh keluarga yang hadir, baik itu dari pihak keluarga pengantin perempuan maupun pihak keluarga pengantin laki-laki.

Kalimat kabul itu berhasil dilafalkan dalam satu kali tarikan napas yang diikuti oleh kata 'Sah' dari para saksi.

Hari ini, Rakha telah membuat keputusan besar dalam hidupnya. Bukan hanya dihadapan makhluk, melainkan dihadapan Allah SWT.

Sebuah ikrar janji suci yang akan dimintai pertanggung jawabannya di akhirat kelak. Semoga saja ini bukan keputusan yang salah. Rakha berharap ridha Allah senantiasa mengiringi setiap langkah dan usahanya dalam menata biduk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan warrahmah, bersama Rania.

Wanita yang kini sudah sah menjadi istrinya.

Bukan larangan lagi jika kini Rakha ingin memandangi wajah Rania terus menerus bahkan tanpa dia harus berkedip.

Rania yang terlihat sangat cantik dalam balutan busana kebaya pengantinnya. Hijab yang menutupi kepalanya menambah nilai plus bagi Rakha akan sosok Rania.

Rakha sendiri yang meminta pada penata rias yang memake up Rania dan menyiapkan busana pengantin untuk memberikan Rania busana pengantin yang bisa menutup aurat Rania.

Meski, hal itu sempat menjadi perdebatan panjang tadi.

Dan karena hal itulah, kini Rania terlihat sangat jengkel pada Rakha. Wajahnya terus saja ditekuk sejak acara ijab dan kabul belum dimulai.

Hingga kekesalan itu memuncak tatkala Rakha yang dengan tiba-tiba mencium kening Rania saat acara ijab dan kabul selesai.

Lelaki sok suci itu bahkan mencium kening Rania tanpa permisi, setengah memaksa saat Rania berusaha untuk mengelak. Belum lagi saat lelaki itu juga memerintahkan Rania untuk mencium tangannya, Rania terus saja sewot.

Dengan gerakan yang terbilang cepat bahkan tanpa rasa khidmad, Rania mencium punggung tangan suaminya. Sungguh dia ingin melumat habis wajah Rakha kalau tak sadar begitu banyak pasang mata yang pastinya tertuju ke arah dirinya dengan Rakha saat ini. Meski dia tidak bisa melihat, tapi Rania yakin kalau dirinya dengan Rakha telah menjadi pusat perhatian semua orang sejak pertama kalinya mereka menginjakkan kaki di kantor KUA.

"Kan udah gue bilang, jangan coba-coba cari kesempatan!" Bisik Rania geram saat sesi foto berlangsung. Senyum yang dia tampakkan terlihat sangat dipaksakan.

"Memangnya kenapa? Kamu itu istri saya sekarang!" ucap Rakha santai. Dia tersenyum dengan sangat manis saat pengambilan foto berlangsung. Bahkan sesekali Rakha melingkarkan tangannya di pinggang Rania. Meski si pemilik pinggang sempat berusaha menepis tangan Rakha dari pinggangnya, namun Rakha tetap bersih keras pada posisinya. Hingga akhirnya, hal itu membuat Rania jadi frustasi sendiri.

"Awas lo ya makhluk kutub! Liat pembalasan gue nanti malem!" Bisik Rania lagi.

Rakha hanya tersenyum masam. Setengah meledek dia membalas bisikan Rania, "kenapa memangnya? Kamu mau cium saya nanti malam?"

Rania geram bukan main, meski dia merasakan wajahnya mendadak panas, Rania mencoba mengesampingkan hal itu. Dicubitnya lengan kiri Rakha dengan cubitan semut, membuat lelaki itu tersentak kaget, meski tak sampai mengeluarkan suara. Lengannya perih bukan kepalang. Bahkan sampai menyisakan berkas merah kebiru-biruan.

"Rasain!"

Rakha hanya diam, masih dengan senyumnya yang terkembang. Melihat polah Rania yang ternyata tak jauh berbeda dengan Runi kalau sedang ngambek. Mainnya cubit-cubitan.

Dasar...

*****

Di perjalanan menuju pulang, Rania mengaku tubuhnya tidak enak badan hingga dia meminta Raline yang menemaninya di dalam mobil. Jadilah, Rania dan Rakha pulang dalam mobil terpisah.

Rania naik mobil dengan ke dua orang tuanya.

Sementara Rakha ikut dengan mobil Devano.

"Eh Kha, kemarenkan gue udah denger semua tentang apa yang Rania bilang ke lo sewaktu di kamarnya tempo hari. Menurut gue, lo jangan terlalu nurutin apa kata Rania deh, yang ada nanti Ranianya malah tambah menginjak-injak harga diri lo," saran Devano pada Rakha saat di perjalanan pulang menuju kediaman Dirgantara.

