HAPPY VIRUS/C10 episode 10
+ Add to Library
HAPPY VIRUS/C10 episode 10
+ Add to Library

C10 episode 10

LuXa (Lucas bertubuh Alexa)

Alecas (Alexa bertubuh Lucas)

LuXa duduk bersila dengan tangan bersedekap, wajah cantik Alexa berubah menjadi garang dan ketus.

"Pejamkan matamu" perintah Alecas yang tengah memegang eyeliner, LuXa memejamkan matanya dengan malas. Dengan telaten Alecas meriasi wajahnya.

"Kenapa wanita selalu suka dandan sih?" Ucapnya ketus dengan bibir mengerucut karena di paksa memakai lipstick.

"Tanyakan kepada pria, kenapa mereka suka wanita berpenampilan cantik. Pertanyaanmu sialan munafik" jawab Alecas tidak kalah ketus.

LuXa mendengus kasar. "Kau semakin berani padaku. Jika orang lain yang bicara, mungkin nyawanya suda melayang" desis LuXa dingin dengan seringai jahatnya yang khas, membuat Alecas merinding ketakutan.

LuXa terkekeh pelan, merasa ironis. Melihat wajah miliknya ketakutan dengan wajah pucat dan tatapan polos tidak berdosa. Sangat tidak di kenalinya.

"Berhenti memasang wajah seperti itu" LuXa memperingatkan.

Alecas memutar mulutnya, dia merunduk dan mengecup bibir LuXa. Berharap tubuh mereka kembali dan dia berhenti memaki tubuhnya sendiri lagi.

Namun tidak ada perubahan, meski mereka telah berciuman beberapa kali dalam satu jam terakhir ini.

***

"Selamat pagi" Shwan menyambut kedatangan Alexa dan Lucas yang baru keluar dari kamar.

"Apa Anda baik-baik saja Tuan?" Shwan merasa heran, melihat mata tuannya sembab seperti habis menangis.

Alexa memang telah menangis, sudah beberapa kali mereka berciuman, dan tubuh mereka tidak kembali seperti semula.

"Ikut aku ke ruangan kerja!" bentak LuXa padanya.

Shwan mengerutkan keningnya setengah bingung, merasakan keanehan saat Alexa yang membentaknya. Namun Shwan tidak berani berkomentar, dan lebih memilih mengikuti kemana Lucas dan Alexa pergi.

Shwan menutup pintu, dan berdiri di depan LuXa juga Alecas. Dia terlihat tenang namun waspada, begitu melihat Alexa yang duduk di meja kerja tuannya. Sementara tuannya duduk patuh di sofa.

"Shwan" kata LuXa dengan tenang.

"Ya, Nona."

"Aku Tuanmu."

Shwan terdiam beberapa saat, mencoba mencerna apa yang telah di katakan Alexa. Dia melihat ke arah Lucas dan Alexa bergantian, "Maksud Anda?."

LuXa menyerigai jahat, membuat Shwan tercengang.

Seringai itu hanya di miliki tuannya.

LuXa beranjak dari duduknya dan mendekati Shwan dengan tenang. Namun ketegangan semakin terasa mengintimidasi seiring dengan mendekatnya LuXa ke arahnya.

LuXa memilih diam dan melihat.

"Kesetiaanmu tidak pernah berubah Shwan" ucap LuXa dalam bisikan, dia meremas bahu kokoh itu dan menarik lengan Shwan, kakinya menghimpit kaki Shwan yang lebih panjang. Dengan mudah LuXa membanting Shwan ke lantai.

"Kau ingin penjelasan yang lebih panjang Shwan?" Tanya LuXa dengan penekanan. Dia meraih tangan Shwan dan membantunya bangun.

"Tidak Tuan" Shwan kembali berdiri.

Pria itu langsung mengerti dan berusaha menutupi rasa terkejutnya.

Sekarang Shwan tahu, kenapa akhir-akhir ini Alexa dan Lucas sering bersikap aneh.

"Kenapa bisa terjadi?" Shwan tidak dapat menutupi rasa penasarannya.

"Joe" jawab LuXa singkat. "Kau masih ingat kutukkan yang dia katakannya sebelum mati?. Sekarang terjadi."

Shwan menelan ludahnya perlahan, dia melirik Alecas yang duduk layaknya seorang wanita meski dengan tubuh pria.

Alecas menghentakan kakinya, bibirnya di tekan merajuk. "Karena kebrengsekan dan kejahatanmu, aku ikut terseret."

"Diam Alexa!"Geram LuXa menahan teriakan.

"Diam katamu?. Karena kelakuanmu aku ikut terkutuk!. Dan kau masih bersikap seperti orang yang tidak bersalah. Aku benci padamu" Alecas berteriak frustasi.

Alecas menghapus air matanya dengan cepat. Dia beranjak dari duduknya dan pergi keluar dengan bantingan pintu.

"Sialan!" LuXa mengerang, dia meninju permukaan meja dengan keras.

