Istri Penguasa Tak Terlihat/C7 Maaf, Kau Harus Pergi
+ Add to Library
Istri Penguasa Tak Terlihat/C7 Maaf, Kau Harus Pergi
+ Add to Library

C7 Maaf, Kau Harus Pergi

Evelyn yang berjalan lemas tak sanggup lagi menahan cuaca yang mulai panas. Keringat mulai bercucuran dari seluruh wajah dan tubuhnya. Matanya mulai berkunang, sesekali tangannya memegang sesuatu yang bisa menahan tubuhnya yang hampir jatuh.

'Tubuhku rasanya berat sekali, rasanya tak ada tenaga lagi untuk berjalan." Gumam Evelyn kemudian terduduk di tepian teras sebuah restoran.

Byur …

Sebuah ember yang berisi air yang sedikit keruh tak sengaja dibuang oleh seorang wanita dan mengenai Evelyn. Tak pelak baju basah dan bau yang tak sedap langsung menguar dari tubuh Evelyn. Pandangan orang-orang sekitar yang menutup hidung mereka membuat Evelyn memutuskan segera pergi dari tempat itu dan tiba …

Bug!

"Ouch!" Lagi-lagi Evelyn menabrak seseorang ketika ia membalikkan badannya.

"Oh, Tuan Nichole, Anda tak apa-apa?" tanya seorang wanita berpakaian seksi dengan heels merah menyala membersihkan jas dipakai pria tinggi tegap itu.

"Tak apa. Aku baik-baik saja."

Wanita seksi itu lantas melirik Evelyn yang basah kuyup dan menatapnya sinis. "Heh, kamu ga punya mata, ya? Bagaimana kamu berjalan, huh!? Cepat minta maaf dan ganti rugi!" pekik dan ketus wanita itu.

"M--maaf, tapi aku tadi tak sengaja. Maafkan saya, Tuan." Ucap Evelyn membungkukkan badannya.

"Grace, sudahlah. Aku tak apa-apa. Kasihan Nona itu kebasahan dan kedinginan." Ucap pria itu mendekati Evelyn dan membuka jasnya.

"T-Tuan Nichole, apa yang Anda lakukan?" tanya wanita bernama Grace terkejut.

"Nona, apa Anda tak apa-apa? Ini, pakai saja jasku. Baju Anda …," pria itu sempat melihat pakaian dalam Evelyn yang menerawang dengan jelas.

Evelyn yang mengetahui maksud ucapan sang pria tanpa banyak kata langsung meraih jasnya dan menutupi tubuhnya.

"T-terima kasih, Tuan. Nanti akan saya kembalikan dalam keadaan bersih seperti sedia kala," sahut Evelyn menunduk.

"Tak apa, santai saja."

"Tuan, saya telah menyuruh seseorang untuk membawakan Anda setelan yang baru," lapor Grace berbisik di telinga pria itu.

"Hm, aku mengerti. Kau masuklah ke dalam resto itu dulu sambil menunggu Tuan Albert tiba …,"

'Albert?' gumam Evelyn tiba-tiba.

"Baik, Tuan. Saya mengerti."

Evelyn menatap pria di depannya dengan intens. Seorang pria dengan kulit kuning, rambut hitam lurus, wajah oval dengan rahang yang kuat, mata coklat almond serta tubuh proporsional. Jika orang melihatnya, pria itu pastilah akan tampak bak seorang selebriti atau model. "Anda … siapa? Mak-maksud saya siapa nama Anda, Tuan?" tanya Evelyn sedikit malu.

"Namaku Nicholas Jefferson. Anda sendiri?" Tanyanya mengulas senyum.

"Evelyn," sahutnya.

"Nama yang bagus," balasnya singkat.

Tak berapa lama, Grace keluar lagi dari restoran itu. "Tuan, Tuan Albert sedang dalam perjalanan. Sebaiknya Anda segera bersiap."

"Hmm, baiklah. Apa pakaianku sudah siap?"

"Sebentar lagi akan sampai, Tuan."

"Oke." Nichole mengalihkan pandangannya ke Evelyn dan berkata, "Nona Eve, saya tak tahu apa yang terjadi dengan Anda, tapi ada baiknya Anda segera berganti pakaian. Tak baik rasanya jika Anda terlalu lama memakai pakaian yang telah basah dan kotor itu." Jelas Nichole langsung membalikkan badannya dan masuk ke dalam restoran.

Evelyn hanya diam dan berdiri mematung sebelum Grace menjentikkan jarinya dan membangunkan pikirannya. "Kau! Wanita tak tahu malu, cepat pergi! Dasar bau sampah!" ketus Grace membalikkan badannya dan mengikuti Nichole.

'Albert? Apakah yang dimaksud itu John Albert? Lantas siapa pria yang bernama Nichole yang baru saja menolongku?' gumamnya.

****

Kantor majalah FaMe

"Tony, bagaimana kabar Evelyn? Kenapa dia sama sekali tak ada beritanya?"

"Iya, bukankah kau pernah menjenguknya? Bagaimana dia?"

