Dosa Berbalut Cinta/C8 Rumahku Nerakaku
+ Add to Library
Dosa Berbalut Cinta/C8 Rumahku Nerakaku
+ Add to Library

C8 Rumahku Nerakaku

Sachi masuk ke rumahnya dengan segan. Bagi Sachi rumah bukan lagi tempat yang nyaman untuk berlindung. Hati dan jantungnya seakan total berhenti bekerja setiap memasuki rumahnya sendiri.

Sachi masuk kamar, dilihat ada suaminya di situ. Ia meletakkan tasnya di rak meletakkan sepatunya di tempatnya.

"Darimana aja kamu? Jam segini baru datang?" Sapa Adnan ( Sapaan tidak berrmutu )

"Maksud mas Adnan?" Sachi menaikkan alisnya

"Habis keluyuran kemana saja kamu?"

"Aku gak tahu maksudmu, Mas? Aku benar-benar baru pulang dari sekolah."

"Hei, kamu pikir aku tidak tahu. Guru itu dimana-mana jam sepuluh sudah pulang. mentok juga jam dua belas."

"Haa..?" sachi melongo.

Hampir saja ia ingin tertawa keras, tapi karena posisi capeknya ia hanya mendengus kesal.

"Itu tahun berapa Mas?" Kata Sachi dengan nada mengumpatnya.

"Sekarang sudah tidak ada guru pulang jam sepuluh. Kecuali ada keperluan mendesak." Sachi meninggikan suaranya agar telinga suaminya itu lebih peka.

Adnan sekan tak percaya, matanya terus menatap Sachi dengan aktifitasnya.

Sachi tidak peduli, ia sudah jengah dengan semua perlakuan suaminya itu. Sachi melangkah ke kamar mandi. Badannya sudah gerah dengan pakaina kerjanya yang sudah seharian ia kenakan.

Seusai mandi, Sachi segera menuju ke lemari mencari pakaian ternyaman yang bisa ia pakai beraktifitas di rumah. Dan pilihannya jatuh kepada sebuah mini dress diatas lutut berlengan pendek bermotif zebra hii hii hii itu loo hitam putih. Model baju yang lebih mirip daster menurutnya siih, tapi lebih terkesan seksi.nya

Pas, selesai Sachi mengenakan mini dressnya adzan maghrib berkumandang. Segera ia menyambar mukenahnya dan menunaikan ibadah sholat maghrib. Sejenak ia bercengkerama dengan Tuhannya. Menumpahkan segala keluh kesahnya kepada Tuhannya.

Selesai beribadah, Sachi melipat mukenahnya. Ia sengaja tidak menyimpannya karena sebentar lagi ia masih harus menunaikan sholat isya'.

Sachi langsung menuju dapur menyiapakan makan malam untuk suami dan dirinya sendiri. Tidak banyak yang ia masak cukup untuk berdua saja.

Cah kangkung, Nila goreng di tambah tahu dan tempe plus sambel mangga muda.

( Wuuuiihh.. sapa yang ngeces )

Sachi menuju kamarnya.

Memanggil suaminya untuk mengajaknya makan malam.

"Mas, ayo makan dulu." Ajak sachi dengan lelmbut.

Adnan masih menampakkan keenganannya kepada Sachi. Tapi ia tetap membuntuti Sachi menuju ruang makan.

Mereka makan perlahan tanpa ada suara apapun, kecuali dentingan sendok yang menabrak piring porselen secara tidak sengaja.

Selesai makan Adnan langsung kembali ke kamar tanpa menoleh atau bahkan melirik kepada Sachi.

Sachi yang sudah terbiasa dengan sikap Adnan hanya bisa bernapas dalam-dalam menenangkan hati, jantung dan otaknya.

Selesai menunaikan sholat isya' , Sachi ke kamar yang sekaligu ruang kerjanya.

Di kamar, Sachi membuka laptopnya. Menyambungkan dengan wifi. Ia mulai memeriksa beberapa email yang masuk ke email pribadi maupun email sekolahnya.

Sachi membuka beberapa dokumen, ia mulai mengetik ada beberapa dokumen yang perlu ia isi sebelum besok di print out staff TUnya.

Sachi fokus dengan laptopnya bahkan ia sampai tidak melihat sekelilingnya. Entah apa yang terjadi dikamarnya karena ada sosok penghuni lain di sana. Suaminya. AdnanYang sedari tadi hanya melihatnya dari tepi ranjang. Dengan tatapan tajam bak seekor singa yang lapar dan ada santapan lezat di depannya.

Setelah fokusnya pada gawainya berakhir. Adnan menatap sachi.

Melihat Sachi fokus dengan laptopnya, membuat pria itu semakin tidak suka dengannya.

Adnan bangkit dari duduknya. Dengan kasar Adnan menarik tangan sachi.

"Hai kenapa kamu, Mas?" Teriak Sachi seperti tak terima dengan perlakuan suaminya itu.

"Diamlah dan turuti aku."

Sachi meletakkan laptopnya begitu saja, entah dokumen tadi sudah ia save atau belum. Ia hanya berusaha menahan diri agar tidak lebih merasa sakit karena ulah suaminya itu.

