+ Add to Library
+ Add to Library

C4 3

Perdana Menteri, Pangeran Jourell dan beberapa prajurit istana mendatangi sebuah penginapan yang terletak di belakang pasar. Wajah Perdana Menteri terlihat sangat gelap. Ia baru saja diberitahukan oleh seseorang bahwa putri sulungnya mendatangi penginapan dengan dua orang pria.

Tidak akan ada orang yang berani memberikan berita bohong seperti ini padanya, kecuali orang itu mencari mati. Perdana Menteri tidak tahu sampai kapan Allura akan berhenti membuatnya malu. Penyakit yang seperti kutukan saja sudah cukup membuatnya jadi bahan lelucon. Jika saja Allura bukan darah dagingnya maka ia pasti akan membunuh Allura sejak lama.

Dan kali ini, jika itu benar-benar Allura, maka ia tidak akan mengampuninya. Ia akan membiarkan pihak kerajaan menghukum Allura. Tindakan yang Allura lakukan sama dengan penghinaan terhadap istana, dan untuk itu hukumannya tidak akan ringan. Allura akan dipenjara seumur hidup atau akan mendapatkan hukuman mati.

Perdana Menteri tidak akan meminta keringan untuk Allura. Ia telah membesarkan wanita tidak bermoral, dan ia tidak ingin semakin menceburkan dirinya ke lumpur hanya untuk terus menghidupi putri yang tidak berguna itu.

"Buka pintunya!" Perdana Menteri bersuara dengan marah.

Prajurit yang datang bersama Perdana Menteri segera melakukan apa yang diperintahkan oleh Perdana Menteri. Pintu dirusak, beberapa pasang mata bisa menyaksikan apa yang terjadi di dalam sana. Dua orang pria tengah berada di atas tubuh seorang wanita yang wajahnya tidak terlihat karena ditutupi oleh tubuh salah seorang pria.

"Allura!" Perdana Menteri meraung marah.

Kedua pria yang berada di atas tubuh si wanita berhenti melakukan kegiatan yang mereka sukai.

"Bunuh dua pria itu!" Pangeran Jourell memberi perintah dengan wajah merah padam.

Empat prajurit menangkap dua pria itu, lalu memenggal kepala dua pria tanpa busana itu.

Setelah dua orang itu tewas, Perdana Menteri mendekati ranjang. Dan wajah si wanita yang berada di atas ranjang terlihat jelas di matanya. Ia seperti kehilangan pijakan, kakinya terasa lemas.

"Arlene." Suaranya tercekat.

Arlene yang telah menderita dibawah kekuasaan dua pria bayaran Pangeran Jourell kini tidak bisa mengatakan apapun. Ia terlalu hancur sekarang. Tubuh bagian bawahnya terkoyak, setiap inch kulitnya telah dinodai. Hidupnya saat ini hancur. Masa depannya yang cerah menjadi sangat gelap.

Seperti Perdana Menteri, Pangeran Jourell tidak kalah terkejutnya. Kenapa wanitanya yang ada di sana? Bukan Arlene yang harusnya ada di sana, tapi Allura.

"Perintahkan semua orang untuk keluar dari kamar ini!" titah Perdana Menteri dengan perasaan yang bercampur aduk.

Semua prajurit termasuk Pangeran Jourell keluar dari sana.

"Putriku, apa yang terjadi padamu?" Perdana Menteri bertanya lemah.

Arlene masih tidak bisa bersuara.

"Tenanglah, Ayah sudah ada di sini. Semuanya akan baik-baik saja." Perdana Menteri mencoba menenangkan putrinya, tapi pada kenyataannya tidak ada yang baik-baik saja sekarang.

Beberapa orang telah melihat bahwa Arlene yang ada di kamar itu dengan dua pria. Berita pasti akan menyebar dengan cepat. Masa depan putrinya hancur. Tidak akan ada keluarga bangsawan atau pun pangeran yang akan memperistri anaknya. Pria mana yang mau menikah dengan wanita yang sudah dinodai.

Terlebih rumor pasti akan menyebar liar. Nama baik putrinya hancur. Semua orang akan memandang rendah Arlene.

Di tempat yang tidak terlihat, Allura tersenyum memandangi kejadian di penginapan. Ia segera meninggalkan tempat itu, tapi ketika ia hendak pergi seorang pria dengan rambut keemasan menghadang langkahnya.

"Pertunjukan yang bagus. Aku mengetahui segalanya." Pria itu bicara sembari tersenyum licik pada Allura.

Allura memasang wajah tenang. "Saya tidak mengerti maksud ucapan, Tuan."

"Tidak usah bersandiwara. Aku tahu kau yang telah menyebabkan kekacauan di penginapan."

Allura mengepalkan tangannya. Ia pikir ia telah bertindak dengan hati-hati, tapi ternyata ada saksi yang melihat perbuatannya.

"Apa yang kau inginkan dariku?"

Pria itu tersenyum lagi. "Entahlah, aku memiliki segalanya."

