Denting Cinta/C3 Part 2. Titahnya Ibu Ratu
+ Add to Library
Denting Cinta/C3 Part 2. Titahnya Ibu Ratu
+ Add to Library

C3 Part 2. Titahnya Ibu Ratu

David makan dengan santai meskipun dia tahu sang ibu menatapnya sedari tadi. Berpura-pura tak tahu adalah jalan terbaik menurutnya, karena ibunya bisa menjadi seperti singa kelaparan jika dia salah bicara.

David, lelaki yang memiliki sifat keras, dan ibunya pun demikian. Jadi David, selalu mengalah kepada ibunya tanda baktinya kepada wanita yang telah melahirkannya di dunia ini.

"Jadi, David. Minggu besok, kamu harus bertemu dengan Arin. Dia perempuan dari keluarga terhormat." tipe perempuan pilihan ibu David adalah cerdas, cantik, dari keluarga terpandang, dan tentu saja seiman dengan mereka. Berbeda sekali dengan keluarga Marvel, ibu David lebih suka dengan perempuan yang sederajat dengan mereka jika memilih seorang menantu.

Meskipun wanita itu pernah mengatakan jika dia bersedia menikahkan David dengan perempuan biasa, tetapi kalau perempuan tersebut seperti Shanika, istri dari Marvel. Tapi tentu saja, itu sedikit sulit meskipun mungkin saja terjadi.

"Hari minggu aku ada acara lain, Ma." kali ini David menatap sang ibu yang tentu saja dihadiahi tatapan datar perempuan tersebut.

"Mama sudah buat janji dengan mereka, jadi kamu harus datang." setelah mengatakan itu, ibu David pergi meninggalkan ruang makan dan menyisakan David dengan perasaan sebal yang begitu luar biasa.

Entah sampai kapan ibunya akan berhenti mendiktenya. Dia tak membantah karena dia tak ingin menjadi anak yang memiliki label anak durhaka. Tapi ibunya seolah tak mengerti jika dirinya sudah lebih dari dewasa untuk menentukan pilihan hidupnya.

Menyenderkan punggungnya di senderan kursi, David memejamkan matanya rapat-rapat untuk meredam emosi yang bercokol di kepalanya.

Berdiri, lelaki itu berjalan dan pergi dari rumah orang tuanya untuk pulang ke apartemennya. Sudah lama sekali ketika dia sudah tak tinggal lagi bersama orang tuanya. Meskipun awalnya mendapatkan penolakan keras, tapi dengan sabar dia meminta persetujuan sang ibu. Dan ibunya dengan sangat berat hati mengizinkannya.

Itu pertama kalinya dia memohon kepada sang ibu. Karena setelah itu, David selalu menjadi lelaki penurut dan tak pernah membantah ibunya.

David membelokkan rencananya untuk segera pulang dan malah berhenti di salah satu taman tak jauh dari rumah orang tuanya. Dia tidak terlalu memikirkan apa yang ibunya perintahkan kepadanya sebetulnya, tapi dia hanya tak tahu bagaimana dia akan membuat alasan untuk menolak perempuan tersebut nantinya.

David tentu saja ingin seperti laki-laki pada umumnya. Menikah dengan perempuan yang dicintainya. Meskipun dia tahu tak semua perjodohan akan berakhir buruk, tapi dia ingin menjalani proses menemukan seorang perempuan yang cocok dengannya dengan caranya sendiri. Tidak ada campur tangan ibunya.

Kiev dan Sydney, misalnya. Mereka menikah karena hasil perjodohan, tapi mereka bisa menjadi keluarga bahagia sekarang.

David menghela nafas panjang. Meneguk minuman kaleng yang dibawanya dan menatap depan dengan wajah datarnya. Lagi-lagi otaknya berpikir jika dia pasti akan melakukan perintah ibunya dan menemui perempuan tersebut.

"Kamu pikir aku takut sama kamu?" suara itu tiba-tiba masuk ke dalam gendang telinga David. Mencari-cari sumber suara, David menemukan dua lelaki dan satu perempuan sedang berhadapan.

"O, lo nantang gue?"

"Pergi kamu, ketek kamu itu buat aku mual." David berdiri untuk mendekati mereka dan melihat apa yang terjadi.

Yang bisa David tangkap dari 'adegan' yang dilihatnya, perempuan tersebut sedang mencoba berani menghadapi preman seorang diri. David hanya geleng-geleng kepala saja melihat itu, tentu saja masih dengan memantau keadaan yang tak jauh darinya itu.

Kejadiannya begitu cepat, ketika perempuan tersebut sudah berada di dalam 'pelukan' salah satu preman dan preman yang satunya lagi membawa tas si perempuan sambil tertawa pongah.

"Kelinci kecil kaya lo ini, bukan tandingan gue." begitu katanya sambil tertawa-tawa.

David tentu saja tak tinggal diam. Dengan cepat dia merangsek maju dan melemparkan kepalan tangannya di belakang kepala preman yang membawa tas si perempuan. Dengan limbung, preman tersebut berteriak.

"Kurang ajar." katanya, sambil melotot dan mengusap kepala bagian belakangnya karena terasa sakit.

Si perempuan yang melihat itu hanya bisa melongo dengan jantung yang semakin tak terkendali. Ini ketiga kalinya dia melihat wajah tampan David. Dan dengan keseriusan lelaki itu memukuli salah satu preman tersebut semakin menambah kadar tampan dalam diri lelaki itu.

"Aaakhhh." jeritan dari belakangnya membuat Kyra terlonjak dan langsung berlari dari tempatnya ketika merasakan tubuhnya tak lagi di peluk oleh preman tersebut.

