ELLE/C2 1
+ Add to Library
ELLE/C2 1
+ Add to Library

C2 1

Langkah kaki Alee terhenti saat ia mendengar namanya disebutkan dalam perbincangan dua orang yang berada di dalam toilet.

"Aku sangat ingin melihat apa yang terjadi besok. Wanita angkuh seperti Alee akan tahu bagaimana rasanya dicampakan." Suara itu terdengar penuh kebencian.

Tawa jahat muncul setelahnya. "Ell, pesonanya memang luar biasa. Pria itu jelas bisa memenangkan taruhan untuk mendapatkan Alee. Aku sangat mengasihani Alee, wanita itu pasti sudah berpikir bahwa Ell benar-benar mencintainya."

Ada suara retakan patah yang hanya bisa didengar oleh Alee sendiri. Ada rasa sakit yang hanya bisa Alee rasakan sendirian.

Benarkah semua yang ia dengar ini? Ell menjadikan ia bahan taruhan?

Senyum pahit muncul di bibir Alee. Inikah alasan dari sikap Ell yang memang terkesan tidak begitu peduli terhadapnya?

"Itu salah Alee sendiri yang berpikir terlalu tinggi. Pria seperti Ell mana mungkin menyukainya. Ell sempurna dari bawah hingga atas, sedangkan Alee? Wanita itu hanya mengandalkan kecantikannya. Dia sedang mencoba untuk memasuki pergaulan kelas elit, sayangnya dia hanyalah sesuatu yang dijadikan taruhan."

Nampaknya, Alee telah menyinggung banyak orang dengan sikap tertutupnya selama ini. Alee, tidak tahu jika ada banyak orang yang sangat ingin melihat kehancurannya.

Merasa sudah cukup mendengar percakapan itu, Alee memutar tubuhnya. Niatnya untuk buang air kecil sudah lenyap.

Alee melangkah menuju ke parkiran, ia menekan kunci mobilnya lalu meninggalkan kampus. Alee hanya ingin memastikan kebenarannya. Alee tidak akan memaki atau menyumpah serapah Ell yang kejam terhadapnya, ia juga tidak ingin tahu kenapa Ell menyetujui taruhan itu.

Ia hanya ingin tahu apakah benar tidak ada cinta yang Ell rasakan untuknya? Mungkin ia terlalu bodoh karena masih ingin mempertanyakan tentang cinta, tapi ia hanya ingin membuat hatinya merasa sedikit lebih baik saja.

Mobil Alee melaju melintasi jalanan kota yang pagi ini tidak terlalu padat. Setiap detik mobilnya melaju, hatinya semakin terasa sakit.

Namun, Alee tidak berhenti atau mundur. Rasa sakit bukan hal asing baginya bahkan sebelum ia menjadi pacar Ell.

Sampai di sebuah kawasan apartemen mewah, Alee menghentikan mobilnya. Ia mengangkat wajahnya ke atas lalu melihat ke lantai apartemen Ell.

Sebuah pemandangan yang luar biasa menyapa penglihatan Alee. Sekarang semuanya sudah jelas, tidak ada cinta untuknya.

Tidak perlu bertanya lagi, Alee memutar balik mobilnya dan melaju dengan kencang. Dadanya begitu sesak, tapi air matanya tidak mengalir. Ia hancur, tapi tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.

Alee kesakitan, tapi ia tidak menunjukannya. Ia hanya mencengkram setirnya dengan kuat hingga tangannya memutih.

Tidak apa-apa jika Ell hanya menjadikannya sebagai bahan taruhan, mungkin masih ada sedikit harapan dari sebuah taruhan menjadi benar-benar cinta. Namun, apa yang ia lihat tadi membuat Alee meyakini bahwa tidak akan ada kemungkinan Ell mencintainya.

Ell berciuman dengan wanita lain di tepi jendela apartemen mewah Ell. Wanita itu adalah Estella, primadona kampus. Anak seorang pengusaha yang menguasai pasar dunia.

Ia dikhianati entah sejak kapan. Dan untuk sebuah pengkhianatan, Alee tidak pernah bisa menerimanya. Kehidupan remajanya yang harusnya bahagia hancur karena pengkhianatan yang dilakukan oleh ayahnya.

Orang pertama yang mematahkan hati Alee adalah ayahnya sendiri yang berselingkuh dengan wanita lain, lalu kemudian ibunya yang memilih bunuh diri karena kehilangan. Dan setelah itu Alee sendirian. Hanya seorang wanita paruh baya yang sudah mengasuhnya dari kecil yang menemani dirinya.

Wanita itu selalu menatapnya hangat, tapi Alee tahu bahwa jauh dari kehangatan itu pengasuhnya merasa sangat kasihan padanya. Hal ini lebih membuat Alee terluka, tapi begitu lebih baik daripada ia ditinggalkan juga oleh pengasuhnya.

Setidaknya masih ada seseorang yang menunggunya pulang saat ia berada di luar rumah.

Ponsel Alee berdering. Ia meraba-raba tempat duduk di sebelahnya lalu menjawab panggilan tanpa melihat ke layar ponselnya.

"Hey, kau di mana? Sebentar lagi dosen akan segera datang." Suara seorang wanita terdengar dari ponsel Alee. Dia adalah Leonna, satu-satunya sahabat yang Alee miliki.

"Aku tidak akan ke kampus, Leonna."

"Kenapa?" Leonna bertanya penasaran. Alee tidak pernah melewatkan satu kelas pun, jadi pasti terjadi sesuatu hingga Alee tidak masuk hari ini.

"Hanya merasa tidak enak badan."

"Alee, apa yang terjadi?"

Alee diam sejenak. Leonna, satu-satunya orang yang pasti akan bertanya tentang apa yang terjadi padanya. Tentang apakah ia baik-baik saja. Dan wanita ini juga yang telah menemaninya selama bertahun-tahun.

"Aku ingin pergi dari kota ini, Leonna."

"Di mana kau? Aku akan pergi menemuimu."

"Tidak sekarang."

"Jangan melakukan sesuatu yang bodoh, Alee. Aku tidak akan memaafkanmu jika kau melakukannya!"

"Aku akan menghubungimu nanti." Alee menutup panggilan itu sepihak. Ia meletakan kembali ponselnya ke kursi dan kembali menatap jalanan.

Mobilnya melaju tanpa arah tujuan. Alee tidak tahu ia ingin pergi ke mana sekarang. Tidak pernah ada tempat yang menerimanya di dunia ini.

Setelah beberapa menit ia habiskan hanya dengan berputar-putar di jalanan, mobil Alee berhenti di tepi jurang. Alee keluar dari mobilnya. Ia berdiri menghadap ke lautan lepas.

Debur ombak menghantam bebatuan, mungkin jika ia jatuh ke bawah tubuhnya akan terhempas ke dinding bebatuan yang diterjang ombak.

Air matanya mulai jatuh, masih dengan bibirnya yang terkunci rapat. Benarkah cinta terlalu mahal untuknya? Kenapa terlalu sulit baginya untuk mendapatkan sedikit saja kebahagiaan tanpa bayang-bayang luka?

Ia pikir Ell adalah pria yang tepat yang dikirimkan oleh Tuhan untuk mengobati semua luka di hatinya, tapi siapa yang menyangka bahwa Ell akan memberikannya luka yang lebih menyakitkan lagi.

Harapan Alee tentang Ell terlalu tinggi. Saat harapannya dipatahkan, bukan hanya hatinya yang hancur, tapi seluruh hidupnya.

Alee tidak akan bunuh diri karena patah hati, ia tidak lemah seperti ibunya. Hanya saja, kepercayaannya terhadap cinta, angan-angan tentang kebahagiaan, semua itu sudah lenyap.

Semua itu memang lebih buruk dari kematian, tapi Alee tidak ingin menyerah terhadap hidupnya. Ia telah melhat betapa mengerikannya pemandangan saat ibunya ditemukan tewas dengan kepala berlubang yang menguruckan darah akibat dari tembakan pistol.

Dan Alee tidak ingin memberikan pemandangan yang sama untuk orang-orang. Mungkin ia tidak berarti untuk banyak orang, tapi Leonna dan Bibi Lucia mungkin akan terluka ketika melihatnya mengakhiri hidupnya sendiri.

"ALEE!" teriakan dari belakang Alee tidak masuk ke pendengaran Alee. Wanita yang mengenakan pakaian casual itu hanya terus menangis dengan mata yang menatap ke depan.

Pikirannya melayang jauh, hanya sakit yang bisa ia rasakan.

Hingga akhirnya sebuah sentakan kencang menyadarkan Alee, menariknya kembali pada dunia nyata.

"Apa yang kau lakukan di sini?! Apa kau sudah kehilangan akal!" Kemarahan itu membuat Alee berpaling.

Alee menemukan Leonna yang menatapnya dengan cemas dan marah. Alee menghapus air matanya. "Hatiku patah lagi, Leonna. Kali ini sakitnya sangat tidak tertahankan."

Perasaan Leonna hancur mendengar ucapan Alee. Satu-satunya orang yang bisa menyakitinya seperti ini hanya Ell. Apa yang sudah pria itu lakukan pada sahabatnya hingga sahabatnya seperti ini.

Terakhir Leonna melihat Alee seperti ini adalah lima tahun lalu, hari itu adalah hari kematian ibu Alee. Ia melihat kehampaan dan kehancuran di mata Alee, siapa pun yang melihatnya pasti akan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh Alee.

Kali ini mata Alee menunjukan hal yang lebih menyedihkan lagi. Tidak ada harapan di mata Alee. Tidak ada kehidupan di sana. Alee benar-benar telah patah.

Leonna memasukan Alee ke dalam pelukannya. Air matanya kini mengalir membasahi pipinya. "Semuanya akan baik-baik saja, Alee. Menangislah, jangan menahan rasa sakitmu."

Ia akan bertanya nanti, saat ini yang perlu ia lakukan adalah membuat Alee agar tidak merasa sendirian.

Tbc

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height