Dosa Berbalut Cinta/C4 Gavin Syahputra
+ Add to Library
Dosa Berbalut Cinta/C4 Gavin Syahputra
+ Add to Library

C4 Gavin Syahputra

"Loo ... Mas Gavin ...!" pekik Sachi begitu menatap lelaki yang berdiri di balik pintu ruangannya.

"Sachi ...!" Gavin tak kalah kagetnya melihat wanita yang ada di depannya itu.

"Saya kembali ke depan dulu ya, Bu ...." pamit Pak Andre sebelum kembali ke pos satpam, karena ternyata atasannya itu mengenal tamunya.

"Iya Pak, terima kasih yaa ...!" kata sachi ramah tak lupa dengan senyumnya yang khas.

Setelah Pak Andre kembali ke posnya.

"Duduk, Mas." Sachi mempersilahkan tamunya duduk di kursi depannya.

"Apa kabar, Chi?" Gavin mengulurkan tangannya disambut Sachi sambil tersenyum.

"Baik." Sachi melepaskan jabat tangannya dengan Gavin.

Keduanya terdiam. Hening. Saling menatap. Canggung.

"Jadi, sekarang kamu dosen di kampusku gitu ...?" Sachi memecah keheningan diantara keduanya.

Gavin hanya tersenyum sambil menggerakkan sedikit punggungnya, menyamankan posisinya untuk bisa duduk sempurna di depan Sachi.

"Ya ... bisa dibilang begitu," jawab Gavin tanpa menggeser senyumnya.

"Sejak kapan?" Sachi mulai kepo.

"Ini sudah tahun keenam," jelas Gavin dengan suara datar.

"Hmm. sudah lama juga," komen Sachi lirih tapi masih bisa di dengar Gavin.

Sachi tersenyum memandang Gavin, sudah hampir sepuluh tahun keduanya tidak bertemu. Rasa canggung menyelimuti keduanya.

"Kamu?" tanya Gavin membelah kecanggungan diantara mereka.

"Yaa.. seperti yang kamu lihat. Aku kepala Sekolah disini."

Kali ini Gavin yang tersenyum menatap Sachi. Ada rasa yang aneh menyelimuti ruang hati dan jantungnya. Setelah sekian lama. Gavin bisa menemukan Sachinya.

"Suami bagaimana?" tanya Gavin basa basi

Karena ia sempet mendengar Sachi menikah. Namun tak ada undangan datang ke rumahnya.

"Baik," jawab Sachi gugup.

"Kamu sendiri bagaimana?" balas Sachi.

"Aku pernah menikah. Tapi sekarang sukses jadi single." Suara Gavin nampak seperti orang bercanda.

"Maksudnya? kalian cerai gitu?"

Gavin menatap Sachi, terlihat jelas keterkejutan di wajah cantiknya.

Sachi memejamkan matanya, menarik napas dengan halus dan membuangnya perlahan seakan itu bisa menenangkan kegugupan perasaannya. Melihat kembali Gavinnya yang dulu sempat memporak porandakan hatinya.

"Chi, aku ke sini dalam rangka kerjasama PPL Mahasiswaku."

"Iya, aku sudah baca suratnya. Barusan."

"Oooh.."

"Berapa nanti mahasiswamu yang PPL?"

"Sekitar 12 orang. 8 Mahasiswa PGSD, 1 Mahasiswa PGO, 2 Mahasiswa Bahasa Inggris, 1 Mahasiswa bahasa Jawa."Gavin menjelaskan. Dan Sachi terlihat mencatat.

"Kamu masih saja rapi." puji Gavin.

"Jangan muji, aku."

"Haa haa haa.." Gavin tertaawa renyah memecah kecanggungan diantara mereka.

" Chi, bentar yaa.. kayaknya mahasiswaku udah nyampe sini. Aku samperin mereka dulu."

"Okay, aku tunggu di sini."

Gavin hanya tersenyum, sambil berdiri menuju gerbang sekolah Sachi.

sepuluh menit kemudian Gavin kembali dengan lima orang mahasiswa beralmamater Unesa. Kampus tempat Sachi menimba ilmu beberapa tahun lalu.

Setelah perkenalan dan basa basi dengan Sachi, Kepala sekolah itu memerintahkan Pak Leo dan Bu Irna untuk mengajak perwakilan para mahasiswa PPL berkeliling gedung sekolahnya dan batasannya. Karena Yayasan yang menaungi sekolah mereka mengelola pendidikan PAUD sampai SMA.

