C8 episode 8
LuXa (Lucas bertubuh Alexa)
Alecas (Alexa bertubuh Lucas)
***
"Kenapa harus memakainya sih?" LuXa menggerutu, merasa sesak di dadanya saat Alecas mengaitkan tali bra di punggungnya. "Semalaman kau tidak memakainya, kenapa sekarang harus?."
"Berhenti bicara mesum."
"Mesum?" LuXa menyerigai jahat, "seperti ini?" Dia meremas payudara dengan keras. Alecas ternganga, kaget dan marah, tapi dia tidak tega memarahi wajahnya sendiri.
"Diam Lucas. Kau pria brengsek" Alecas tidak tahan lagi, dia membalikan tubuh LuXa segera, memakaikannya kemeja merah dan rok pensil. "Kenapa ciumannya tidak berefek?."
"Kita tidak tidur" dengus LuXa dengan muram. Fikirannya selalu buntu setiap menghadapi kutukannya ini.
Gumpalan emosi tertahan di tenggorokan, Alecas melirik LuXa di balik bulu matanya. Dia menggeser pelan, "Bisakah kita berciuman sekali lagi?" Tanyanya penuh harap.
"Kau sangat suka berciuman denganku heh?."
"Cih!, asal kau tahu ya, aku sangat tidak tahan berada di dalam tubuhmu."
Gelak tawa LuXa menggema di penjuru ruangan walk in closetnya, "Asal kau tahu, aku juga tidak tahan berada di dalam tubuhmu. Payudaramu terlalu besar, sangat berat dan menyesakan."
LuXa meremas payudaranya lagi di hadapan Alecas.
"Brengsek mesum!."
"Kau yang memulai Alexa."
Mereka saling melotot dan menuduh, tidak ada yang tahu pemicu tubuh mereka tertukar, dan ini akan menjadi misteri baru lagi bagi Lucas dan Alexa.
Alecas mendekat dengan malas, memiringkan kepalanya, mengecup bibir LuXa dengan enggan. Lalu menjauh secepatnya.
Tubuh mereka kembali tanpa alasan lagi, padahal sebelumnya sebuah ciuman tidak berefek sama sekali.
Alexa terhuyung ke belakang, jatuh tersungkur ke lantai, "Kita butuh Dokter!."
"Tidak!" Lucas memukul dinding dengan keras, menahan emosinya sendiri. "Sudah aku katakan padamu sebelumnya, jadi berhenti bicara omong kosong Alexa."
"Aku ingin sembuh, terserah kau setuju atau tidak!" Tidak ada kata berkompromi lagi bagi Alexa, dia ingin sembuh, Alexa sudah tidak tahan. Gadis itu bangkit perlahan, mengambil handponenya yang tergeletak di atas nakas, dan memutuskan menelpon seseorang.
"Armin, kau di mana?" Alexa memulai pembicaraan dengan seseorang.
Lucas mengeryit, dia bingung dan pusing. Di satu sisi dia ingin sembuh juga, tapi di sisi lain dia memiliki banyak musuh yang kapan saja akan membahayakan nyawanya.
Shwan telah memberikan data Joe, pria tua yang Lucas bunuh, tidak ada catatan yang menarik dirinya untuk bisa keluar dari kutukan ini. Buntu!.
***
"Satu jam lagi aku akan ada pertemuan, untuk kali ini saja aku mengalah padamu" Lucas menutup pintu mobilnya dengan sebuah bantingan. Mengikuti kemana arah Alexa pergi, dia tidak ingin mengaduk-ngaduk emosinya dengan berdebat dengan gadis itu.
Seorang pelayan wanita menyambut Alexa dengan akrab dan mempersilahkannya masuk, mereka duduk menunggu dalam keheningan.
"Kemana temanmu?" Tanya Lucas tidak sabaran, dia benci menunggu.
"Dia sedikit menyebalkan, tapi baik hati, tidak kasar dan membentak" jawab Alexa dengan nada sarkas, tersenyum sinis di wajah polosnya. Alexa senang menyindir Lucas.
