Dosa Berbalut Cinta/C2 Sakit dan Kecewa
+ Add to Library
Dosa Berbalut Cinta/C2 Sakit dan Kecewa
+ Add to Library

C2 Sakit dan Kecewa

Masih di tujuh tahun lalu

Bersamaan dengan pemaksaan tersebut, semburat bercak merah keluar menandakan belum pernah ada pria manapun yang menyentuh Sachi. Adnan seakan puas dengan pencapaiannya. Ada senyum dibibirnya. Yang hanya bisa diartikan Adnan sendiri.

Sedangkan Sachi merasakan kesakitan yang luar biasa di pangkal pahanya. Linangan air mata keluar dari kedua sudut netranya dengan mulus. Erangan kesakitan dari bibirnya tak pernah dipedulikan lelaki yang sudah menindihnya dengan rakus.

Lelaki itu melesakkan miliknya yang keras dengan kasarnya. Membuat Sachi menjerit lebih keras. Namun kembali jeritannya tak dipedulikan Adnan. Ia malah asyik menggenjot tubuh wanitanya menikmati lubang surga duniawi milik Sachi yang terasa sempit dan membuatnya miliknya berdenyut-denyut serasa dipijat.

Lelaki itu memompa miliknya semakin cepat, ia benar-benar tidak mempedulikan jeritan kesakitan Sachi yang memelas. Bagi Adnan jeritan Sachi ditelinganya terdengar sangat seksi. Bahkan membuat gairahnya semakin panas.

Dalam hitungan detik, Adnan menghentikan gerakan memompanya. Lelaki itu berhasil menyemburkan cairan perkasanya ke rahim Sachi dengan hangat. Bersamaan dengan erangan keras yang keluar dari mulut lelaki itu. Batang miliknya yang masih terkunci di dalam milik Sachi mulai mengkerut perlahan dan keluar dengan sendirinya dari lubang persembunyiannya.

Lelaki itu sudah menuntaskan hasratnya dengan perasaan puas. Bertubi-tubi dihujaninya kening Sachi dengan ciuman. Namun Sachi terdiam. Tak ada reaksi yang membuat menjadi sangat luar biasa.

Selesai menghadiahi Sachi dengan ciuman, Adnan langsung merebahnkan tubuhnya disamping Sachi. Dipeluknya tubuh istrinya itu dengan erat dari belakang.

Sachi.

Gadis yang baru saja melepaskan keperawanannya itu, masih meneteskan air mata. Sesekali ia sesenggukan pelan. Tak ingin lelaki disebelahnya itu memergokinya.

Sakit.

Saat ini itu yang ia rasakan. Tidak hanya diarea kewanitaannya. Bahkan hatinya kini juga ikut merasa sakit. Dadanya sesak menahan sesengukannya.

Sachi, sebagai seorang wanita. ia pernah memimpikan indahnya malam pertama. Bahkan ia menjaga miliknya yang paling berharga hanya untuk suaminya kelak. Suami yang ingin ia bahagiakan dan membahagiakan dia.

Malam ini, saat ia ingin menjadi wanita yang paling bahagia. kenyataannya, ia tak menemukan sesuatu yang diimpikannya itu. Bahkan Sachi tidak menemukan keindahan disana.

Sachi masih merasakan perihnya pergolakan batinnya.

Ada rasa penasaran menyeruak didadanya. Apa sedemikian sakit dan perihnya making love di malam pertama. Apa semua wanita merasakan seperti yang ia rasakan.

Kalo iya, kenapa mereka masih menginginkan dan mengulangnya.

Akhirnya karena kelelahan menangis, Sachi tertidur. Dan tak pernah ada penolakan saat Adnan semakin mengencangkan pelukannya.

Kecewa.

Iya pakai banget. Itu yang Sachi rasakan.

kembali ke kondisi sachi saat ini.

Tubuhnya masih menggigil. Perlahan ia mencari dimana Adnan membuang pakaiannya. Setelah menemukan pakaiannya segera Sachi mengenakannya dan membersihkan diri di kamar mandi. Sachi berjalan perlahan menuju dapur.

Sachi meraih sebuah gelas dan menuangkan air putih dari dispenser. Dicarinya toples obat yang juga ia simpan di lemari dekat dapur.

Setelah menemukan pil parachetamol, Sachi segera membuka bungkusnya dan menelannya dengan susah payah. Setelah menuntaskan ritual meminum obat Sachi kembali ke kamar.

Sejenak ia melongok ke ruang tengah siapa tahu suaminya itu ada di sana. Ternyata ruangan itu gelap. Pertanda tak ada siapapun disana.

Sachi kembali ke kamarnya. Ia berusaha tidak peduli dengan suaminya itu, tapi tetap saja sisi hatinya yang lain tak bisa melakukannya.

**********

Pukul empat pagi, Sachi sudah bangun. Setelah mandi ia segera menunaikan sholat subuh. Sachi segera ke dapur memasak untuk sarapannya dan Adnan.

Kebiasaan ini adalah rutinitasnya selama tujuh tahun ini. Tak ada yang spesial setiap pagi. Aktifitasnya hanya berkisar tentang dapur.

Hari ini, Sachi sudah menyiapkan beberapa sayuran di lemari esnya.Diambilnya wortel dan kembang kol. Dengan serius dan fokus sachi mulai memotong sayurannya. Karena sebelum masuk lemari es, Sachi sudah mencucinya terlebih dahulu.

