DIRTY ROMANCE/C6 BULAN MADU DINGIN
+ Add to Library
DIRTY ROMANCE/C6 BULAN MADU DINGIN
+ Add to Library

C6 BULAN MADU DINGIN

Walau sempat kembali ragu, Mika memantapkan hatinya untuk menerima Janu dan menandatangani surat perjanjian pra-nikah mereka. Yang mana poin utamanya adalah ini hanya berlaku sementara, baik Mika maupun Janu tidak boleh mencampuri ranah pribadi terlalu dalam, tidak ada kontak fisik, tidak diperbolehkan untuk merasa cemburu pada satu sama lain, dan mereka bebas menjalin hubungan di luar pernikahan mereka.

Mirip seperti kawin kontrak tapi tidak ada sistem pembayaran. Setelah bercerai pun, mereka tak akan meributkan harta gono-gini, soal harta bersama diatur oleh Janu.

Pernikahan secepatnya diatur, bertepatan dengan waktu pendaftaran masuk universitas. Mika langsung diboyong ikut ke rumah Janu, tak lagi tinggal bersama bundanya. Janu pun tak merasa canggung sama sekali, berbalikan dengan Mika yang tiap detik jantungnya selalu nyaris meledak. Dengan santai, Janu mengambil sofa sebagai tempat tidurnya. Ranjang bisa dipakai sepenuhnya oleh Mika.

Yang menjadi pusat utama Janu hanya studi Mika, tiap hari dia mengingatkan Mika untuk belajar sungguh-sungguh, mengulang kembali materi yang dia pelajari di sekolah. Keinginan Mika juga sudah bulat untuk melanjutkan studinya ke jenjang perguruan tinggi. Dua bulan dari sekarang, dia akan segera mulai mengikuti ospek.

***

"Udah seminggu kan kalian menikah, belum kepikiran buat bulan madu?" tanya Mama saat dia datang berkunjung tiba-tiba.

Mika meletakkan segelas teh panas di atas meja tamu dengan gugup. "Kayaknya nggak bisa, Ma. Mas Janu sibuk persiapan awal semester baru, aku juga sebentar lagi mau masuk kuliah," jawab Mika.

Janu yang sedang membaca di hadapan ibunya tampak acuh tak acuh. Sedari awal pernikahan, dia sudah bertekad tak akan ada kata bulan madu dalam kamusnya.

"Jan! Kamu kan guru berdedikasi, masa nggak bisa ambil bulan madu? Satu minggu aja! Mika juga kan belum masuk kuliah. Masih ada waktu." Mama ngotot mendesak.

"Banyak yang lebih penting, Ma." Janu beralasan.

"Jangan ngarang kamu. Mama nggak mau tau. Ini Mama udah siapin tiket dan akomodasi buat kalian." Dengan seenaknya, Mama meletakkan empat buat tiket pesawat pulang-pergi tujuan Singapura.

Mika yang seumur hidup belum pernah ke luar negeri langsung menyambut tiket itu dengan mata berbinar. "Wah, tiket ke Singapura!" serunya penuh semangat. Ekspresinya tak bisa berbohong. "Akhirnya pasport aku bisa berguna juga, udah sempat bikin dari tahun lalu tapi kirain nggak akan kepake." Tanpa sadar, dia mencetuskan apa yang ada di pikirannya.

Sontak Janu langsung menghela napas berat. Dia tak bisa menolak apabila Mika sudah sebegini antusias terhadap rencana gila bulan madu ini.

"Lagian apa juga yang mau diliat di Singapura?! Nggak ada yang menarik. Tinggal keliling aja Jakarta." Janu mengeluh.

Raut muka Mika langsung murung.

"Kamu ngomong apa, sih? Kamu nggak liat tuh Mika begitu antusias? Mika nggak pernah ke luar negeri, kan? Pas banget loh waktunya. Apalagi kan sekarang lagi musim kemarau, cuaca lagi cerah. Enak buat liburan. Satu minggu aja. Teman arisan Mama bahkan udah mensponsori hotel buat kalian, loh."

Ingin sekali Janu berteriak geram mendengar perkataan konyol ibunya. Namun, melihat Mika begitu antusias, hatinya juga jadi terenyuh. Ini akan menjadi pengalaman pertama Mika ke luar negeri. Sayang kalau dilewatkan. Dengan berat hati Janu menanggapi, "Okelah kalau gitu. Terserah aja."

