+ Add to Library
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 Jangan

Sachi masih membeku di bawah kungkungan pria setengah abad yang siap menerkamnya. Pria dengan wajah manis yang tak lain adalah suaminya, Adnan. Seorang staff disebuah perusahaan ternama di Surabaya yang menikahinya tujuh tahun lalu.

"Mas, berhenti. Aku sudah tidak kuat." rintih Sachi sambil menggigil. Tubuhnya sudah kedinginan sejak pulang kerja tadi. bahkan kini ia merasa badannya demam dengan suhu lebih dari tiga puluh delapan derajat.

Namun, Adnan seakan tidak peduli. Ia masih saja mencium bibir Sachi dengan penuh nafsu. Meraba dada istrinya dengan penuh gelora dan menusuk-nusuk kewanitaan Sachi dengan jari lainnya.

Sakit. Hanya itu yang dirasakan Sachi atas perlakuan Adnan.

Masih dengan memaksa, Adnan bangkit dan mendekat ke wajah Sachi. Adnan memaksa memasukkan miliknya ke mulut Sachi. Wanita itu hanya bisa pasrah. Ia pun mengulum aset Adnan dan mengurutnya. Tapi tetap saja aset itu tak mau tegak berdiri. Bahkan Sachi sampai lelah mengulumnya.

Adnan nampak frustasi, ia melepaskan batangnya dari mulut Sachi. Dan mulai mengurutnya sendiri. Bersiap berjongkok di hadapan paha Sachi yang sudah dibukanya lebar.

Adnan menusukkan aset miliknya secara paksa. Sachi tampak meringis menahan kesakitan. Karena bukannya masuk dengan tenang. Melainkan Adnan memaksa dengan asetnya yang tidak mengeras.

Sachi begitu kesakitan dengan perlakuan Adnan. Entah ini sudah yang keberapa kalinya. Sachi sudah tidak bisa menghitungnya. Dan Sachi tidak pernah bisa lepas begitu saja. Walaupun ia menolaknya, takkan pernah bisa. Adnan akan tetap memaksanya.

Adnan membiarkan Sachi menahan kesakitannya. Tidak hanya bagian kewanitaannya tapi badannya juga rapuh. Tubuh mungilnya menggigil tak karuan. Sachi merasakan tubuhnya semakin panas dan dingin menjadi satu. Sachi hanya bisa menarik selimutnya lebih ke atas. Bahkan untuk memakai bajunya kembali Sachi tidak sanggup berdiri. Sedangkan Adnan, entah dimana dia sekarang.

Setelah merasa frustasi karena miliknya tak pernah bisa melesak masuk dengan mulus ke lubang surga dunia milik Sachi, lelaki tua itu meninggalkannya begitu saja. Sachi bahkan tak pernah ingin tahu dimana keberadaan lelaki yang katanya suaminya itu.

Tujuh Tahun lalu.

Disebuah masjid besar di kawasan Gayungsari. Tampak sepasang laki-laki dan perempuan sedang mengembangkan senyumnya. keduanya baru saja melangsungkan akad nikah.

Quinne Sachi, putri tunggal dari Bapak Darma Susilo dan ibu Neina Rahayu. seorang pengusaha makanan di wilayah Surabaya Selatan. saat ini usia sachi masih dua puluh enam tahun. Saat pernikahnnya berlanngsung Sachi berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah dasar swasta. Wajah sachi terus menyungggingkan senyum dengan gembira dan bahagianya karena ia telah menikah dengan seorang Adnan Haryokusum. Seorang karyawan biasa di perusahaan ekpor import di wilayah Surabaya Pusat.

Bukan rahasia umum, Sachi gadis yang berwajah cantik dengan bibir tipis dan bermata sendu dengann perangai lincah dan cerdas menikah dengan perjaka tua berusia empat puluh enam tahun. Hampir semua tamu menyayangkan kedua pasangan tersebut.

Namun, kembali siapa yang menyangka dengan jodoh dan taqdir. Bisa saja itu adalah taqdir mereka berdo'a.

Selama ini Adnan Haryokusumo terkenal sebagai pria baik, sabar dan tekun.

Bisa jadi karena pribadi Adnan yang demikian membuat Sachi jatuh cinta padanya. Pria yang seumuran dengan ayah dan ibunya.

Resepsipun diadakan didalam salah satu gedung masjid nasional itu dengan meriahnya. Mangingat orang tua Sachi yang seorang penguasah , tentu saja banyak rekan bisnis Mama dan Papanya yang hadir, Begitupun dari pihak Adnan, banyak teman-teman kantor yang sudah menunggu momen pria itu melepas masa lajangnya.

Selepas resepsi, Sachi dan Adnan menempati sebuah rumah yang sudah disediakan keluarga Sachi dikawasan Margorejo. Meskipun tidak tergolong dalam perumahan elit, Namun lokasinya sangat nyaman dan strategis. Membuat Sachi betah di rumahnya.

( Duh, enak banget jadi Adnan. Begitu menikah semua tersedia )

Malam Pertama

Sampai di rumah barunya, Adnan menyeret kopernya. Dilihatnya Sachi dengan tidak sabar. Matanya terus mengawasi gerak gerik istrinya itu.

Sachi melihat koper bawaan Adnan. "Mas letakkan kopernya di kamar dulu. Nanti biar aku yang menatanya." kata Sachi sambil duduk di sofa merenggangkan tangan dan kakinya yang sedari tadi terasa kaku setelah seharian melakukan ritual pernikahan mereka.