"Saya memang sengaja mengiyakan semua yang Rania katakan tempo hari sewaktu di kamar, Pak. Karena pada saat itu, saya dan Raniakan belum menikah. Jadi saya belum memiliki tanggung jawab apapun terhadap diri Rania. Tapi kalau sekarang, ya beda lagi ceritanya. Pak Dev tenang aja, saya punya cara tersendiri untuk mendidik Rania. Insya Allah bersama saya, Rania bisa menjadi pribadi yang lebih baik," jawab Rakha bersahaja.

"Nah, gitu dong... Gue cuma takut aja, kalau-kalau lo itu bakal di jadiin boneka mainannya Rania doang! Lo kan belum tahu watak aslinya Rania, dia itu keras kepala, susah banget di atur! Dulu, waktu belum buta, Rania itu hobinya ikut balapan liar! Gue aja syok pas tahu! Di skorsing dari sekolah gara-gara adu jotos, itu udah berita biasa di keluarga Dirgantara. Justru kalau nggak begitu, bukan Rania namanya. Makanya lo perlu hati-hati sama dia. Sekarang aja rambut Rania itu panjang, semenjak dia pacaran sama Nando, Rania mulai perhatiin penampilannya. Mulai belajar dandan, sebelum-sebelumnya, beuh... Kalau ada acara-acara besar keluarga, dia yang paling susah di ajak kerjasama buat di dandanin terus di suruh pake kebaya. Paling anti dia sama yang namanya rok. Tapi Kha, satu hal yang perlu lo tahu dari diri Rania, walau dia itu bisa dibilang masuk ke dalem kategori anak nakal luar biasa, tapi dia paling anti bikin nyokap gue sedih. Makanya kalo gue udah ancem dia buat ngelaporin kelakuannya dia di luar ke nyokap, Rania pasti langsung nurut. Salah satunya masalah balapan liar itu. Rania berhenti ikut-ikutan begituan sejak gue tahu semuanya dan ancam dia supaya berhenti, kalau nggak bakal gue aduin ke Mamah sama Papah, alhasil dia langsung kicep!" tutur Devano panjang lebar. Sekedar memberi informasi penting mengenai seluk beluk sifat Rania sebelumnya. Supaya Rakha tidak terlalu kaget nantinya dalam menghadapi tingkah laku Rania.

"Itu tandanya, Rania sangat sayang pada Tante Raline dan Om Bastian," tambah Rakha.

Devano hanya manggut-manggut kepala.

Dan perjalanan masih berlanjut dengan percakapan lain meski masih seputar keluarga Dirgantara.

*****

Masa Setelah Prolog...

Rakha keluar dari dalam kamar pengantinnya dengan membawa serpihan piring pecah setelah sebelumnya dia membersihkan kumpulan nasi dan lauk yang mengotori lantai kamar pengantinnya.

"Loh kok pecah, Kha? Ada apa memang?" tanya Raline yang kebetulan saat itu sedang berada di dapur.

"Nggak ada apa-apa kok Tante. Tadi nggak sengaja kesenggol sama Rakha terus jatuh," jawab Rakha yang terpaksa berbohong.

"Oh gitu, lain kali hati-hati ya Rakha,"

"Iya Tante,"

Setelah membuang sampah di tangannya, Rakha menyeduhkan segelas susu dan menyediakan beberapa lembar roti isi selai coklat, lagi-lagi dia menyiapkan itu semua untuk Rania.

Dia membawa nampan berisi makanan itu kembali ke dalam kamar. Ditaruhnya nampan itu di nakas tepat di sisi Rania duduk.

"Ini ada susu coklat dan roti yang sudah saya olesi selai coklat. Kalau kamu mau, kamu tinggal ambil di atas nakas di sebelah kamu. Saya mau mandi dulu," ucap Rakha pada Rania yang terlihat masih marah padanya.

Ekspresi judesnya terus dia tampakkan dengan bibirnya yang terkatup rapat dan ke dua rahangnya yang mengeras. Rania duduk di atas ranjang sambil memeluk ke dua lututnya.

Usai mandi, Rakha keluar dengan tubuh yang lebih segar dan wangi. Saat itu dia hanya mengenakan kaus oblong dan celana boxer hitam polos. Selesai mengelap rambut basahnya dengan handuk, Rakha bergegas menyiapkan peralatan shalat untuk dirinya dan juga Rania.

Karena tidak menemukan di mana letak mukena dan sajadah milik Rania di dalam kamar itu, sementara saat dia menanyakan hal itu, Rania tak kunjung menjawab pertanyaannya, jadilah Rakha menyobek bungkus seserahan yang merupakan mas kawin yang dia berikan pada Rania, yakni seperangkat alat shalat baru.

Digelarnya sajadah menghadap kiblat.

Rakha kembali berjalan menghampiri Rania yang masih tergugu di atas tempat tidur. Tampak sudut mata Rania yang basah dan berkas tetesan air mata di pipi Rania yang telah mengering. Hati Rakha terenyuh menyaksikan hal itu, perasaan bersalah itu kian merasuk kembali menyesakkan dadanya.

Maafkan saya Rania...