Sachi terdiam, lebih tepatnya ia ketakutan menatap suaminya.

Adnan mendorong tubuh Sachi ke ranjang dengan kasar.

"Aaahh.." Teriak Sachi saat tubunya terhempas kasar dan sukses jatuh di kasur.

Dengan tanpa ampun, Adnan segera menarik mini dress Sachi dari atas dan melemparnya begitu saja di lantai.

Melihat tubuh polos sachi hanya tertutup kain segitiga, karena memang Sachi tidak mengenakan bra. Adnan tanpa menunggu lama juga membuka satu persatu kain yang melekat ditubuhnya tanpa sisa.

Adnan dengan tanpa perasaan mendaratkan bibirnya ke bibir sachi. Meremas dan memerah dua pucuk gundukan di dada Sachi.

Sakit.

Sachi terus menggeliat, menahan rasa sakit yang menderanya.

Teriakan kecil dari bibirnya bukanlah sebuah desahan kenikmatan tapi sebuah erangan kesakitan yang tak pernaah dipedulikan Adnan.

bahkan Adnan sangat menikmati setiap erangan kesakitan Adnan.

Dengan kasar Adnan menurunkan kain segitiga penutup area sensitif Sachi.

Memandang tubuh polos Sachi, tangan Adnan semakin liar bergerak membelai kulit mulus Sachi. Aroma wangi dari sabun yang digunakan Sachi mandi semakin membuat fantasi Adnan mengembang.

Di atas kasur Sachi masih saja menggeliat merespon perlakuan Adnan, sulit baginya untuk mengetahui kemauan suaminya itu.

Gigitan dan jilatan lidah Adnan menyebar di seluruh tubuhnya.

"Aaauuwww ah akhhh..." Pekiknya

"Gimana rasanya sayang, nikmat bukan." Bisik Adnan.

Sachi hanya memejamkan matanya, tak sangggup lagi menyaksikan apa lagi yang akan dilakukan suaminya itu kepadanya.

Adnan masih mengelus paha Sachi dengan lembut, namun bagi Sachi itu sebuah siksaan. Dadanya begitu bergemuruh. Perutnya sudah mual. Bahkan jika ia masih memiliki tenaga ingin rasanya ia tendang lelaki yang menguasainya itu.

Adnan membuka lebar kedua kaki Sachi, menatap tepat di titik simetris pangkalnya.

Jari tengah Adnan, melesak ke dalam menggerakkan jarinya tanpa irama.

Sakit. Batin Sachi.

Sachi kembali meliuk-liukkan tubuhnya. Tanpa Sachi sadari liukan tubuhnya. Erangan kesakitannya bahkan geliatannya malah membuat seorang Adnan liar dan bernafsu.

Tanpa mempedulikan bagaiman keadaan Sachi, Adnan menindih istrinya.

Menggesekkan miliknya berkali ke permukaan mulus selangkankangan sachi.

Milik Adnan berusaha mencari lubang celah diantaranya. Ketemu. Dengan paksa pria setengah abad itu menusukkan miliknya menyatukan dengan lubang Sachi.

Sakit. Batin Sachi.

Tanpa berani Sachi mengeluarkan rintihan kesakitannyanya. Bahkan air matanya sudah tidak sanggup untuk keluar.

Pria tua itu dengan kasar memaju mundurkan senjatanya tanpa ampun. Adnan Bangkit dengan posisi setengah berdiri, tanpa aba-aba kembali ia menusukkan miliknya ke lubang Sachi.

"Ahh.. aauuuuhhh.." Erangan kesakitan Sachi.

Sakit.

Sachi rasanya ingin lari dari adegan yang membuatnya semakin sakit. Tapi kakinya semakin lemas. Tulang-tulangnya berasa sudah tak mampu menopang tubuhnya. Seluruh tubuhnya kesakitan tanpa Sachi tahu darimana asalnya.

Sedangkan Adnan masih menikmati permainannya, yang ia sangkakan juga dinikmati Sachi.

Adnan semakin semangat memompa dan menusuk dengan kasar.

Adnan melenguh panjang, bersamaan pelepasannya ke rahim Sachi.

Tepat dengan lenguhan panjang Adnan, Sachi merasa jantungnya kembali dapat memompa aliran darahnya dengan sempurna. membawa pesan ke otaknya bahwa semua sudah berakhir. Ada perasaan lega menguasainya.

Begitu senjata Adnan kembali ke ukuran semula, ia mencabutnya dengna perasaan lega. Tanpa merasa bersalah Adnan langsung merebahkan diri di samping Sachi.

Sedangkan Sachi, ia masih menahan kesakitannya. Sachi dengan perlahan menuju ke kamar mandi.

Setelah membersihkan tubuhnya, Sachi duduk di salah satu sofa kamarnya. Ia menekuk kakinya meletakkan kedua tangannya diatas lutut dan menopang kepalanya. Matanya sudah sembab.

"Tuhan... sampai kapan ini?" Keluhnya air matanya sudah mengalir begitu saja.

************

Next episode

Sachi harus apa coba?

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height