"Kalau begitu tidak perlu ikut campur urusanku."

"Aih, bersikap baiklah padaku. Aku memegang rahasiamu."

"Tidak usah bermain-main denganku. Aku tidak memiliki waktu untuk itu!" seru Allura tajam. Ia segera melewati pria itu, tapi tidak ia duga pria itu meraih cadar yang menutupi wajahnya.

"Dan sekarang aku mengenali wajahmu." Pria itu menyeringai lagi.

Allura tidak bisa membuang waktunya lebih banyak. Ia harus kembali ke kediamannya secepat mungkin. Jika tidak, ia tidak akan bisa meyakinkan semua orang bahwa ia tinggal di kamarnya seharian ini.

Tangannya bergerak dengan cepat, merebut kembali cadar miliknya lalu bergegas pergi.

Pria berambut keemasan itu tersenyum kecil. "Kau meminum obatmu dengan baik, Gadis Kecil."

**

Allura telah kembali ke kamarnya. Ia berbaring di ranjangnya seolah-olah sedang terlelap.

"Nona, apakah kau sudah bangun?" tanya Diana --satu-satunya pelayan yang Allura miliki, dari luar kamar.

"Ada apa, Diana? Kau mengganggu tidurku." Allura membuka selimutnya kemudian ia turun dari ranjang. Ia benar-benar tampak seperti seorang yang baru saja terbangun dari tidurnya,

"Saya tidak bisa mendapatkan sarapan untuk Anda. Semuanya sudah tidak bersisa lagi." Diana berkata dengan wajah sedih.

Hal seperti ini bukan sesuatu yang baru untuk Allura. Sarapan sisa, atau bahkan tidak mendapat makanan sudah sering ia rasakan. Jadi, melewatkan sarapan bukan sesuatu yang mengerikan untuknya.

"Lupakan saja, Diana. Aku tidak apa-apa dengan itu."

Diana mendesah putus asa. "Kenapa mereka sangat jahat pada Nona. Bahkan untuk sarapan saja mereka tidak menyisakan untuk Anda."

Diana telah menemani Allura lebih dari sepuluh tahun. Wanita ini hanya tua 2 tahun dari Allura. Ia adalah seorang budak yang dibeli keluarga Allura, lalu Perdana Menteri memerintahkan Diana untuk melayani Allura karena saat itu pelayan yang telah merawat Allura dari kecil meninggal dunia.

Ia sebatang kara, tapi ia lebih mengasihani hidup majikannya daripada dirinya sendiri. Majikannya memiliki keluarga tapi itu hanya sebutan belaka. Pada kenyataannya tidak ada yang bisa majikannya sebut sebagai keluarga.

Perdana Menteri yang merupakan ayah kandung Allura tidak pernah peduli pada Allura. Tidak hanya makanan sisa, Allura tidak memiliki pakaian yang indah, tempat tinggal yang menyedihkan, ditambah ketika Allura sakit, tidak akan ada dokter yang memeriksanya.

Hanya ada Arlene yang sesekali mengunjungi Allura. Memberikan Allura pakaian yang telah dipakai oleh Arlene. Diana tidak pernah berpikir bahwa Arlene tulus menyayangi Allura. Ia merasa nona keduanya memiliki maksud tersembunyi, tapi ia tidak berani mengatakannya pada nona sulungnya karena ia sangat tahu nona sulungnya sangat menyayangi Arlene.

Suara keributan terdengar dari depan paviliun Allura yang terletak di dekat tempat mencuci pakaian di kediaman itu.

"Bagaimana bisa kejadian buruk seperti itu menimpa Nona Arlene? Jika aku jadi dia maka aku pasti akan bunuh diri." Seorang pelayan membicarakan tentang keadaan Arlene. Beberapa menit lalu Arlene telah kembali ke kediamannya dalam keadaan yang tidak baik-baik saja.

Berita telah menyebar lebih cepat dari kereta kuda milik Perdana Menteri. Bahkan orang-orang yang tinggal di kediaman Perdana Menteri telah mengetahui apa yang terjadi pada Arlene sebelum Perdana Menteri sampai ke kediamannya.

"Masa depan Nona Arlene hancur. Tidak akan ada pria yang mau menjadikannya istri sah. Aku merasa kasihan untuknya." Pelayan lain menghela napas, ikut sedih atas apa yang menimpa majikan favoritnya.

Di dalam kamarnya yang lusuh, Allura mendengarkan perbincangan kedua pelayan di sebelah kediamannya. Hatinya merasa sangat puas sekarang. Ia membalas mata untuk mata. Di kehidupan sebelumnya ia yang merasakan bagaimana hancurnya diperkosa oleh dua orang pria, dan sekarang giliran Arlene.

"Diana, aku masih merasa demam. Aku akan beristirahat lagi." Allura kembali berbaring di ranjangnya. Hari ini kondisinya memang sedang tidak baik karena dari semalam ia tidak makan. Jadi kepalanya terasa pusing. Di kehidupan sebelumnya, ia mengabaikan tubuhnya yang lemah hanya untuk menemani Arlene ke tempat penjahit, siapa yang sangka jika kebaikannya yang ingin menyenangkan hati adiknya dibalas dengan dua pria yang dengan buas memperkosa dirinya.