LuXa memang tahu semua yang terjadi sekarang adalah kesalahan yang telah di buatnya, dan Lucas tidak bisa membela diri selain segera menyelesaikan masalahnya secepatnya.

***

Lucas diam termenung di depan pemandian. Restorant kumuh yang dulu di pijaknya di sana, kini telah berubah menjadi sauna.

"Masuklah dan cari barang yang tersisa pria itu, apapun. Aku butuh sendiri" Armin melangkah lebih dulu. Meninggalkan Alecas yang kegirangan seperti anak kecil.

"Aku ingin mandi di sini" Alecas berlari kegirangan. Dia masih enggan berbicara dengan Lucas sejak pertengkaran tadi pagi.

"Pergilah!" perintah LuXa pada Shwan. Shwan mengangguk kecil, dia segera pergi menyusul kemana perginya Alexa.

LuXa masih diam di landa kegetiran, dia tidak bisa membayangkan bila semua ini akan terjadi selamanya.

Alexa masih marah padanya, Lucas mengerti apa yang sebenarnya terjadi, tapi dia tidak mau melukai harga dirinya dengan meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

Lucas tidak pernah meminta maaf.

***

Alecas berjalan malu-malu, dia hanya mengenakan celana pendek dan bertelanjang dada.

Wajah tampan milik Lucas memang tidak bisa di ragukan. Apalagi tubuh atletisnya, membuat banyak wanita menelan ludah melihatnya dengan ketertarikan yang kuat.

Sementara di tempat lain LuXa tengah menyerigai senang, dia berdiri di ruang ganti wanita yang berlalu lalang telanjang tanpa malu.

LuXa segera melepaskan pakaiannya dan menggantikannya dengan handuk, dia mengikuti seorang wanita cantik yang sejak tadi yang telah mencuri perhatiannya.

LuXa menurunkan setengah kaki jenjangnya ke kolam pemandian air hangat, dia ikut melepaskan handuknya, sama seperti yang di lakukan wanita yang di ikutinya.

Pandangannya mengedar, mencari sesuatu yang lebih penting baginya di banding dengan wanita telanjang.

***

"Anda tunggu di sini. Biar saya saja yang mencari" Shwan melesat pergi, meninggalkan Alecas di dalam sauna.

Alecas memilih duduk dan menikmati panasnya ruangan, lalu kembali ke tempat ruang ganti dan membersihkan diri.

Setelah cukup lama Alecas di dalam, dia memutuskan untuk keluar dan membersihkan diri sebelum Shwan datang menjemput.

"Dev" batinnya berteriak, melihat Devon memasuki ruang ganti.

Alecas segera menundukkan kepalanya begitu melihat kilatan kemarahan permusuhan Devon yang tertuju padanya.

Alecas menelan ludahnya, menikmati keindahan tubuh Devon yang bertelanjang dada dan berdiri di sebelahnya tengah mengambil sesuatu di loker .

"Hay.." sapa Alecas dengan ramah, dia tidak tahan untuk tidak menegur kekasihnya.

Devon tidak membalas, dia hanya meliriknya sekilas dengan tatapan kebencian.

Devon tidak berminat berbasa-basi dengan orang yang hampir merebut kekasihnya dari tangannya, meski Devon percaya Alexa tidak akan berpaling.

Tapi, Lucas pria yang berbahaya, dia tahu beberapa catatan hitamnya.

Alecas tersenyum malu-malu, mencuri-curi pandangan pada tubuh Devon yang basah dengan handuk kecil yang melilit pinggangnya. Pria itu terlihat seperti habis mandi.

Devon memang seorang model, jadi dia harus menjaga tubuhnya dengan baik.

"Apa yang kau lihat?" Devon bersedekap dengan tegak, Alecas nyengir malu.

"Kau boleh bersombong diri karena Alexa tinggal bersamamu. Satu hal yang perlu kau tahu, Alexa milikku. Dan aku tidak akan pernah melepaskannya." Ucap Devon tanpa ragu.

"Benarkah?" Alecas tersenyum takjub dengan hati yang berdebar-debar. Dia menahan diri untuk tidak melompat dan memeluk kekasihnya.

Devon mengeryit heran, melihat ekspresi Lucas yang tidak marah dengan gertakannya.

"Persetan" Devon mengumpat.

Wajah Alecas memerah sampai ke telinga-telinga, begitu melihat Devon melepaskan handuknya dan membiarkannya terjatuh ke lantai.

Alecas kehilangan napas, tidak bisa berhenti menyusuri kaki Devon hingga ke atas.

"Apa yang kau lihat?" Devon menggertak, dia berbalik dan berhadapan langsung dengan Alecas dengan tubuh telanjangnya.

"Ti.. tidak" jawab Alecas terbata-bata, namun jantungnya berdegub semakin cepat. Dia menggerakan kakinya tidak nyaman, "Ya ampun."

Alecas berlari melesat, menutupi milik Lucas yang menegang di balik handuk kecil itu.

To Be Continue..

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height