Adnan mengikuti jejak istrinya, duduk di sofa mnenyelonjorkan kakinya ke atas meja. Iapun merasakan capek sama dengan Sachi.

"Capek ya, sayang." kata Adnan dengan mesra.

"Banget, Mas." jawab Sachi dengan manjanya.

Adnan mendekatkan tubuhnya ke tubuh Sachi. Memeluk sachi dengan lembut.

"Mas, pijitin yuuk Dek." ucap Adnan dengan machonya.

Sachi menoleh ke arah Adnan, memberikan seulas senyumnya kepada lelaki yang baru tadi mengucapkan ijab qobul dihadapan Papanya.

"Beneran?" Sachi meyakinkan Adnan.

"Beneran. Masa bo'ong siih." Adnan meyakinkan istrinya itu.

"Sini..." Adnan memindahkan kaki Sachi ke pangkuannya.

Adnan mulai menekan kaki Sachi dengan lembut, Sachi menikmati pijatan suaminya itu. Tak lama akhirnya Sachi tertidur.

Saat sachi tersadar, tubuh Adnan sudah menindihnya. Pria itu menyatukan bibirnya ke bibir Sachi. Menjilatinya tanpa sisa seakan bibir Sachi adalah sebuah ice cone yang lembut.

Saat Adnan tersadar Sachi sudah membuka matanya, pria itu tersenyum menatap ke arahnya.

"Sudah bangun, sayang?" bisiknya.

"Sudah. Kok aku di kamar Mas? padahal kan tadi kita di ruang tamu." Sachi mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang mereka tempati sekarang.

"Aku yang memindahkanmu. Kamu tampak lelah sekali." kata lelaki itu lembut.

"Dan aku sudah tidak tahan melihatmu yang cantik ini." bisiknya lagi kepada Sachi.

Sachi hanya tersenyum menatap lelaki yang menindihnya itu.

Tanpa ragu dan malu, Sachi langsung menarik tengkuk prianya. Menyentuhkan kembali bibirnya ke bibir Adnan. Mendapat perlakuan yang seperti itu, Adnan langsung membalas dan menyerang bibir Sachi, Lidahnya kembali menjilati setiap inchi bagian terdalam dari mulut sachi.

Puas dengan bibir, Adnan melancarkan aksinya ke kening, pelipis, mata, hidung dan pipi Sachi. Pria itu lanjut menjelajah bagian telinga, leher dan bahu Sachi. Bermacam jejak ia tinggalkan dengan manis. dan Sachi hanya melenguh dengan manjanya menikmati sentuhan bibir Adnan.

Adnan berpindah ke area dada Sachi, tujuannya adalah dua gundukan menantang milik sachi. Gundukan berukuran 39 B itu diremasnya dengan lembut. Diusapnya pucuk kemerahannya dengan gairah. Bibirnya berpindah ke area tersebut, mengulum, menyedot dan menjilatinya bergantian tanpa hentinya. Diperlakukan begitu tubuh sachi bergetar tak karuan. Perasaan aneh bergejelok di dadanya.Sachi hanya melenguh pelan.

Tanpa sadar cairan bening keluar dari area kewanitaannya. Tapi sachi tak mempedulikannya ia teru menikmati sentuhan Adnan. Adnan mulai melepas pakaian dan Bra Sachi. Melihat gundukan yang tanpa ditutupi apapun membuat Adnan kembali bermain di dada Sachi. Sachi kembali melenguh, mendesah dengan sedikit kencang.

Adnan menurunkan rok dan celana dalam Sachi yang tampak basah oleh banyak cairan.

"Kamu sudah basah sayang." bisik Adnan tapi Sachi tak mempedulikan omongan Adnan yang tangannya sibuk meneliti kewanitaannya.

Adnan terus mengusap milik Sachi, sesekali ia menusukkan jari tengahnya ke pusat lubang. Diperlakukan begitu sachi kembali mendesah.

Adnanpun berjongkok menghadap ke selangkangan Sachi, pandangannya menuju ke pusat tubuh sachi. Ia benamkan wajahnya ke pusat kenikmatan wanitanya dibukanya dengan lebar kaki Sachi. Dijilatinya area sensitif itu tanpa rasa ragu. Adnan tak melepas satu inchipun milik wanitanya. Sachi kembali mendesah kenikmatan menikmati perlakuan Adnan padanya.

Tubuh Sachi kembali bergetar tangannya menggenggam erat seprai yang awalnya rapi menjadi tidak berbentuk. Dari bibirnya terus mengeluarkan desahan yang membuat Adnan semakin tidak ingin menuntaskan malam panjangnya dengan cepat.

Adnan melepaskan menuntaskan rasa penasarannya di pusat tubuh Sachi, sesaat kemudian ia membawa miliknya yang sudah menegang maksimal mendekati pusat kewanitaan Sachi.

Adnan menusukkan asetnya menembus lubang yang sudah membuka maksimal. Aset Adnan berhenti di tepi lubang Sachi, ada kesulitan dari batang miliknya menembus pertahanan wanita tersebut.

Adnan memaksa menusukkan batangnya, Sachi menjerit tak karuan merasakan sakit saat pemaksaan yang tak dikehendakinya masuk.

Bersamaan dengan pemaksaan tersebut. Semburat bercak merah keluar. menandakan belum pernah ada pria manapun yang menyentuh Sachi. Adnan seakan puas denngan pencapaiannya. Ada senyum dibibirnya. Senyum yang hanya bisa diartikan Adnan sendiri.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height