Suara riuh-ramai mulai mengisi salah satu majalah gosip tempat Evelyn bekerja. FaMe, majalah gosip terbesar di kota Luo namun penuh kontroversi karena sang pemilik, John Albert memiliki skandal dengan salah satu pejabat penting kota itu yang tak terendus oleh orang-orang dan para pegawainya, namun tidak dengan Evelyn.

"Dia baik-baik saja." Sahut Tony mengulas senyum palsu dan wajah seakan peduli tiada dosa.

"Hah, aku tak sangka jika dia akan mengalami nasib seperti ini. Padahal Eve hanya ingin menolong, tapi kenapa …,’’

Tony, dengan aktingnya yang memukau segera memasang topeng sedih di wajahnya dan menunjukkan ekspresinya seakan dia adalah orang yang paling peduli dengan keadaan Evelyn saat ini.

“Siapa yang sedang membicarakanku?”

Suara seorang wanita yang tak asing lagi di telinga mereka.

“EVE …!!!” pekik satu ruangan dan memeluk wanita cantik itu.

“Eh … eh, a-apa ini? Ada apa ini?” tanya Evelyn terkejut melihat semua temannya memeluk dan mengerubunginya.

“K-kamu udah baikan? Gimana keadaanmu? Kenapa kamu bisa begitu nekat sih nolongin orang sampai harus berkorban kay gini?” tanya beberapa rekan kerjanya.

Sementara Tony hanya melihat Evelyn dari kejauhan dan menghindarinya. Dirinya yang terlanjur mengatakan hal yang seharusnya tak ia katakan membuatnya seakan menggali kuburnya sendiri. “Kenapa aku begitu bodoh langsung mengatakan seperti itu! Harusnya kupikir masak-masak dulu! Sekarang apa yang harus kulakukan?” Tony bingung dan tanpa ia sadari, Evelyn sejak tadi memperhatikan dirinya.

“Nona Eve,” seorang wanita berambut pendek menghampiri Eve di antara teman-temannya.

“Oh, Nona Amanda. Apa kabar?” Tanya Evelyn langsung menghampiri wanita yang bernama Amanda itu.

“Bisa ikut saya sebentar?”

Tak biasanya wajah Amanda yang selalu ramah dan mengulas senyum hari itu tampak suram dan dingin. Amanda, wanita yang dijuluki ‘The Warmest Goddess’ oleh para karyawan di majalah tersebut kini tampak sangat berbeda. Evelyn dan karyawan lainnya pun sempat saling pandang dan berbisik di antara mereka, namun Amanda dengan cepat menyela obrolan dan berkata, “Aku hanya memanggil Nona Evelyn, kenapa kalian yang repot?”

Ucapan serta mimik wajah yang dingin dari Amanda membuat karyawan lainnya terdiam. Sementara Tony yang masih melihat situasi ruangan yang sedikit ‘panas’, segera menyingkir dan bersembunyi.

“Baik, Nona Amanda. Saya mengerti.” Sahut Eve mengikuti Amanda ke ruangannya.

“Silakan duduk, Nona Evelyn,”

“Baik, terima kasih.”

Amanda menatap Evelyn beberapa saat dan menarik napas panjang. “Ada apa, Nona Amanda?” tanya Eve penasaran.

“Bisa kau ceritakan apa yang sebenarnya terjadi?”

“Yang se .. benarnya terjadi? Bukankah sudah jelas apa yang telah terjadi, Nona? Saya menolong seseorang.”

“Dan orang itu … Jackson Liu dan Hendrik Ou Gang?” tanya Amanda lagi.

“Benar. Dan kedua orang itu kini masih berada di rumah sakit,” jelas Evelyn.

“Hahhhhh …,” Amanda memijat keningnya.

“Ada apa, Nona? Apa terjadi sesuatu?”Evelyn penasaran.

“Nona Evelyn, niatmu untuk menolong mereka sudah cukup baik. Tapi, sayangnya …,” Amanda enggan melanjutkan.

“Sayangnya? Sayangnya apa, Nona?” Evelyn semakin penasaran.

“Anda tahu siapa Jackson Liu?”

Eve mengangguk. “Nona Amanda, bisakah Anda tidak berputar-putar? Bisa langsung ke intinya?” tanya Eve lagi.

Amanda, pemimpin redaksi pada majalah tempat Evelyn bekerja memberikan sebuah amplop panjang warna coklat pada Evelyn.

“Apa ini, Nona Amanda?”

“Bukalah dan kau akan paham apa maksudku.”

Evelyn kemudian membuka amplop itu dan ternyata isi di dalamnya adalah beberapa puluh lembar uang dan sebuah surat.

‘Uang dan surat? Jangan-jangan ….” Eve segera membuka surat itu tanpa memperdulikan uang yang jumlahnya lumayan besar.

Mata Eve langsung mendelik terbelalak ketika membaca isi surat itu. Jemarinya bergetar sambil menatap Amanda dan berkata, “A-apa ini sungguhan, Nona?”

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height