+ Add to Library
+ Add to Library

C8 Scene 8

"Mami tunggu!" Cheryl terkejut sendiri dengan keberaniannya. Dengan tubuh gemetar, ia masuk.

"Kunci pintu." Pinta Delisha dengan wajah datar. Cheryl nyegir dan turun mengunci pintu.

Cheryl masuk. Seumur-umur, baru kali ini ia masuk ke dalam mobil maminya. Ia tak pernah diajak. Mobil itu begitu wangi, bersih, dan terawat.

Musik dinyalakan. Cheryl hanya memandang lurus, kenapa rasanya asing berada dekat ibu kandung sendiri? Apa yang salah? Apa salah ia dilahirkan ke dunia ini?

Suasana canggung membuat kedua manusia beda status ini hanya diam. Ingin sekali, Cheryl dan maminya saling mengobrol bersama penuh kehangatan.

"Mau makan apa?"

"N-nggak tahu." Cheryl mencubit tangannya. Kenapa harus jawaban bodoh? Ia bisa membeberkan makanan kesukaanya, dan porsi makannya yang lama-lama ketularan dari Mawar.

"Yaudah, pizza aja." Kebetulan di depan ada pizza hot. Mobil berwarna silver itu masuk ke parkiran pizza hot.

Suasananya sepi, hanya terisi 3 meja. Cheryl dan maminya masuk, semua orang kagum seolah melihat dua bidadari masuk ke dalam. Namun tubuh Delisha lebih terawat.

"Beli dua, toppingnya, black pepper beef."

Cheryl hanya memperhatikan sekeliling. Ingin sekali, ia bercengkrama bersama maminya. Cheryl ingin ada kehangatan diantara mereka. Seperti maminya menanyakan, berapa IPK semester ini, apa Cheryl punya pacar, apa ia patah hati, apa ia pernah kissing. Impian sederhana itu, rasanya sulit ia gapai.

Delisha sibuk dengan ponselnya. Cheryl memperhatikan maminya yang masih segar, dengan memakai cat kuku berwarna ungu muda dan kukunya begitu terawat. Berada dekat maminya, Cheryl merasa insecure. Jika dirinya percaya diri mengatakan cantik, berada di sekeliling Delisha membuat Cheryl merasa dirinya begitu burik.

Karena terus diabaikan atau tak ada obrolan hangat, Cheryl melipir ke kamar mandi.

Cheryl berdiri lama-lama disana, sambil berkaca. Cheryl selalu menyalahkan dirinya, jika sudah begini. Cheryl tahu, maminya tak pernah sudi melahirkannya. Sekali saja, Cheryl berharap maminya berdamai dengan keadaan, dan bisa menerimanya. Cheryl ingin merasakan pelukan hangat sang mami, walau hanya satu menit.

Sebutir air mata membasahi pipi mulus Cheryl. Gadis itu menyeka air matanya, sengaja menucuci tangan dan keluar.

"Sst, dek." Cheryl menoleh pada dua orang pemuda umur sekitar 20-an, memanggil dirinya, Cheryl mendekat.

"Ya."

"Kirim salam sama kakaknya." Pemuda itu menunjuk Delisha. Cheryl mengatupkan bibirnya, ia yakin maminya sering menjadi santapan dari mata keranjang para lelaki.

"Itu mamiku."

Dua pemuda itu tertawa. Mereka yakin, Cheryl berbohong. Tidak mungkin, mami dan anak, jika mereka terlihat sepantaran. Pasti Cheryl dan Delisha kakak-beradik.

"Minta nomor HP-nya dek."

"Nggak punya bang. Kalau mau, minta sendiri."

"Ah, adek pelit!"

"Yaudah." Cheryl mendengus kesal.

"Ada apa ini?" Delisha menghampiri putrinya yang terlihat digoda orang lain.

Para pemuda itu langsung terdiam. Herannya, menatap Delisha langsunh dari dekat, membuat mereka kicep seketika.

Delisah kembali ke mejanya, Cheryl mengikuti dari belakang. Pesanan mereka sudah datang. Cheryl memperhatikan maminya yang benar-benar tidak fokus makan. Mata wanita itu terus menatap layar ponsel, sambil tersenyum.

Cheryl tersenyum miris, kapan ia diberi perhatian yang seperti itu? Kapan maminya tersenyum hangat padanya? Lagi-lagi Cheryl menggigit tepung itu sambil makan hati di dalam.