Sembari menunggu mahasiswanya, Gavin dan Sachi kembali ke ruangan Sachi.

Mereka mulai ngobrol kembali tapi sepertinya kecanggungan diantara mereka sudah mulai menguap.

"Oh yaa.. aku save nomer kamu deh, Chi. Karena ke depan kita pasti akan sering berkomunikaasi." pinta Gavin.

Sachi menyebutkan sederet angka yang sudah dihafalnya diluar kepala.

"Okay, aku miss call." ucap Gavin sambil mendial nomor Sachi.

Sachi mendeteksi bunyi gawainya dengan lebih menajamkan indra pendengarannya. Ternyata ada di dalam sakunya.

"Hee hee hee.. Maaf ya, Mas. Kadang sukda lupa naruh barang sendiri." Tanpa sungkan Sachi langsung mengatakan kelemahan di depan Gavin.

"Kebanyakan pikiran sih kamu," oceh Gavin.

Tapi sachi sudah sibuk dengan gawainya, ia mencari nomer Gavin yang tadi memberinya panggilan tak terjawab via aplikasi wasapp.

"Ini yaa.. Mas?" Sachi menunjukkan sebuah panggilan yang sempat tidak ia jawab tadi.

"Yuppzzzz ... Yang itu.”

"Okay aku save."

Pak Leo dan Bu Irna nampak masuk ke ruangan Sachi bersama kelima mahasiswa Gavin.

"Sepertinya mereka sudah selesai, Mas." kata Sachi.

"Bagaimana Pak Leo, Bu Irna?" Sachi meminta report dari kedua staffnya.

"Sudah, Bu."Jawab pak Leo dan Bu Irna kompak

.

"Terima kasih ya Pak Leo, Bu Irna." Balas Sachi.

"Sama-sama, Bu."

Keduanya kemudian kembali ke ruangannya masing-masing.

"Bagaimana, kalian akan memulai PPL kapan?" tanyaSachi kepada mahasiswa di depannya.

"Insya Alloh, minggu depan." jawab salah satu dari mereka.

"Baiklah saya tunggu minggu depan." kata sachi ramah.

"Kami pamit dulu Bu sachi." ucap Gavin melihat mahasiswa mulai kelelahan.

"Terima kasih kunjungannya Pak Gavin." kata Sachi

"Mohon bantuannya untuk mahasiswa kami."seru Gavin.

"Siap, Pak Gavin." ucap Sachi dengan sedikit berkelakar membuat gavin dan mahasiswanya tersenyum.

Gavin dan kelima mahasiswanya segera meninggalkan ruangan Sachi.

Sepeninggal Gavin. Sachi meraih gawainya mengirimkan pesan kapada grup sekolah.

^Sachi^

Nanti kita rapat koordinasi sebentar setelah makan siang.

^guru^

siap Bu

iya Bu

baik

okay

wokkaayyy

( icon jempol )

sachi hanya tersenyum dengan banyak jawaban dari guru-gurunya tersebut.

********

Di lokasi lain.

Gavin Syaputra, dosen Mata Kuliah Psikologi Pendidikan juga Psikologi Umum dan perkembangan di berbagai jurusan di kampus negeri itu.

Menempuh S1 Psikologi di Universitas swasta di surabaya, kemudian melanjutkan S2 di kampus negeri tersebut sampai direkrut menjadi dosen di sana.

Gavin pernah menikah dengan seorang gadis cantik yang juga lima tahun lalu. Namun rumah tangganya kandas di tahun kedua pernikahannya. Sebagai seorang duda dengan tampang keren dan bergaya metrepolis siapa sih wanita yang tidak kepincut hanya dengan melihat tampang. Tidak sedikit wanita yang terang-terangan mengatakan cinta atau mendekatinya. Namun, hati Gavin belum tertarik untuk dekat dengan seorang wanita lagi.

Sampai tadi pagi ia bertemu Sachi, salah satu mantannya. Entah mantan yang keberapa. Hee he hee.. pada zaman kuliah dulu, Gavin memang terkenal play boy.

Sachi dan Gavin memang tidak sekampus. Tapi karena suatu kejadian mereka bisa saling kenal dan dekat.

