C10 Bagian 10
Nevarth akhirnya tenang setelah beberapa menit menangis. Ia kemudian mendesah dan memegang tangan Vestele. “Aku yakin jika kau pasti sudah memperkirakan hal ini. Maukah kau menikah denganku, Vestele? Aku ingin menikahimu bukan karena anak kita, namun karena cintaku padamu tidak pernah luntur.”
Vestele tersenyum kecil dan mengangguk. “Tentu saja aku mau. Aku memang sangat bodoh karena hanya bisa mencintai satu laki-laki di dalam hidupku. Yang menyebalkan adalah aku harus bertemu dengannya lagi di kehidupan ini.”
Nevarth tertawa pelan dan mencium punggung tangan Vestele. Vestele menatap Nevarth sambil tersenyum. Ia kembali mengingat saat Nevarth melamarnya. Dia tidak akan pernah bisa melupakan momen berharga itu.
“Orang tuaku di dunia ini berbeda jauh dengan kehidupanku yang dulu. Aku yakin mereka akan sangat senang jika bisa bertemu denganmu. Mereka sudah memaksaku untuk menikah sejak tiga puluh tahun yang lalu,” kekeh Nevarth.
“Mathew sudah memberitahuku tentang hal itu. Sepertinya aku adalah perempuan yang hebat karena bisa membuat mantan suamiku tetap mencintaiku walaupun aku sudah meninggal,” balas Vestele.
“Aku akan menemukan cara agar kau dan Biru tetap hidup. Aku yakin jika kita bisa mengubah jalur cerita itu karena ini adalah hidup kita. Aku rasa aku mengingat tentang komik yang selalu kau bicarakan itu,” ucap Nevarth.
Vestele tersenyum miring. “Kau tidak mau berbicara denganku selama tiga hari karena aku benar-benar menyukai tokoh utama laki-lakinya. Siapa yang menyangka jika sosok yang kau benci akan menjadi anakmu.”
Nevarth berpikir sejenak dan ia kemudian membulatkan matanya. “Astaga! Jadi dunia ini adalah dunia dalam komik itu? Jika kau tidak mengingatkanku tentang kejadian itu mungkin aku akan benar-benar melupakannya. Sial, habisnya tokoh utamanya sangat tampan.”
“Benar. Apa lagi dia memiliki sayap dan sirip yang membuatnya sangat mencolok. Istrinya di masa depan juga memiliki kemampuan yang sangat hebat. Tapi puluhan tahun telah berlalu dan aku telah melupakan banyak hal,” sahut Vestele.
Nevarth terdiam mendengar kata-kata Vestele. Tentu saja dia sangat ingat dengan komik itu. Nevarth benar-benar merasa iri dengan tokoh utama dan ia mulai membaca komik itu. Bahkan dia menghabiskan waktunya untuk memikirkan kelemahan tokoh utama.
Nevarth tertawa pelan ketika menyadari betapa kekanak-kanakannya dia. “Sebenarnya aku masih mengingat alur cerita komik itu. Namun yang aneh aku melupakan nama tokoh utama padahal dulu aku selalu mengumpat namanya sebelum tidur.”
“Mungkin karena alam semesta menginginkan kita untuk memberikannya nama dengan keinginan kita sendiri dan bukan karena komik itu,” tawa Vestele.
Vestele tersentak ketika melihat seorang perempuan yang masuk ke dalam ruangan. Nevarth menghembuskan napas kasar ketika melihat perempuan yang sangat kenal. Darya Caizana, ibu dari Nevarth.
Perempuan itu berjalan dan menatap mereka berdua. Vestele menelan ludah dan segera menundukkan kepalanya. “Kenapa kau memilih dia sebagai pasanganmu?” tanya Darya.
Nevarth membulatkan matanya. “Apa maksud ibu? Dia adalah Vina, bu! Dia adalah mantan istriku dan perempuan yang membuatku tak mau menikah dengan orang lain.”
Darya mengabaikan Nevarth dan memegang pundak Vestele. “Kenapa kau mau bersama Nevarth? Dia adalah laki-laki payah dan aku tidak yakin dia bisa menjagamu. Kau pantas mendapatkan laki-laki yang lebih baik.”
Vestele dan Nevarth menganga mendengar kata-kata Darya. Vestele menahan tawanya dan melirik Nevarth. Ia tidak menyangka jika Darya akan memiliki sifat yang seperti itu. Nevarth hanya bisa memutar bola matanya.
“Hm.. mungkin karena aku sedang hamil?” tanya Vestele sambil memegang perutnya. Darya membulatkan matanya mendengar hal itu dan menoleh ke Nevarth dengan tatapan membunuh. Nevarth hendak kabur namun Darya telah menangkapnya.
“Kapan aku pernah mengajarkanmu untuk melakukan hal itu di luar pernikahan? Apakah kau memaksanya karena kau tahu dia adalah reinkarnasi mantan istrimu. Aku benar-benar malu memiliki anak sepertimu,” dengkus Darya.
Vestele menggigit bibirnya dan mengangkat tangannya. “Maaf, tapi itu adalah kesalahanku. Aku tidak pernah tertarik dengan laki-laki lain hingga aku bertemu dengan Nevarth. Siapa yang menyangka jika dia adalah reinkarnasi mantan suamiku.”
Darya mendesah pelan mendengar itu dan segera duduk di kursi. “Tentu saja kalian pasti akan merasakan sebuah ikatan tak kasat mata walaupun kalian telah bereinkarnasi. