I WAS NEVER YOURS/C13 Scene 13
+ Add to Library
I WAS NEVER YOURS/C13 Scene 13
+ Add to Library

C13 Scene 13

"Akak!" Teriak Jasmine, begitu melihat Cheryl. Bocah gendut dengan badan yang subur seperti kakaknya langsung menerjang tubuh kurus Cheryl. Keduanya hampir mencium tanah.

"Ya ampun, Elsa projen udah besar kali." Jasmine sangat suka kartun Frozen. Semua koleksinya tas hingga lemari bergambar Frozen. Hal itu yang mambuat Cheryl memanggil Jasmine Elsa projen.

"Akak, Dedek ada buku prozen. Ayah beli pas ayah pergi. Kata ayah beli di bandara. Padahal, dedek maunya ayah bawa es yang panjang-panjang kayak di prozen." Semua orang di keluarga Mawar memanggil Jasmine dedek, karena ia paling kecil.

"Ih, kenapa nggak minta belikan Olaf aja? Nanti kakak bantuin pasang hidungnya pakai pisang." Gurau Cheryl. Ia begitu dekat dengan keluarga Mawar, sehingga ia tak sungkan lagi bermain di rumah sahabatnya. Apalagi, semua keluarga Mawar begitu terbuka dan menerima dirinya dengan begitu baik. Bahkan menganggap Cheryl keluarga.

"Akak... Olaf itu hidungya wortel." Rajuk Jasmine.

"Oh iya. Hahaha." Cheryl tertawa. Hanya di rumah Mawar, ia benar-benar merasakan apa itu keluarga. Ia merasa seperti di rumah sendiri. Cheryl ingin sekali jadi bagian dari keluarga Mawar.

"Nih kak. Tapi ceritanya dedek nggak ngerti, bahasa Inggris. Kakak bacakan." Jasmine memberikan buku berwarna biru dengan latar semua krakter Frozen di dalamnya dan kerajaan Arandale.

Cheryl yang memang basic-nya bahasa Inggris, begitu lugas membaca satu per satu. Pronounciation Cheryl setara dengan native speaker. Gadis itu merasa ia tak pernah belajar apa-apa. Semuanya mengalir alami.

"Waoh keren. Akak ngomongnya kayak Anna." Bocah itu kagum pada Cheryl yang bicaranya seperti diimpor dari luar bicaranya. Walau akademiknya kurang dan ia pemalas. Tapi pronounciation Cheryl paling bagus diantara semuanya. Bahkan, lebih bagus dari Mawar yang pintar di kelas. Tapi, grammar, Cheryl menyerah. Ia tak mengerti tenses.

"Ayo makan nak." Cheryl melihat Jevi--- Ayah Mawar.

"Ayah." Cheryl menyalami Jevi. Ia sudah menganggap Jevi ayahnya. Karena kurangnya figur ayah di hidupnya.

"Ayo makan. Ayah masak, kata Floren, Cheryl patah hati. Jadi ayah buatkan. Ayah baru pulang."

"Makasih ayah." Jevi, seorang ayah yang sangat suka memasak. Pekerjaannya yang memaksa keluar kota setiap saat. Tapi jika di rumah, ia yang akan memasak untuk keluarganya. Jadilah, mereka keluarga yang suka makan, bahkan dalam porsi yang besar-besar. Tak heran, badannya subur semuanya.

"Ayah udah buatkan sambal kecap."

"Ini enak ayah." Cheryl dituntun ke meja makan. Berbagai makanan laut sudah tersaji disana. Di atas daun pisang yang memanjang. Benar-benar pesta makanan.

"Makan yang banyak. Ini ayah masak khusus untuk Cheryl." Lelaki dewasa itu mengelus-elus kepala Cheryl layaknya anak sendiri. Ia menyanyangi Cheryl seperti anak kandung. Bahkan, jika diijinkan ia ingin mengadopsi Cheryl dan masuk dalam keluarganya.

"Ini enak ayah." Cheryl langsung mencomot ikan bakar yang terlihat begitu menggoda. Dan rasanya memang manis bikin ketagihan.

"Yaudah makan."

"Ayah makan juga." Cheryl mengambil nasi panas dan mencoel sedikit demi sedikit ikan bakar tersebut.

"Ok, ayah temanin."

"Eh, tapi ibu mana?"

"Ibu arisan." Cheryl mengangguk.

"Mawar udah makan ya?" Cheryl baru sadar, sahabatnya sejak tadi menghilang.

"Oh, nelpon tadi. Biar aja."

"Jadi, berapa hari ayah di rumah?" Cheryl tahu, Ayah Mawar jarang di rumah karena kerjaannya di luar kota. Pulang seminggu sekali, bahkan sebulan sekali.

"Dua hari." Lelaki dewasa itu makan. Cheryl nyaman berada dekat Ayah Mawar. Ia bisa merasakan sosok ayah disana.

"Ayah kalau liburan, ajak aku sama Mawar jalan-jalan. Pengen liburan."

"Boleh. Mungkin ayah bisa cuti seminggu."

"Yes." Cheryl berseru senang. Berada di rumah Mawar, hanya kebahagian yang meliputi dirinya. Cheryl sampai tak ingat jika disini bukan rumahnya. Karena ia nyaman berada disini.

"Aku suka pantai. Biar kayak bule-bule berjemur di pantai." Cerocos Cheryl. Walau mulutnya penuh. Ia kelaparan. Dan menunya begitu mengiurkan. Tentu, hal ini tak boleh disia-siakan.

"Yaudah, nanti berlibur ke pantai."

"Keren ayah. Ajak semuanya, projen, Abang Jeren, ibu juga."

"Iyalah satu keluarga berlibur."

"Ayah baik bangat." Seru Cheryl norak.

"Kalau ayah nggak baik, nggak jadi ayah kalian." Timpal Jevi. Cheryl tertawa, tanpa sadar nasi yang ada dalam mulutnya tumpah sedikit.

"Udah-udah makan dulu." Tegur Jevi. Cheryl fokus makan. Dua ekor ikan besar-besar ia habiskan sendiri. Sekarang ia melihat ada sotong, ia memakan cumi tersebut. Uh... nikmat. Cheryl menyolek pakai sambal kecap yang sudah dicampur cabai, tomat dan perasaaan jeruk nipis. Ini memang surga, jika makan terus.

"Aku boleh nggak, tinggal disini aja?" Tanya Cheryl sendu. Ia ingin merasakan kebahagian dan memiliki keluarga yang utuh.

"Ayah tak masalah. Tapi kasian mami sendiri." Cheryl membuang wajahnya. Kadang ia ingin egois, tak peduli lada mami. Tapi dari lubuk hati paling dalam, ia menyayangi wanita yang telah melahirkan ia ke dunia. Walau tak pernah diakui.

"Tapi bolekah Cheryl punya ayah, kayak ayah?" Jevi menarik napas panjang.

"Ayah, ayah kalian semua."

"Makasih ayah. Sekarang aku nggak sedih lagi. Aku bisa bilang kawan-kawan kalau aku dan Mawar punya ayah yang sama. Ah, senanganya." Jebi hanya tersenyum. Melihat mata Cheryl yang begitu berbinar seperti anak kecil.

"Ada saatnya, kamu akan tahu semuanya." Ucap Jevi mantap sambil menatap Cheryl dalam.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height