"Diam Alexa. Jika dia tidak kunjung datang, akan aku runtuhkan rumahnya."
Alexa langsung memanyunkan bibirnya, merasa jengah dengan sikap arogan pria di sampingnya itu. Pupil mata Alexa melebar, dia tersenyum begitu melihat orang yang di tunggunya datang.
"Hay" Alexa berlari dan melompat ke dalam pelukannya.
"Selamat datang" sambut pria itu dengan formal, mengulurkan tangannya dan mengajak berjabat tangan dengan Lucas.
Lucas mendengus kasar, menerimanya dengan kuat, menyalurkan kekesalannya kepada pria yang telah membuatnya lama menunggu.
"Aku butuh bantuanmu" Kata Alexa pada intinya.
"Berani membayarku berapa?."
Lucas menggertakan giginya, kelacangan Armin sudah membuatnya muak. Tangannya bergerak ke saku celananya, sudah siap menarik pelatuk dan menanamkan peluru ke dalam kepala pria itu.
Armin tersenyum menawan, memiringkan kepalanya ke satu sisi. "Pistol yang bagus, tiga peluru yang tersisa tidak cukup membuatku takut. Belatimu juga lumayan tumpul."
Lucas menegang, wajah tampannya memucat, dia menjadi waspada. Alexa ternganga, dia langsung sedikit menjauh begitu tahu Lucas membawa senjata.
"Bagaimana kau tahu?" Suara Lucas terbata-bata, dia lumayan kagum dan kaget juga.
"Kelebihanku" jawabnya angkuh. Seketika Alexa tertawa, melihat dua pria angkuh yang saling berhadapan, mengukur kekuatan mereka masing-masing.
Armin melihat ke arah jam di tangannya, dia mengerutkan keningnya nampak berfikir. "Satu juta dollar untuk pekerjaanku selama satu bulan."
"Sialan, jangan macam-macam denganku" Lucas langsung merangsek baju Armin dengan kuat, api kemarahannya semakin kuat.
Armin mengeryit, namun tidak menunjukan rasa takutnya sama sekali.
"Joe, pria itu akan datang lagi padamu. Menghukummu."
Cengkraman Lucas perlahan mengendur. Dia kembali di buat terkejut dengan kemampuan pria di hadapannya itu.
Joe adalah pria tua yang mengutuknya, sangat mustahil jika pria asing di hadapannya sekarang tahu segalanya.
"Apa yang akan terjadi?" Suara lucas merendah, dia menjadi sedikit lembut dan menyimpan taringnya.
"Lex, bisakah kamu menunggu di atas?" Armin tersenyum ringan. Alexa menggeleng, dia juga ingin tahu.
"Pergilah Alexa!" Bentak Lucas yang tidak mau bertele-tele.
Armin meraih lengan Alexa. "Tunggu, kau tidak boleh berprilaku kasar pada wanita. Kedua, rendahkan suaramu, baru aku akan membantumu." Perintahnya dengan berani, Lucas menggeratkan giginya beberapa saat.
Akhirnya Lucas mengedikan bahunya tanda meyerah, Lucas kembali duduk dengan santai dan mematuhi aturan Armin.
Alexa tersenyum dengan angkuh dan menatap lembut Armin. "Kau memang pria sejati" pujinya dengan tekanan.
Lucas tersenyum sinis, mendengar sindiran gadis itu.
"Kau akan menjalani hukumannya tanpa jalan. Untuk saat ini" Armin mulai menjelaskan.
Sekilas Armin kembali melihat jam di tangannya dengan seksama. "Dua hari kedepan dia akan menemuimu."
Alis Lucas terangkat. Orang mati menemuinya?, bagaimana caranya?.
"Baiklah, waktuku habis. Aku harus pergi bermain golf" Armin beranjak dari duduknya. Mengusir Alexa dan Lucas dengan sopan.