Diana merasa nonanya sedikit aneh. Ia yakin nonanya mendengar apa yang dibicarakan para pelayan, tapi kenapa nonanya tidak bereaksi sama sekali. Harusnya saat ini nonanya mengabaikan demam yang melandanya dan berlari ke kediaman nona kedua untuk melihat keadaan adik kesayangannya.

"Ada apa, Diana?" tanya Allura ketika pelayannya tidak melangkah keluar dari kamarnya.

"Ah, tidak, Nona. Kalau begitu selamat beristirahat, Nona."

Allura tidak menjawab. Ia hanya memejamkan matanya. Apa yang Arlene rasakan saat ini belum apa-apa, itu hanya permulaan untuk setiap permainan yang sudah Arlene lakukan padanya.

Bukankah Arlene mencintai Pangeran Jourell? Ia tidak akan pernah membiarkan dua orang itu bersama. Setelah kejadian buruk menimpa Arlene, Allura yakin Pangeran Jourell akan berpikir seratus kali untuk menikah dengan Arlene.

Allura tahu Pangeran Jourell tengah mengincar posisi Putra Mahkota yang saat ini tengah kosong. Ditambah Pangeran Jourell adalah putra dari permaisuri saat ini, wanita itu jelas tidak akan mengizinkan putranya menikah dengan Arlene yang memiliki catatan hitam.

Sementara itu di kamar Arlene, Selir Samantha tengah memeluk putrinya yang kini meraung seperti orang gila.

"Apa yang telah terjadi padamu, Putriku? Kenapa kau berakhir seperti ini?" Perasaan Selir Samantha hancur sekarang. Putri yang ia banggakan kini telah ternodai.

"Suamiku, apa yang terjadi? Katakan padaku?" Selir Samantha melirik suaminya yang kini hanya berdiri seperti patung dengan wajah muram.

Perdana Menteri tidak bisa tahu harus menjawab apa. "Tenangkan, Arlene. Aku akan memanggil tabib." Setelahnya ia keluar. Apa yang menimpa Arlene akan sangat berpengaruh baginya. Ia telah menyusun rencana agar putrinya menikah dengan Pangeran Kedua, tapi setelah kejadian ini tidak mungkin baginya untuk menjadikan anaknya sebagai istri sah. Jangankan istri sah, untuk menjadi selir saja itu tidak akan mudah.

Ia kini merasa hidupnya benar-benar dikutuk. Ia memiliki dua putri yang kini tidak berguna sama sekali untuknya.

Perdana Menteri memanggil tabib, tapi ia tidak datang untuk melihat kondisi putrinya. Ia berada di dalam ruang kerjanya, memikirkan reputasinya yang hancur.

Entah itu putrinya diperkosa, atau putrinya sengaja melemparkan diri ke para pria, hal itu sama buruknya untuk citranya sebagai seorang Perdana Menteri. Orang-orang mkungkin akan takut membicarakannya di depan, tapi di belakangnya mereka pasti tidak akan menahan mulut mereka untuk menjadikannya sebagai bahan perbincangan.

Memikirkan hal itu saja sudah membuat Perdana Menteri sakit kepala. Namun, meski begitu ia akan mendengarkan penjelasan Arlene dengan baik. Ia tidak akan membuang Arlene, karena bagaimana pun Arlene adalah putri kesayangannya.

Setelah ini tugasnya adalah mencarikan suami yang bisa menerima Arlene. Jika perlu ia akan memberikan mahar yang besar agar ada pria yang mau menikahi putrinya. Setidaknya ia harus memiliki penerus darahnya.

Jika Arlene tidak bisa memenuhi keinginannya untuk menjadi besan kekaisaran, maka ia bisa menggunakan cucunya. Perdana Menteri tidak akan menyerah terhadap keinginannya itu.

Di kamar Arlene, tabib wanita memeriksa daerah kewanitaan Arlene yang robek. Ia meringis, seolah ia ikut merasakan bagaimana kewanitaan Arlene dimasuki paksa dan kasar.

Darah masih mengalir dari kewanitaan Arlene. Tabib menyekanya dengan kasa. Lalu ia memberikan obat di sekitar sana.

Hati Selir Samantha teriris. Ia terus saja menangis melihat nasib buruk yang menimpa putrinya. Sedangkan Arlene, wanita itu kini tidak sadarkan diri karena obat bius yang diberikan oleh tabib.

"Nyonya, ini adalah obat untuk luka Nona Arlene. Dan ini untuk dikonsumsi oleh Nona Arlene. Lukanya sudah ditangani, akan segera sembuh dalam beberapa hari."

"Terima kasih, Tabib."

"Kalau begitu saya permisi. Jika terjadi sesuatu pada Nona Arlene segera beritahu saya."

"Ya, Tabib."

TBC

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height