Satu tungku sachi gunakan untuk memasak sayur sup kesukaan Adnan, sedangkan tungku sebelahnya ia gunakan untuk menggoreng lauk. Hari ini Sachi sudah menyiapkan perkedel kentang dan ayam goreng. Sachi menikmati aroma harum dari setiap menu yang ia masak.

Berkali-kali senyumnya mengembang mencium aroma masakannnya. Seolah aroma itu mampu menghapuskan kesakitannya semalam.

Bisa jadi, Sachi melampiaskan kesakitannya dengan kesibukanny dan senyum yang selalu ia suguhkan kepada setiap orang yang ia temui. Siapapun itu. Tak peduli ia orang yang baru ia kenal. Sehingga Sachi banyak dikenal sebagai pribadi yang ramah dan smart.

Kembali ke dapur sachi.

Asap mengepul dari panci Sachi, aroma harum memenuhi dapurnya. Menciptakan sensasi lapar bagi siapapun yang membaunya. Sachi menaburkan garam di masakannya dan mencicipinya. Setelah dirasa rasanya sudah sesuai dan pas dengan lidahnya Sachi segera mematikan kompornya. Tungku sebelahnya sudah mati beberapa saat lalu, kegiatan menggorengnya lebih cepat selesai.

Sachi menata menunya di meja makan. Sederhana memang. karena hanya itu yang bisa Sachi beli untuk belanja. Iapun harus berhemat dalam belanja. Kehidupannya tidak seperti waktu diriya gadis dulu. Dimana orang tuanya memanjakannya. Sachi tak pernah kekurangan apapun. Semua bisa ia dapat dengan mudah.

Sangat berbanding terbalik dengan kehidupannya yang sekarang. Gaji suaminya yang tidak seberapa, harus mampu ia atur dengan rapi. Terkadang ia harus menambahkan dengan uang gajinya yang hampir sebanding dengan suaminya. Namun tak bisa dipungkiri, penghasilannya lebih banyak daripada suami.

Masih pukul lima, semua menu sarapan Sachi sudah terhidang. Sachi kembali ke kamarnya. Diciumnya badannya ada bau msakan. Sachipun kembali ke kamar mandi membasuh kembali tubuhnya dengan air sekalian di kasih sabun biar wangi.

Selesai mandi ulang, Sachi segera menutupi tubuhnya dengan kemeja putih. Dipaduka dengan rok panjang dibawah lutut warna abu-abu dipadukan dengan balzer warna senada. Menandakan bahwa Sachi adalah seorang pendidik.

Sachi duduk sebentar di depan meja riasnya. Dipoleskannya make up natural di wajahnya. terakhir dipoleskannya lipstik pink favoritenya. Membuat wajahnya semakin bersinar.

Setelah merasa cukup rapi dengan penampilannya, Sachi segera ke meja makan. Diliriknya arloji sudah pukul enam kurang lima belas menit, tanpa ragu sachi segera mencari lunch boxnya. Mengisinya dengan menu sarapannya, ia akan sarapan nanti di sekolah. Karena kalau dipaksa makan di rumah yang ia terlambat. Dan Sachi bukanlah sosok yang suka terlambat.

Setelah selesai memindahkan porsi sarapannya ke dalam lunch box dan memasukkan ke dalam tas khusus lunch box. Sachi langsung berangkat, ia membiarkan makananya tetap di meja karena nanti pasti Adnan memakannya. Walaupun Sachi tak tahu dimana suaminya itu sekarang.

Sachi mengeluarkan toyota agya dan mengemudikannya dengan kecepatan sedang. Lalu lintas masih sangat lengang, karena memang masih sangat pagi. Membuat Sachi menikmati perjalanananya kali ini.

Sampai di gerbang sekolah Pak Satpam menyambutnya dengan senyum khasnya dan ucapan selamat pagi dengan ramahnya.Sachi membalas sapaan Pak Satpam denganr santun. Karena ia tahu usianya lebih muda dari pak Satpam.

Setelah memarkirkan kendaraannya, Sachi segera masuk ke ruangannya. Sebuah ruangan bertuliskan Kepala sekolah dibagian depan pintunya. Yaa, Sachi di usianya yang semuda itu sudah diangkat menjadi kepala sekolah. Setahun lalu, Sachi lolos tes dengan nilai tertinggi menggantikan posisi kepala sekolah sebelumnya yang purna tugas.

Sebuah karier yang cemerlang di usia yang begitu muda.

Sachi hanya meletakkan tasnya di ruangannya. Kemudian ia keluar menjajari guru-gurunya yang lain menyambut siswanya yang datang satu per satu.

Senyumnya terus ia suguhkan menyambut setiap siswa yang datang. Sesekali ia bercanda dengan beberapa guru di sebelahnya. Dengan para siswanya ia menyapa dan sekedar menanyakan kabar atau kondisi siswanya. Sebagai bentuk kepeduliannya, walaupun ia sudah tidak pernah mengajar lagi di kelas tapi Sachi juga berusaha tetap memantau siswa siswinya.

Karena bagi Sachi mereka adalah aset. Aset bangsa dan orang tuanya. Dan orang tua memilihkan sekolah ditempat Sachi bekerja maka ia juga ikut andil bertanggungjawab terhadap keberhasilan para asetnya itu. Apalagi di pendidikan dasar. Pendidikan yang menjadi rangkaian pondasi dasar setiap anak setelah pendidikan anak usia dini tentunya.

***

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height