David menyahut tas Kyra yang tergeletak di tanah dengan kasar. "Kalau mau uang, kerja. Lo pikir uang akan nyamperin lo." kata David sinis.

Merasa tak terima, preman itu berlari untuk membalas David.

"Awas!" Kyra menjerit kepada David. David memutar tubuhnya, berjalan mundur, kemudian menendang perut preman tersebut.

Tentu saja, lelaki bertato yang tadi memerangkap Kyra tersungkur ke tanah. David mengetatkan rahangnya. Entah kenapa, dia tiba-tiba merasakan emosinya keluar tanpa komando. Bahkan dia merasa jika sangat perlu menghajar lelaki itu untuk meluapkan emosi dalam dirinya.

"Gue pengen banget hajar lo sampai lo nggak bisa lagi berjalan. Tapi gue nggak mau," David masih berada di atas perut lelaki itu, dengan keringat yang membasahi kemeja yang dipakainya. "Jadi, sebelum gue berubah pikiran, lo pergi." wajah David juga tak kalah berantakannya.

Sudut bibirnya juga berdarah karena mendapatkan pukulan dari preman tersebut. Tapi bagi David, itu tak seberapa. Dia pernah mendapatkan yang lebih parah dari ini.

Dengan tertatih, lelaki jahat itu berjalan bersama temannya. Meninggalkan David dan Kyra ditemani angin yang menjadi backsound pertemuan mereka yang kesekian kalinya.

"Ini." David menyerahkan tas milik Kyra kepada pemiliknya.

"Terima kasih." Kyra menerima dengan pelan. Menatap David yang terlihat masih terengah.

Ingin sekali Kyra menawarkan untuk mengobati luka tersebut. Tapi dia takut di tolak.

"Kamu nggak bisa bela diri. Betul kan?" Kyra mengangguk. "Kalau nggak punya keahlian, jangan bertindak bodoh dengan menantang orang-orang seperti mereka." tak pernah ada orang yang mau dikatai bodoh.

Pun dengan Kyra. Perempuan itu akan menjawab tapi David lebih dulu kembali bersuara. "Mereka itu akan berbuat nekat karena mereka memang tak punya otak. Jadi kalau kamu merasa lebih pintar dari mereka, hindari orang-orang seperti mereka. Pergi ke tempat banyak orang. Itu lebih baik dari pada menantang hanya karena nggak mau dibilang lemah."

"Kamu nggak ingat aku?" entah kenapa Kyra malah menanyakan hal seperti itu.

"Kamu nggak sepenting itu sampai aku harus mengingat siapa kamu." David membuang nafas kasar sebelum pergi dari sana. Dan tak lagi menoleh ke belakang.

Dan Kyra? Kekecewaan itu menelusup masuk dengan begitu cepat ketika David mengatakan itu. Bahkan rasanya, dia ingin menangis saja karena itu.

°•°

Di sinilah David sekarang. Di tempat di mana pertemuan yang direncanakan sang ibu untuk menemui Arin berada.

Duduk tenang sambil memainkan sedotan yang berada di dalam gelas yang berisi minuman. Dia sangat tidak suka menunggu, dan Arin, membuatnya menunggu selama hampir sepuluh menit.

Sangat tidak tepat waktu. Dan itu membuat gadis bernama Arin memiliki nilai minus dalam hal waktu di mata David.

"David?" tiba-tiba seorang gadis dengan dress selutut berwarna navy duduk di depannya. Yang bisa David prediksi jika gadis itu lah bernama Arin.

"Maaf aku telat. Jalanan macet." alasan yang sangat pasaran. David bahkan tak menjawab dan hanya menatap Arin dalam.

"Sejak kapan jalanan Jakarta nggak macet?"

"Ya?" terlihat jika Arin sedikit kaget mendengar suara berat yang dimiliki David. Sudah bisa dipastikan jika gadis itu langsung menyukai David.

"Aku pikir setiap hari Jakarta selalu macet." Arin pikir jika itu adalah kalimat pembuka jika David akan mengajaknya mengobrol.

"Kalau kamu tahu Jakarta macet, kenapa nggak berangkat lebih awal agar bisa sampai tepat waktu?" Arin meneguk ludahnya pelan. Dia tidak menyangka jika suara sexy David akan menamparnya secara tidak langsung.

"Maaf. Lagi pula baru sepuluh menit kan?" itulah bentuk pembelaan Arin untuk kesalahan yang dilakukannya.

David bukan lelaki yang akan luluh karena di hadapannya adalah perempuan cantik. "Saya bahkan bisa menghabisi sepuluh penjahat dalam waktu sepuluh menit." jawabnya datar.

"Penjahat?"

"Lupakan." menghembuskan napas kasar, David melanjutkan. "Apa yang kamu harapkan dari pertemuan ini?" Arin salah tingkah karena dipandangi David dengan begitu lekat. Dia bahkan harus berdehem berkali-kali untuk mencoba mengurai kecanggungan.

"Aku nggak tahu."

"Saya nggak suka perempuan yang nggak tahu keinginannya sendiri."

"Kita baru bertemu untuk pertama kalinya, dan apa kamu pikir aku bisa mengambil keputusan?"

"Kalau begitu, biarkan saya yang mengambil keputusan." jawab David tegas. "Tolong bilang kepada ibu saya ataupun ibu kamu, jika mereka tak perlu lagi berusaha untuk menjodohkan kita, karena saya menolak."

"Kenapa?" tanya Arin cepat.

"Karena kamu terlalu lama mengambil keputusan, jadi saya yang memutuskan."

•°•

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height