"Kamu menyebalkan" Alexa mencebikan bibirnya. Gadis itu tertunduk murung, dia sudah frustasi dengan nasibnya dan Armin tidak menunjukan rasa kemanusiaan sedikit pun dengan masalahnya.
"Aku akan membayarmu sekarang. Asistantku akan mengurus dokumen surat perjanjiannya. Satu juta dollar seperti yang kau mau."
Alexa menganga, melihat Lucas dengan mudahnya memberikan satu juta dollar seperti mengeluarkan koin untuk membeli permen.
Armin menyunggingkan senyuman puas, mereka berjabat tangan memulai kesepakatan setelah Lucas menelpon Shwan.
"Tuan Lucas" Armin memanggilnya lagi ketika Lucas akan pergi. Sementara Alexa sudah memasuki mobil dan menunggu Lucas menyusul.
"Kenapa?" Lucas memasukan tangannya ke saku jaketnya, dia berbalik bergerak dengan efisien.
"Selain tidur, kau juga tidak boleh terangsang pada Alexa."
Blush..
Pipi Lucas memerah. Dia berdeham, mengusap tengkuknya menutupi rasa malu, "Terima kasih." Ucapnya dengan cepat, dia melangkah lebar ke mobil dan segera masuk.
***
Semua karyawan membungkuk melihat kedatangan Lucas dan Alexa. Termasuk kehadiran Alexa yang menarik banyak perhatian karyawan wanita, mereka langsung memberikan tatapan tidak suka padanya.
Lucas adalah idola terbaik di perusahaan, pria itu tidak pernah membawa wanita sebelumnya, dan kehadiran Alexa membuat mereka iri setengah mati.
"Kenapa aku harus ikut dengamu?. Aku tidak akan tidur, sungguh" Alexa mensejajarkan langkahnya dengan Lucas. Pria itu tidak bergeming sama sekali.
"Di sini membosankan Lucas, aku ingin pergi dan bersenang-senang. Setidaknya itu akan membuatku tetap terjaga." Alexa mengayun-ngayunkan lengan Lucas seperti anak kecil yang merajuk meminta belas kasihan.
Lucas berhenti melangkah, tepat di depan ruangannya. Pria itu mulai terganggu dengan rengekan dan tatapan menggemaskan Alexa, namun mulut gadis itu sangat kasar dalam berkata-kata.
"Kau bisa pergi belanja" ujar Lucas enteng.
Alexa melompat kegirangan, tanpa malu dia mengulurkan tangannya "Mana kartu kreditmu?." Pintanya, tanpa mempedulikan ekspresi Jenifer sekretaris Lucas yang sejak tadi duduk dan memperhatikannya dengan kecut.
Lucas mengacak-ngacak rambutnya setengah frustasi, "Temanmu baru saja merampokku sebanyak satu juta dollar. Sekarang kau ingin melakukannya juga?."
Alexa langsung cemberut, dan bersedekap di bawah dadanya. "Kau pria pelit."
"Pelit katamu?" Lucas menggeram kesal.
Tanpa banyak bicara lagi Lucas mengeluarkan dompetnya dan memberikan salah satu kartunya.
Lucas tidak mau di anggap pelit, apalagi miskin hanya karena telah mengeluarkan satu juta dollar.
Alexa tersenyum lebar untuk pertama kalinya. Untuk kali ini Lucas tidak membuatnya kesal, dia mengambilnya dengan cepat.
"Jack akan mengantarmu."
"Tidak perlu. Aku punya cukup banyak uang" jawab Alexa dengan nada sombong.
"Kau lumayan tidak tahu malu" sindir Lucas dengan gumaman.
Alexa mengangkat dagunya dengan berani, "Setidaknya aku tidak munafik. Aku pergi" Alexa berbalik dengan kibasan rambutnya, berlari dengan lompatan kecil dan bersenandung riang, dia memasuki lift, meninggalkan Lucas yang masih berdiri dengan senyuman gelinya.
To Be Continue...