Fake Marriage/C1 Pengkhianatan
+ Add to Library
Fake Marriage/C1 Pengkhianatan
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 Pengkhianatan

Lunar melihat penampilannya sendiri di depan cermin. Gaun yang dia kenakan tampak begitu indah dengan hiasan manik berwarna putih. Potongan gaun pendek pada bagian depan namun dibuat panjang pada bagian belakang. Seperti burung merak yang menguncupkan ekornya. Gaun itu tidak sampai menyapu lantai sehingga dia masih bisa berjalan tanpa harus mengkhawatirkan gaun pernikahan yang kotor.

Hari ini adalah hari pernikahannya dengan Nico, pria yang dikenalkan sang kakak padanya. Oleh sebab itu penampilannya dibuat sangat menawan. Dia adalah pemeran utama dari acara pernikahan dan semua mata akan tertuju ke arahnya, begitu pula dengan Nico. Mereka harus sama-sama terlihat menawan di depan semua orang yang akan menjadi saksi pernikahan.

"Akhirnya anak-anakku sudah menikah semua."

Suara seorang wanita yang dia kenali membuat tatapannya beralih pada titik pantulan cermin yang lain. Dari sana tampak ibu, ayah, dan juga kakaknya yaitu Sora sedang berjalan sambil tersenyum senang. Berbeda dengan Lunar yang mana tidak pernah menginginkan pernikahan tanpa dasar cinta itu terjadi. Dia terpaksa mengalah karena tuntutan keluarga.

"Ibu, Lunar belum resmi menjadi istri Nico. Kita masih harus menunggu acaranya dimulai." Sanggah Sora menggelengkan kepala.

"Sama saja. Sekarang atau nanti, Lunar akan tetap menikah dengan Nico." Ucap sang ibu tidak mau dibantah perkataannya.

"Bagaimana bisa sama? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya."

Hanya sang ayah saja yang tampak khawatir kalau Lunar diserahkan pada pria yang akan menjadi suaminya kelak. Walaupun begitu tidak menghilangkan kenyataan kalau kedua orangtuanya memaksa agar dia segera menikah. Bagi keluarganya pernikahan adalah jalan keluar terbaik untuk meringankan beban tanggungan.

Dia adalah anak ke-dua setelah Sora di keluarga White. Sebelum memutuskan untuk menikah, dia menolaknya mentah-mentah. Segala penolakan berakhir pada kata makian yang diterima dari keluarganya sendiri. Dia yang tidak punya kekuasaan apa-apa dengan keadaan belum memiliki pekerjaan harus mengalah.

Padahal Sora juga memiliki pengalaman yang sama dengannya. Entahlah. Mungkin keberuntungan tidak memihak pada keluarga itu sehingga harus kesulitan mencari pekerjaan. Hal yang sama juga terjadi pada Sora sehingga membuat kedua orangtuanya memutuskan untuk menikahkan kakaknya itu dengan teman ayahnya. Sudah seperti itu, tetapi Sora menjadi pendukung lainnya agar dia juga berjalan di jalan yang sama.

Sejak menikah Sora tampak sangat bahagia dan itu mungkin adalah alasan kenapa kakaknya mendukung keputusan kedua orangtua mereka. Kebutuhan hidup selalu tercukupi dengan baik, bahkan berlebih. Pasti ada saja setiap hari yang dibeli untuk menuntaskan hasrat duniawi. Memang pria yang menikah dengan kakaknya tergolong kaya namun sudah tidak lagi muda. Lunar tidak tahu kenapa Sora bisa bertahan dengan pria yang sudah seperti bapak-bapak itu.

Beruntung Sora mengenalkannya pada seorang pria yang masih muda. Dia dikenalkan pada Nico yang mana adalah teman kakaknya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi mengenai hidup bersama seorang pria tua. Setidaknya Sora masih memikirkan perasaannya sebagai saudara. Kini dia hanya bisa bergantung pada harapan kalau suatu saat perasaannya pada Nico akan tumbuh.

"Ngomong-ngomong, ada di mana Nico? Aku tidak melihatnya sejak tadi." Ujar Sora dengan raut wajah kebingungan.

Lunar ingat tadi saat dia masih sibuk dirias oleh penatanya, Nico yang sudah lebih dulu selesai mengatakan kalau ingin ke toilet. Tetapi ini sudah sangat lama hanya untuk sekadar pergi ke toilet. Terlebih sebentar lagi acara pernikahan akan dimulai. Ke mana sebenarnya Nico? Dia juga tidak bisa menghubungi karena ponsel Nico ada bersamanya.