Ponsel Delisha juga berbunyi terus, seperti air mengalir. Pasti banyak sekali lelaki yang mendekati dirinya.

Cheryl makan dalam diam, sambil sesekali melihat ke arah jalanan yang ramai. Terkadang tanpa sadar air matanya mengalir. Tuhan... kapan aku bahagia? Hanya itu yang selalu Cheryl lontarkan. Berharap Tuhan mendengar keluh kesahnya, dan Tuhan mengulurkan tangan-Nya menerima rintihan Cheryl.

"Udah makannya?" Cheryl melihat kepingan pizza yang tersisa tiga. Walau dengan hati yang sakit, tapi pizza itu ludes juga.

Dengan kekuatan ala hulk, Cheryl memasukan pizza dua keping sekaligus dalam mulutnya. Ilmu dari Mawar ia terapkan.

Delisha terkagum-kagum dengan tingkah ajaib anaknya. Apa ia kelaparan? Sampai makannya kayak gitu.

"Kalau udah ayo." Dengan kecepatan penuh, Cheryl menggiling tepung itu besar-besar dan langsung masuk tenggorokan. Cheryl menurunkan dengan air. Cheryl melihat ke pizza maminya yang hanya dimakan dua keping. Apa maminya diet? Segan rasanya, Cheryl menanyakan itu semua.

Setelah membayar, kedua kembaran beda usia itu keluar. Lagi-lagi suasana canggung, menyelimuti mereka.

Cheryl memperhatikan bagaimana maminya begitu pro memutar-mutar kemudi dengan jari-jari terawat itu.

"Jangan ganjen sama laki-laki." Cheryl hanya bisa menunduk. Ganjen? Maksudnya, tadi Delisha mengira bahwa Cheryl menggoda dua pemuda tadi? Rasanya Cheryl ingin menangis lagi. Apa jadinya, jika maminya tahu, jika ia sedang mengejar seseorang sekarang. Apa maminya akan menyebut dirinya murahan? Apa dirinya memang murahan? Cheryl makin berkcil hati. Rasanya ia ingin menangis sekarang. Cheryl butuh Meredith. Hanya Meredith yang benar-benar memahaminya.

"Kita belanja dulu." Cheryl dan maminya masuk ke dalam satu supermarket yang paling ramai di kota mereka.

Cheryl hanya mengekor dari belakang.

"Biasanya pakai shampo apa?" Cheryl menggeleng. Ia memakai shampo sembarang yang penting keramas.

Keduanya masuk ke rak sabun. Cheryl seperti melihat seseorang yang sering menghantui pikirannya. Yap, itu Juna. Lelakit itu juga berbelanja. Cheryl heran, apa Juna anak kos?

Cheryl ingin memanggilnya, namun ia segan. Ada maminya yang akan menganggap dirinya murahan.

"Abang." Bisik Cheryl. Delisha sedang berjongkok mencium-cium sabun cari yang wangi. Mata kucing Cheryl terus mengawasi lelaki itu, tapi ia tak bisa mendekat.

Juna berada di area belakang, seperti mencari sayuran dan daging.

"Udah dapat. Cari apa lagi ya." Cheryl akhirnya kehilangan jejak Juna. Maminya berbelanja banyak kal ini. Hati Cheryl bersorak riang, ketika mereka ke belakang bagian sayuran, padahal di rumah tak pernah masak.

"Beli apa ya? Tapi kita nggak pernah masak ya. Yaudah, beli makanan kalengan aja." Juna hilang. Cheryl kecewa. Jika tak bisaberbicara, setidanys Cheryl bisa menampakan diri, dan menunjukan ke Juna, mereka bisa bertemu di tempat tak terduga. Secara tidak lansgung mereka berjodoh.

"Yaudah selesai." Cheryl mendorong troli itu dengan lesu. Ia ingin menjumpai Juna, minimal say hai.

Antrean yang panjang di pembayaran, membuat Cheryl mendapat kesempatan mencari sosok Juna di dalam supermarket yang begitu riuh.

Cheryl memandang lurus ke depan. Ia kecewa, ternyata, Juna sudah keluar dengan memasukan bahan belanjaan ke dalam mobil.

Cheryl menelan ludahnya kasar. Juna merangkul pundak seorang cewek, dan Cheryl sangat mengenal sileut tubuh itu.

Apa artinya, Juna sudah punya kekasih?

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height