Kekasih Bertopeng Misteriusku/C10 Kamu Tahu Apa yang Kuinginkan
+ Add to Library
Kekasih Bertopeng Misteriusku/C10 Kamu Tahu Apa yang Kuinginkan
+ Add to Library

C10 Kamu Tahu Apa yang Kuinginkan

Tiba-tiba pintunya terbuka.

Wendra terkejut dan bertanya dengan suara keras di tengah kegelapan, "Siapa?"

"Memangnya bisa siapa lagi," Tuan Sniper berkata dengan lembut. Dia melangkah maju dan memerangkap tubuh Wendra di antara kedua tangannya lalu bertanya, "Sudah larut malam, kamu belum tidur. Sedang menungguku?"

Wendra menggigit bibirnya. Dia masih belum terbiasa berada begitu dekat dengannya.

Untungnya kegelapan ini menutupi rasa bersalahnya, "Aku tidak menunggumu."

"Jika kamu tidak menungguku, kenapa kamu langsung meneleponku begitu menerima SMS?"

Tuan Sniper tertawa tapi tidak memaksanya untuk menjawab.

Tuan Sniper menegakkan tubuh lalu membuka pintu lemari pakaian, "Wendra, kemari."

Wendra menggulurkan tangan dari dalam selimut dan meletakkannya di telapak tangan Tuan Sniper lalu berbisik, "Sudah larut malam, bagaimana kalau kita beristirahat lebih awal?"

"Aku hanya ingin kamu memilih beberapa pakaian. Apa yang sedang kamu pikirkan?"

Wendra merasa malu dan dengan cepat berdalih, "Tidak, aku tidak memikirkan apapun."

Tuan Sniper juga tidak membuka rahasianya dan langsung menggendongnya, "Wanita setidaknya harus memiliki satu gaun."

Wendra tidak bereaksi.

Tuan Sniper berkata, "Sejak pertama kali aku melihatmu, kamu hanya mengenakan celana jeans murahan. Saat itu aku terus membayangkan kamu pasti sangat cantik kalau mengenakan gaun."

Tuan Sniper mengulurkan tangan dan jarinya menyusuri satu baris gaun. Akhirnya dia memiliki sebuah gaun berwarna beige. Modelnya sederhana dan elegan juga sopan. Sangat cocok dengan watak Wendra.

Tuan Sniper menyerahkan gaun itu pada Wendra, "Cepat ganti. Aku ingin melihatnya."

Wendra mengambil gaun tersebut dan berkata dengan sedikit malu, "Sekarang?"

"Ya, sekarang," ucap Tuan Sniper dengan senyum samar, "Kalau kamu tidak ingin mencoba gaun kita bisa melakukan hal lain..."

Wendra terkejut lalu bergegas lari ke kamar mandi sambil membawa gaun.

"Pembohong." Tuan Sniper tersenyum lalu berjongkok untuk memilih sepatu hak tinggi yang cocok.

Berbeda dengan Tuan Sniper yang santai, Wendra duduk di kloset yang tertutup sambil memeluk gaunnya. Wajahnya merah seperti udang rebus karena merasa sangat malu.

Entah mengapa setiap gerakannya akan menjadi kikuk setiap kali berada di depan Tuan Sniper.

Gaun di tangannya indah dan elegan. Ketika hari ini dia baru saja membuka lemari pakaiannya, pandangannya pertama kali sudah menyukainya. Hanya saja tidak disangka pilihan Tuan Sniper akan sama dengannya.

"Tok, tok, tok!"

Seseorang mengetuk pintu kamar mandi.

Wendra terkejut.

"Wendra," Dia dapat melihat siluet Tuan Sniper dari pintu kaca dan dapat mendengar suara rendahnya yang mempesona, "Kamu sudah berada di dalam selama 15 menit. Kalau kamu tidak bisa menggantinya, aku akan membantumu."

Wendra dengan cepat menolak, "Aku bisa!"

"Baiklah," Tuan Sniper tertawa, "Aku akan menunggumu di luar."

Tuan Sniper sepertinya sangat menyukai kegelapan. Di dalam kamar mandi juga tidak ada lampu yang menyala.

Wendra berganti pakaian dengan mengandalkan sedikit cahaya dari luar. Dia berdiri di depan cermin memandang dirinya.

Tubuhnya tinggi dan proporsional. Gaun itu bahkan semakin mempertegas tubuh rampingnya. Dadanya besar tapi pinggangnya sangat kecil. Rok gaun yang mengembang itu membuat pinggangnya semakin kecil.

Ujung gaun itu tepat di atas lutut dan memperlihatkan kakinya yang lurus juga ramping. Saat dia berjalan, gaun itu terangkat dan terjatuh dengan lembut. Membuat Wendra terlihat semakin lembut.