"Tadi Nico berkata akan pergi ke toilet, tapi ini sudah terlalu lama." Ikut gelisah menanti kedatangan Nico. Apakah mungkin terjadi sesuatu? "Aku akan pergi untuk memanggilnya." Dia beranjak dari posisi. Merasa khawatir dengan Nico yang tidak kunjung datang.

"Oh, baiklah. Lebih baik begitu karena sebentar lagi acara akan dimulai." Ucap Sora membiarkan adiknya pergi mencari.

Di lorong hotel itu Lunar celingak-celinguk mencari keberadaan Nico. Sudah lebih lima menit sejak dia tidak lagi berada di ruang rias namun masih tidak menemukan apa-apa. Dia sudah bertanya pada orang yang dia lewati dan hasilnya tetap sama saja. Tidak ada yang melihat keberadaan Nico yang hilang bagai ditelan bumi.

Dia tidak akan ditinggal menikah, bukan? Hatinya akan sangat senang jika hal itu terjadi, tetapi sebelum mereka mempersiapkan pernikahan dengan matang. Sekarang semua orang sudah berkumpul untuk menanti acara pernikahan mereka. Tidak mungkin dibatalkan karena hanya akan membuat nama mereka menjadi buruk di mata orang-orang.

Suara berisik terdengar di sebuah kamar yang terbuka celah pintunya. Sangat jelas karena dia tepat berada di depan pintu itu sekarang. Dia berusaha menenangkan diri untuk tidak memikirkan apa yang didengar. Terlebih dia ada di sebuah hotel saat ini dan hal-hal mengenai hubungan di antara pria dan wanita adalah sesuatu yang tidak mengejutkan lagi terjadi di dalam sebuah kamar hotel.

"Nico.."

Lunar yang ingin melangkahkan kaki, ketika mendengar nama itu langsung melebarkan mata. Dia tidak salah dengar kalau suara wanita yang ada di dalam kamar melirihkan nama Nico, bukan? Pasti itu bukan Nico yang akan menjadi suaminya. Tidak mungkin Nico yang dia kenal akan melakukan hal gila seperti tidur bersama wanita lain di saat acara pernikahan mereka akan segera berlangsung.

Dia harus menuntaskan kegelisahan yang dirasakannya. Memastikan kalau pria yang ada di dalam sana bukan Nico. Perlahan dia membuka celah pintu lebih lebar dan berusaha mengintip ke dalam kamar. Benar saja kalau sepasang kekasih sedang bergulat di atas ranjang. Dia menelan ludah sambil menanti kebenaran yang ingin dicari. Masih saja sampai detik ini dia berharap kalau pria itu bukanlah Nico.

Tepat di saat pria itu membalikkan badan sembari berusaha menciumi wanita di dalam sana, dia membelalakkan mata. Harapannya sia-sia karena pria itu adalah Nico yang akan menikahinya. Tanpa sengaja dia memekik dan memundurkan langkah. Pergi dari sana secepat mungkin karena dia sudah tidak sanggup lagi melihat pemandangan yang menyakiti.

Dia sudah berusaha untuk menerima kenyataan yang tidak diinginkan. Memilih Nico sebagai pendamping hidupnya kelak. Hari itu pula dia menerima sebuah pengkhianatan atas keputusannya sendiri. Kenapa semua bisa jadi seperti ini? Sungguh sangat menyakitkan untuknya.

"Lunar."

Tiba-tiba tangannya ditarik dan mau tidak mau dia harus membalikkan badan. Sangat memuakkan harus berhadapan dengan pria yang sudah berkhianat di belakangnya. Apalagi Nico tidak memperlihatkan ekspresi menyesal sedikit pun. Bagaimana dia bisa terkecoh oleh kebaikan Nico selama ini padanya?

"Aku membencimu, Nico! Lepaskan aku!" Berusaha melepaskan genggaman Nico pada tangannya.

"Berhenti membuat kekacauan."

Lunar ditarik untuk memasuki kamar yang menjadi sumber kesakitan. Setelah berhasil masuk pintu itu ditutup rapat. Sekarang mereka bertiga saling berhadapan. Begitu miris baginya yang harus memandangi Nico hanya mengenakan bokser dan kemeja tanpa dikancingkan. Terlebih saat memandangi wanita yang masih duduk di atas ranjang hanya berusaha menutupi tubuh dengan selimut. Bukan dia yang membuat kekacauan, melainkan Nico.