Ingatan Gavin kembali ke sepuluh tahun silam.

Kampus Atmajaya.

Gavin keluar basecamp BEM, tergesa-gesa. Barusan Arga ketua BEM Unesa memBBMnya ( yaa.. tahun antara tahun 2009 - 2010-an BBM termsuk aplikasi paling diminati gaess... sebelum gulung tikar seperti sekarang )

Arga memintanya datang sehubungan kegiatan amal gabungan yang akan diadakan beberapa kampus di wilayah surabaya.

Dengan sepeda motor Veganya, Gavin keluar kampusnya langsung ke basecamp BEM Unesa di ketintang.

Kampus Unesa

Ada sekitar sepuluh perguruan tinggi baik negeri ataupun swasta bergabung diacara amal tersebut. Dan di dalam basecamp nampak sudah berkumpul semua petinggi BEM masing-masing kampus.Dan Gavin datang paling terakhir.

Arga nampak sudah menjelaskan bentuk kegiatan dan tehnisnya karena kebetulan ketua pelaksananya si Arga. Dan Gavin sebagai tim rea reo alis tim humas.

Satu jam acara diskusi kelar dengan hasil yang memuaskan. Gavin beranjak pamit saat tersadar ada seseorang yang tak dikenalnya masuk menemui Arga. Kebetulan sudah banyak dari petinggi BEM yang sudah pamit. Tinggallah dirinya dan Arga yang memang sengaja ingin berlama-lama karena males pulang.

"Mas.. Mas Arga ...!" seru gadis tersebut.

"Eh, Sachi... tumben ke sini?" jawab Arga sambil menatap hera ke arah gadis itu.

Aku hanya menyimak percakapan mereka berdua.

"Maaf Mas, tapi ini tadi bukunya Mas Arga ketinggalan. Siap tahu butuh." Gadis itu menjelaskan.

"Makasih ya ... kebetulan besok ada kuis. "

"Ya udah Mas, aku balik dulu yaa ..."

"Okay ...."

"Sama siapa Chi?"

"Sendirilah Mas."

"Naik?"

"Angkotlah, Mas."

"Sebentar Chi..."

Sachi menghentikan langkahnya.

"Iya Mas.."

"Tunggu.."

"Vin, kamu lewat Sidodermo Indah kan?" Tiba-tiba Arga menanyaiku

"Iya ..." Jawabku

"Kamu anter Sachi yaa ... kasiyan dia kalo nunggu angkot jam segini pasti lama," pinta Arga.

"Okaylah ... Yuuk bareng aku!" jawabku seperti diberi angin segar oleh sang Khaliq karena gadis cantik itu akan kuantar pulang tanpa susah-susah mencari tahu tentangnya lebih jauh.

"Mas Arga, dia siapa?" Sepertinya Sachi curiga kepadaku

"Oh ... anak Atmajaya." Jawab Arga.

"O...." Sachi hanya beroo..oo saja, komennya sederhana banget, tapi udah bikin aku meleleh melihat penampilannya yang sederhana

.Di parkiran.

"Neee.. pakai helmnya!".

"Makasii yaa Mas ... "

"Gavin."

"Ohh ... makasi ya Mas Gavin."

Aku hanya tersenyum melihat Sachi.

Sachi memberikan arahan rumahnya di atas motorku.

"Besok kuliah?" tanyaku

"Iya ..."

"Aku jemput yaa ... tunggu di depan. Sampai jam berapa ?"

"Jam dua belas. Besok full." kata Sachi.

"Okay jam dua belas aku tunggu yaa ..." kataku sambil melajukan motorku meninggalkan Sachi yang terbengong di depan rumahnya.

Berawal dari situ, aku mulai pendekatan ke Sachi. Hingga kami pun jadian. Aku sengaja menembaknya di kampusku. Dengan harapan dia bisa mengenalku lebih jauh.

Namun, aku pula yang akhirnya mengakhir hubungan kami. Itulah kebodohanku yang paling gila. Melepas Sachi demi seorang gadis yang tidak jelas lainnya.

Mungkin perpisahanku dengan mantan istriku adalah sebuah teguran dari Tuhan atas kesalahanku di masa lalu. Terutama pada sachi.

Sampai hari ini, taqdir berpihak kepadaku. Aku dipertemukan dengan Sachiku.

********

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height