***

"Kamu udah bawa jaket? Bawa baju banyak? Bunda takut kamu kedinginan." Di Bandara, bunda Mika terus membahas soal jaket dan pakaian tebal.

Janu dan ibunya saling memandang. "Bunda, Singapura itu dekat. Iklimnya tropis kok, panas sama kayak di sini. Nggak perlu jaket tebal." Janu menjelaskan dengan sabar.

"Ah, masa sih?! Luar negeri kan pasti dingin. Mungkin juga bersalju. Bunda takut Mika flu."

"Ih, Bunda ..., Singapur itu masih satu kawasan sama Indonesia." Mika ikut dibuat malu oleh bundanya. Lebih baik segera masuk ke ruang tunggu ketimbang menahan malu dengan sikap kampungan Bunda. "Ayo, Mas. Kita masuk sekarang aja."

Mereka berpelukan melepas Mika dan Janu pergi berbulan madu. Seolah akan melepas Mika untuk waktu yang lama, Bunda bahkan menangis sesenggukan. "Bunda apaan sih? Orang cuma pergi seminggu, kok." Mika menggerutu.

Untung Mama cepat menenangkan Bunda sebelum dia membuat drama lebih jauh. Akhirnya setelah sepuluh menit berpamitan, mereka masuk ke tempat boarding pass.

***

Selama di dalam pesawat pun, Janu tampak cuek saja. Sejak mereka menikah, nyaris tak ada yang berubah. Hubungan mereka tak berkembang sama sekali. Mika pun dibuat bingung sendiri. Dia tak menyangka, guru yang dikenal hangat itu ternyata aslinya sangat dingin, sangat cuek. Mereka hanya bicara seperlunya saja.

Pagi-pagi betul, Janu sudah bangun. Dia biasanya pergi berolahraga. Kadang lari pagi mengelilingi taman di dekat rumah, kadang pergi ke lapangan yang agak jauh. Lalu sarapan bubur. Sangat jarang dia menyantap makanan di rumah.

Dua kali dia dibuatkan bekal oleh Mika, dia habiskan tanpa ada kata-kata. Entah pujian atau keluhan. Tak ada. Siang hari di rumah dia sibuk kerja sendiri. Kadang asyik sendiri mengurus kebun rumahnya. Tak pernah dia mengajak Mika bicara berdua atau mengajaknya terlibat dalam kegiatannya.

Malam hari saat Mika sedang menonton TV, Janu biasanya memilih keluar untuk menemui teman-temannya, lalu pulang larut malam setelah Mika terlelap lebih dulu. Entah bagaimana, sikap Janu terlihat seperti sengaja menghindar. Mika juga tak tahu mesti bagaimana.

Tak ada keinginan untuk menjadi dekat memang, tapi setidaknya Mika ingin sedikit lebih mengenal Janu. Apa yang dia suka, apa yang tak dia suka. Semua masih misteri. Janu memang sangat tertutup perihal urusan pribadinya. Mau bagaimana lagi, Mika tak mungkin memaksa juga bila Janu tak berminat untuk dekat dengannya.

Mereka sampai juga di Singapura. Cuaca siang itu lumayan terik. Janu langsung disambut oleh sopir taksi yang siap mengantar mereka menuju hotel yang sudah lebih dulu direservasi oleh Mama.

"Kamu mau istirahat dulu atau langsung liat-liat keluar?" tanya Janu setelah sampai di dalam kamar hotel.

"Eh ..., terserah Mas aja mau kayak gimana." Mika menjawab kikuk.

"Gini aja ya, aku langsung terus terang aja." Janu bicara dengan nada serius. "Kamu bisa keliling sendiri, kan? Mama udah siapkan city tour* (*perjalanan keliling kota yang disiapkan oleh agen travel), kan? Kamu ikut aja. Aku nggak ikut, aku mau keliling sendiri."

Mika tercengang dengan ucapan Janu yang agak sadis sebetulnya. Ini adalah pertama kali dia datang di negeri orang tapi ditinggal sendirian. Segala tantangan harus dia lalui sendiri, terlebih bahasa inggrisnya tak seberapa bagus. Tapi lagi-lagi, Mika tak berani protes. "O ... oke, deh kalau gitu." Dia cuma bisa mengiyakan.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height