Dia menelusuri pakaian yang tergeletak di lantai dan seketika marahnya semakin membesar. "Kau meniduri pegawai hotel?"

"Ini hanya sebuah kesalahan." Ucap Nico dengan entengnya.

"Kesalahan?" Lunar tergelak tidak percaya akan alasan yang dia dengar. "Kalau semua ini adalah kesalahan, berarti aku harus melaporkan kejadian ini pada pihak hotel agar pegawai yang merayumu segera dipecat." Menunjuk wanita di hadapannya tanpa melirik pada orang yang ditunjuk.

"Aku tidak akan membiarkanmu untuk melakukannya." Nico mengancingi kemeja satu persatu. "Sebentar lagi acara pernikahan kita akan segera dimulai. Kita harus pergi secepatnya agar tamu undangan tidak menunggu lama."

Sekali lagi Lunar tergelak akan sikap pria yang dengan entengnya mengatakan pernikahan setelah berkhianat di depan mata. "Kau pikir setelah aku melihat perselingkuhanmu, aku akan tetap menikah denganmu? Jangan bermimpi, Nico. Aku tidak akan sudi menikah dengan pria sepertimu!" Dia langsung berlalu pergi begitu saja dari kamar hotel. Tidak memedulikan kalimat Nico yang mencoba untuk menghentikannya.

Sekarang bukan tamu undangan yang harus dipikirkannya, melainkan bagaimana agar pernikahan tidak terjadi. Dia bergegas menghampiri kamar rias untuk menemui keluarganya. Setibanya di sana dia menceritakan pengkhianatan yang dilakukan oleh Nico. Wajah-wajah itu tampak sangat marah terhadap kebenaran yang dikatakannya, terutama sang ayah.

"Tidak akan ada pernikahan untuk hari ini." Ucap sang ayah sambil mengepalkan tangan.

"Semuanya tidak benar, ayah." Di tengah suasana itu Nico muncul dengan pakaian rapi. Setelan formal pria yang akan menikah. "Lunar hanya ingin membuatku terlihat buruk agar acara pernikahan batal."

Lunar membuka matanya lebar-lebar. Apa yang dikatakan Nico barusan jelas berkebalikan. "A-aku benar-benar melihatnya dengan mata kepalaku sendiri kalau Nico meniduri wanita lain, ayah. Aku sama sekali tidak berbohong."

Sora mengerutkan dahi sebelum berucap, "Sebelumnya Lunar menolak untuk menikah dengan Nico."

Lunar yang mengerti ke mana arah pembicaraan Sora langsung menyanggah, "Lalu kau berpikir kalau aku kali ini juga ingin menolak pernikahan? Bukankah keberadaanku di sini sudah bisa membuktikan kalau aku menerima pernikahan?"

Sora mengangkat kedua bahu. "Siapa yang tahu."

Kedua kaki seakan lemas mengetahui kalau Sora tidak berpihak padanya. Lebih memilih Nico yang mana sudah melakukan pengkhianatan. Mereka adalah saudara kandung dan seharusnya saling mendukung satu sama lain. Sora sangat berbeda hari ini dan membuatnya tidak habis pikir kalau kakaknya itu tidak mempercayainya seperti dia yang mempercayai.

"Pernikahan sudah ada di depan mata. Jangan sampai nama baik tercemar karena alasan yang kau berikan untuk menggagalkan pernikahan. Cepatlah bersiap-siap untuk menyambut hari bahagiamu."

Setelah itu mereka semua pergi meninggalkan Lunar, kecuali Nico. Pria itu tampak senang karena telah berhasil mengelabui keluarganya. Senyuman kemenangan itu dipamerkan sebelum Nico benar-benar pergi dari pandangan. Bagaimana dia harus menghadapi pernikahan yang semakin tidak ingin dijalaninya? Kalau dia menikah entah pengkhianatan apa lagi yang akan dia terima. Dia tidak bisa terus-menerus hidup dalam kesakitan itu.

Dia melihat sekeliling yang mana hanya ada penata riasnya. Semua orang tampaknya sudah berada di tempat acara. Hanya tersisa mereka saja di dalam ruangan. "Hei," panggilnya setengah berbisik, membuat mereka langsung bertemu tatap. "Bisakah kau membantuku?"

Penata rias yang baru mengepak barang terlihat kebingungan ketika dipanggil. Dia melihat-lihat ke sekitarnya yang mana hanya ada mereka berdua saja di sana. "Saya, nyonya?" Bertanya lagi untuk memastikan sembari menunjuk diri sendiri.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height