+ Add to Library
+ Add to Library

C6 6

Jam bekerja Lorra telah selesai. Wanita itu kini melajukan mobilnya menuju ke panti asuhan tempat ia dibesarkan oleh ibunya.

Mulai sekarang Lorra akan kembali tinggal di tempat itu. Berkendara lebih lama tidak akan menjadi masalah besar untuknya.

Lorra menyeret kopernya. Anak-anak yang berada di taman panti asuhan segera menyambutnya. Senyum tampak di wajah indah Lorra.

“Kak Lorra!” Adik-adik Lorra terlihat sangat senang dengan keberadaan Lorra di dekat mereka.

“Hey, apa kalian merindukanku?” Lorra merentangkan tangannya, menerima tubuh-tubuh kecil yang menyerbunya.

“Kami sangat merindukan Kak Lorra,” jawab adik-adik Lorra.

Perasaan Lorra selalu menjadi lebih baik ketika ia berada di panti asuhan. Ia bisa melihat malaikat-malaikat kecil yang tersenyum manis padanya. Dadanya terasa sangat hangat sekarang.

“Lorra, kau sudah kembali?” Seorang wanita melangkah mendekati Lorra.

Lorra sedikit terkejut melihat wanita yang kini sudah ada di depannya. “Sejak kapan kau ada di sini?” tanya Lorra.

“Satu jam lalu.”

“Kenapa tidak mengabariku dahulu? Aku bisa menjemputmu di bandara.”

“Aku tidak ingin merepotkanmu.” Wanita itu membalas dengan lembut. Tatapan mata wanita yang tidak lain adalah sahabat Lorra itu pindah ke koper yang Lorra bawa. “Kau akan menginap lama di sini?” tanyanya.

“Aku akan bercerita padamu nanti.” Lorra tidak bisa menyembunyikan apapun dari sahabatnya. Namun, sekarang bukan waktu yang tepat untuk ia bercerita. Adik-adiknya ada di sana.

“Baiklah, biarkan Kak Lorra beristirahat dulu,” seru Abigail pada adik-adik Lorra.

“Baik, Kak Abby.” Kerumunan yang tadi melingkari Lorra kini satu per satu pergi kembali bermain.

“Biar aku bawakan.” Abigail meraih koper Lorra.

“Tidak, kau pasti lelah. Biar aku saja.” Lorra meraih kembali koper miliknya.

“Baiklah.” Abigail kemudian melangkah di sebelah Lorra.

“Bagaimana pekerjaanmu? Apakah semuanya berjalan lancar?” tanya Lorra.

“Semuanya berjalan dengan baik. Aku banyak belajar selama di Paris.” Abigail memiliki cita-cita menjadi perancang busana terkenal, dan untuk cita-citanya itu ia pergi untuk belajar di Paris, pusat dunia fashion saat ini.

“Itu bagus.” Lorra masuk ke dalam bangunan panti asuhan yang sudah berusia lebih dari tiga puluh tahun.

Perasaan akrab menyapa Lorra. Di tempat penuh kenangan itu ia selalu merasakan kehadiran sang ibu. Lorra selalu ingin kembali ke tempat ini setelah ia bepergian jauh.

Lorra masuk ke dalam kamarnya. Di dalam sana sudah terdapat koper lain yang merupakan milik Abigail. Dua wanita itu memang selalu tinggal bersama ketika mereka berada di panti asuhan.

“Di mana Altair? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya.” Abigail duduk di atas kursi di dekatnya sembari memperhatikan Lorra yang melangkah menuju ke lemari pakaian.

“Aku dan Altair sudah berakhir.”

“Apa?” Abigail terkejut. Tidak percaya pada apa yang Lorra ucapkan barusan. “Bagaimana bisa?” tanya Abby. Ia melihat Lorra dan Altair sebagai pasangan serasi yang selalu membuat orang lain merasa iri. Bagaimana mungkin hubungan mereka yang selalu tampak harmonis bisa berakhir.

“Altair mengkhianatiku.”

Abigail semakin tidak percaya. Selama ini ia berpikir bahwa Altair adalah pria yang sangat setia pada Lorra. Ia selalu melihat cinta di mata Altair untuk sahabatnya itu.

“Kemarin aku memergokinya sedang bercumbu dengan wanita yang merupakan sekertaris Al di kamar Al.”

“Bajingan sialan itu!” Abigail menggeram marah. Ia tidak menyangka jika Altair akan melakukan hal menjijikan itu pada Lorra. Ckck, pria itu benar-benar bodoh, lihat bagaimana ia akan menyesali tindakannya karena menyia-nyiakan Lorra.

Abigail mendekati Lorra. “Kau baik-baik saja?” tanyanya. Ia ikut sedih untuk kisah cinta Lorra yang berakhir tragis.

“Aku baik-baik saja. Pria seperti Altair tidak pantas membuatku merasa sedih. Aku sudah melakukan yang terbaik untuknya, tapi dia mengkhianatiku. Maka itu adalah salahnya. Benar, aku patah hati. Aku membuang waktuku selama empat tahun untuk pria yang tidak tepat, tapi aku bisa mengatasi perasaan itu.” Lorra tidak akan pernah terpuruk hanya karena kehilangan pria yang bahkan tidak bisa menjaga pandangannya dari wanita lain ketika sudah menjalin hubungan dengannya.

Abigail memeluk Lorra. Ia tahu Lorra wanita yang kuat, semuanya mampu Lorra lewati dengan baik. Namun, tetap saja ia merasa kesal pada Altair. Bisa-bisanya pria itu melakukan hal seperti itu pada Lorra.

Mereka bahkan sudah merencanakan pernikahan tahun depan, tapi semua kandas karena Altair yang tidak setia.

“Kau pasti akan mendapatkan pria yang tepat untukmu.” Abigail mengelus punggung Lorra.

“Tentu saja. Di dunia ini pasti ada satu pria yang sudah disiapkan Tuhan untukku. Dan yang pasti itu bukan Altair.” Lorra menjawab yakin.

Meski hatinya dipatahkan oleh Altair, ia tidak memiliki trauma untuk menjalani hubungan yang baru dengan pria. Lorra akan merasa dirinya sangat menyedihkan jika hanya karena Altair ia harus menutup dirinya untuk cinta yang lain.

Abigail melepas pelukannya pada tubuh sahabatnya. “Bagaimana jika kita pergi berbelanja hari ini? Itu mungkin aka membuatmu merasa sedikit lebih baik.”

“Ya, ayo. Aku harus membeli beberapa perlengkapan. Aku meninggalkan semua pemberian Altair padaku di apartemen.”

“Kau memang wanita yang memiliki harga diri, Lorra. Kau sangat hebat.” Abigail memuji Lorra. Wanita berparas cantik itu tersenyum indah, lesung pipinya terlihat di kedua sisi wajahnya.

“Kalau begitu aku akan mandi sebentar.”

“Ya, silahkan.”

Lorra dan Abigail sudah berada di sebuah pusat perbelanjaan terbesar di kota itu. Saat ini mereka melangkah menuju ke sebuah toko yang menjual barang-barang berkualitas. Di sana terdapat berbagai jenis pakaian, sepatu, tas, perhiasan dan lainnya.

Hanya orang-orang yang memiliki cukup banyak uang yang bisa mendatangi toko itu. Lorra tidak memiliki banyak uang, tapi untuk sedikit berbelanja ia masih mampu.

Lorra tidak akan membeli sesuatu yang tidak ia butuhkan karena ia tahu mendapatkan uang tidak semudah membalikan telapak tangan, dan ibunya juga mengajarkannya untuk membeli yang benar-benar ia butuhkan saja.

Tidak ada yang tahu apa yang terjadi ke depannya, ibu Lorra hanya ingin putrinya berhemat.

“Sialan! Kenapa kota ini sangat sempit!” Abigail mengumpat di sebelah Lorra.

Lorra mengerutkan keningnya. Ia melihat ke arah pandang Abigail.

“Ayo pergi dari sini, Lorra.”

“Kenapa harus pergi, Abby? Aku tidak harus menghindar dari mereka.” Lorra melihat ke arah Altair dan sekertarisnya yang namanya tidak begitu Lorra ingat.

“Kau yakin?”

Lorra berdeham. Ia tidak memiliki alasan untuk berlari saat ini. Suatu hubungan bisa berakhir kapan saja, jadi akan terlalu merepotkan jika ia harus menghindari pertemuan dengan mantan kekasih.

Dari arah berlawanan, Altair dan kekasih barunya menangkap sosok Lorra. Kekasih Altair langsung mengeratkan gandengannya pada lengan Altair, seolah menegaskan bahwa Altair adalah miliknya.

Wanita itu seperti singa betina yang tidak mengizinkan wanita lain mengganggu miliknya.

Lorra tidak begitu peduli, ia hanya melangkah bersama dengan Abigail menuju ke barisan kosmetik yang ia butuhkan.

Namun, berbeda dengan kekasih Altair, wanita itu malah mendekati Lorra dengan alasan ia ingin menambah koleksi make up nya.

“Sepertinya kau tidak merelakan Altair bersamaku. Kau menguntiti kami.” Kekasih Altair menuduh Lorra dengan sembarangan.

Abigail ingin sekali mengacak-ngacak wajah kekasih baru Altair, tapi Lorra memegangi tangan Abigail agar wanita itu bersikap tenang.

“Kau sangat konyol. Aku, Lorraine Parker tidak akan pernah melakukan hal menjijikan seperti itu. Dengar ini baik-baik, aku dengan murah hati mendoakan kalian agar hidup bahagia berdua selamanya.” Ada ejekan yang kentara dari kata-kata Lorra.

“Ckck, bagaimana mungkin kau bisa mendoakan kami seperti itu. Kau dicampakan oleh kekasihmu. Jadi kau pasti mengutuk kami berdua.”

“Kau sepertinya mengalami amnesia. Akulah yang mencampakan pria di sebelahmu, bukan sebaliknya. Pria pengkhianat dan wanita penggoda, tidak ada yang lebih serasi dari kalian.” Lorra mencibir Altair dan kekasihnya.

Ia tidak ingin mencari masalah, tapi dua orang itu berani mendekatinya dan mengajaknya bicara.

Orang-orang di dekat Lorra melihat ke arah mereka, penasaran ingin mengetahui apa yang terjadi di antara Lorra, Altair dan kekasih baru Altair meski mereka tidak kenal sama sekali.

“Kata-katamu terlalu banyak, Lorra.” Altair tidak terima. Matanya menunjukan kemarahan.

Lorra kini mengalihkan pandangannya pada Altair. “Bukan aku yang memulainya, Altair,” seru Lorra.

“Lama tidak melihatmu, rupanya kau mengalami penurunan selera yang drastis, Altair. Seharusnya jika kau ingin berselingkuh kau harus menemukan wanita yang lebih baik dari Lorra, bukan daur ulang seperti wanita di sebelahmu.” Abigail memiliki mulut tidak kalah beracun dari Lorra. Ketika ia tidak menyukai sesuatu maka ia akan mengatakannya dengan jelas.

Wajah kekasih Altair merah padam. Jantungnya seperti dibelah dengan pisau. Ia ingin sekali merobek mulut Abigail.

“Siapa kau berani menghinaku!” geram wanita itu. Ia kehilangan sikap elegannya ketika dirinya dihina oleh orang lain. “Temanmu tidak mampu menjaga miliknya dengan baik, itu adalah kesalahananya jika Altair berlari pada wanita lain. Temanmu bahkan tidak tahu cara menyenangkan kekasihnya sendiri.”

Lorra terkekeh geli mendengar ucapan kekasih Altair. “Pria setia tidak harus dijaga, Nona. Benar aku memang melakukan kesalahan, tapi kesalahanku bukanlah tidak mampu menjaga kekasihku dengan baik, melainkan tidak bisa melihat seberapa brengseknya pria yang berhubungan denganku.”

“Cukup, Lorra!” seru Altair dengan suara yang agak meninggi. “Dengan sikapmu seperti ini, meski kau berlutut padaku, aku tidak akan pernah kembali padamu!”

Tawa Lorra meledak. Kata-kata Altair terdengar sangat lucu baginya. “Bahkan dalam mimpi pun aku tidak sudi berhubungan dengan pria sepertimu lagi.”

Lorra tidak ingin membenci Altair, tapi Altair mendorongnya untuk melakukan itu. Pria itu mengatakan sesuatu yang membuatnya merasa muak.

“Itu hanya kata-kata dari wanita yang sakit hati.” Kekasih Altair mengejek Lorra. “Pada kenyataannya kau sangat berharap untuk bisa bersama dengan Altair lagi.”

“Bahkan ketika di dunia ini laki-laki hanya tersisa Altair saja, aku tidak akan pernah kembali bersamanya lagi!” tegas Lorra. “Dan ya, kau harus menjaga kekasihmu dengan baik, karena biasanya seseorang yang sudah berkhianat tidak akan pernah mengubah kebiasaannya. Dia akan melakukannya lagi dan lagi.” Lorra cukup baik hati untuk memperingati kekasih Altair.

“Kau pasti akan menyesali kata-katamu, Lorra!” Altari menatap Lorra tajam sebelum akhirnya ia menyeret kekasihnya keluar dari toko itu.

Orang-orang yang tadi memperhatikan kini menatap serentak ke arah Altair dan kekasihnya dengan tatapan mencemooh.

Altair merasa sangat jengkel. Ia dipermalukan oleh Lorra hari ini. Ia benar-benar telah salah menilai Lorra sebagai wanita baik, nyatanya Lorra memiliki sifat buruk yang mengerikan. Jika ia melihat wajah asli Lorra sebelumnya, ia pasti tidak akan mau berhubungan dengan Lorra.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height