Ketika dia keluar, Tuan Sniper tertegun sejenak dan pandanganya menjadi bersemangat.

"Ternyata pilihanku tidak salah."

Tuan Sniper memegang sepasang sepatu hak tinggi putih bertahtakan berlian. Dia berjongkok di depan Wendra dan membantu memakainnya. Tubuh Wendra yang memang sudah tinggi terlihat semakin tinggi dengan sepatu itu.

Tuan Sniper menggapai kepala belakangnya dan dengan lembut melepas ikatan rambutnya, membiarkan rambut hitamnya tergerai.

Rambutnya yang sudah diikat lama tiba-tiba dilepas sehingga sedikit berombak dan membuat wajahnya semakin halus dan kecil.

Tuan Sniper sepertinya sangat puas dengan rambutnya. Jari-jarinya menelusuri rambut hitam Wendra dan berkata, "Nicholas tidak bisa menilai batu permata."

Wendra menatapnya dengan kebingungan.

"Kamu adalah batu giok kualitas pertama yang belum diasah. Tapi di tangannya, kamu disia-siakan sebagai sebuah batu yang tidak berguna."

Wendra menertawakan dirinya sendiri, "Mungkin aku memang sebuah batu yang beruntung dan bertemu dengan pembeli yang tidak pintar dan memperlakukanku sebagai barang berharga."

Tuan Sniper mengaitkan rambutnya yang membandel ke belakang telinga Wendra, "Apakah kamu mencurigai penilaianku?"

"Tidak, aku hanya merasa diriku tidak pantas menyandang penilaian batu giok yang belum diasah ini."

"Jika aku bilang kamu pantas maka kamu panatas," Tuan Sniper memeluk dan tangan lainnya mengangkat dagunya lalu menciumnya dengan kuat, "Jika kamu berdandan, kamu akan menjadi semakin cantik."

Berkat sinar bulan yang menyeruak masuk, akhirnya Wendra melihat wajah Tuan Sniper untuk pertama kalinya.

Lebih tepatnya melihat topengnya.

Sebuah topeng putih menutupi wajahnya dari hidung sampai kening. Wendra hanya bisa melihat sepasang mata cemerlang dan dalam yang memandangnya.

Bagaikan dibakar api, Wendra menghindari tatapannya.

"Kamu takut padaku?"

Wendra menggelengkan kepalanya, "Aku tidak takut hanya sedikit terkejut."

Tuan Sniper bertanya, "Hari ini kamu ke rumah sakit menjenguk pamanmu?"

Wendra menjawab, "Aku akan mengembalika uang 500 juta yang kamu berikan terakhir kali. Setelah proses perceraianku selesai, aku akan mencari pekerjaan agar aku bisa membayar biaya perawatan pamanku dan menyimpan uang untuk membayarmu."

Jari Tuan Sniper menekan bibir Wendra.

Dia berkata, "Wendra, kamu tahu aku tidak kekurangan uang. Kamu tahu apa yang kuinginkan."

Wendra tercekat.

Tuan Sniper membaringkannya di ranjang dan menciumnya dengan lembut. Dari kening sampai ujung hidungnya. Dari telinga sampai ke bibirnya. Serangannya begitu lembut juga bergairah sampai membuat Wendra lupa untuk memberontak.

"Sekarang kita tidak menyalakan lampu, apakah kamu bisa melepaskan topengmu?"

"Maaf, Wendra. Tapi aku masih belum bisa sekarang." Ciumannya menjadi semakin bergairah. Pakaian menjadi penghalang dan tubuh Wendra adalah medan pertempurannya.

Wendra sudah terlena dalam hawa nafsu. Di bawah sinar bulan, Tuan Sniper menggunakan tangan menutup matanya dan berkata, "Konsentrasi dan rasakan aku baik-baik."

"Tuan Sniper..."

"Ya?"

"Ada satu hal yang kurasa tidak boleh kusembunyikan darimu."

"Apa itu?"

Wendra memejamkan matanya dan air mata mengalir ke pipinya, "Aku tidak bisa hamil."

Pria itu membeku sejenak lalu dengan cepat kembali lagi seperti biasa.

"Karena alasan ini aku bercerai dengannya." Wendra menggigit bibirnya, "Jika kamu hanya menganggapku sebagai teman tidur yang bisa digantikan kapan saja, aku tidak masalah. Tapi jika kamu menginginkan seorang anak, aku bukan pilihan yang cocok."

"Aku tahu," suara Tuan Sniper tak disangka akan begitu lembut, "Serahkan semuanya padaku."

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height