Maaf atas semua hal yang telah terjadi menimpamu sebab kecerobohan saya....

Maaf...

Ucap Rakha dalam hati. Entah kenapa, dia belum memiliki nyali untuk mengatakan hal yang sebenarnya mengenai insiden kecelakaan itu pada Rania. Mungkin, tidak untuk saat ini.

"Rania, ayo kita shalat isya dulu, saya sudah siapkan sajadah dan mukena untuk kamu, kita shalat berjamaah ya?" ajak Rakha dengan suara super lembut. Dia masih berdiri di sisi ranjang Rania.

Rania tidak menjawab, melainkan langsung membanting tubuhnya tidur dengan posisi menyamping membelakangi Rakha.

Rakha menghembuskan napas kasar melalui mulut. "Sebagai seorang muslim shalat itu menjadi salah satu kewajiban kita. Selagi kita masih bisa melakukannya. Jangankan kamu, bahkan orang-orang yang tergolek lemah di rumah sakit saja yang hanya bisa menggerakkan bola matanya ke atas dan ke bawah masih tetap diwajibkan untuk melaksanakan shalat melalui gerakan matanya. Sementara kamu, tubuh kamu masih sehat walafiat. Masih bisa bergerak dengan sempurna, tentu bukan hal sulit untuk kamu bangun dan mengambil wudhu ke kamar mandi sekarangkan? Apa perlu saya bantu?" tutur Rakha panjang lebar.

Rania memutar bola mata jengah. Tangannya meremas seprai kuat-kuat. Tanda dia sudah berada di puncak kekesalannya terhadap Rakha. Kali ini!

Rania bangkit dari tidurnya dan kembali duduk menghadap Rakha. Dengan kilatan amarah di matanya Rania berkata dengan suara yang cukup kencang. "Heh, sekali lagi lo ceramah di depan gue, gue bakal usir lo dari kamar ini! Lo itu nggak amnesiakan? Lo masih ingetkan sama perjanjian yang udah kita buat untuk nggak mencampuri urusan masing-masing setelah kita menikah. Jadi urus aja diri lo sendiri, nggak usah ribet-ribet ngurusin hidup gue! Orang tua gue aja selama ini santai, kalo gue nggak shalat, kenapa sekarang lo jadi sok perintah-perintah gue? Shalat itu urusan manusia dengan penciptanya. Jadi kalau gue nggak shalat, nggak ada ruginya jugakan buat lo! Sana shalat sendiri, gue mau tidur! Ngantuk!"

Beberapa kali Rakha mengucap istighfar meski hanya dalam hati. Dia tidak boleh menyerah.

Ditariknya selimut yang menutupi tubuh Rania saat itu.

"Ih, apaan sih?" protes Rania menahan selimutnya.

"Apa perlu saya gendong kamu ke kamar mandi untuk mengambil wudhu? Saya ini suami kamu sekarang, jadi sudah sepatutnya kamu menuruti perintah saya. Ayo, bangun! Shalat isya dulu, baru kita tidur," paksa Rakha. Dia menarik tangan Rania.

"Apaaan sih, lepas nggak! Gue nggak mau!" Rania terus meronta tatkala tubuhnya kini terus ditarik dari tempat tidur oleh Rakha. Sampai akhirnya dengan sangat terpaksa Rakha mengangkat tubuh Rania yang membatu hanya dengan sekali sentakan. Dia menggendong tubuh Rania dengan gaya brydal style menuju kamar mandi.

Rania masih terus meronta saat itu.

Sesampainya di kamar mandi, Rakha mengarahkan tangan Rania agar memutar kran air untuk mengambil wudhu.

Rania terus saja sewot. Mulutnya komat kamit tidak jelas, meski setelahnya dia menuruti perintah Rakha dengan sangat terpaksa serta melakukannya dengan asal dan ogah-ogahan.

"Tangannya di basahi sampai siku, tiga kali," beritahu Rakha mengoreksi kesalahan Rania dalam berwudhu.

Rania diam saja.

Sebodo amat! Pikirnya dongkol setengah mati.

"Kalau kaki, cukup sampai sebatas mata kaki aja, nggak usah sampai dengkul," beritahu Rakha lagi.

Rania mendesah berat. "Tadi lo bilang harus sampai siku, sekarang lo bilang lagi cuma sampai mata kaki, jadi mana yang bener sih?" protesnya tidak terima. Dipikirnya Rania sebodoh itu apa tidak bisa berwudhu dengan baik dan benar. Bawel banget!

Rania mendengar tawa renyah Rakha saat itu.

"Siku sama lutut itukan beda sayang..."

Rania tertegun sesaat.

Sayang???

Kali ini, Rania hanya diam. Bahkan sampai mereka selesai menunaikan shalat isya.

Entah apa yang membuat Rania jadi seperti itu. Yang pasti, kata 'sayang' yang di ucapkan Rakha tadi di tempat wudhu seolah menyihirnya dalam sekejap.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height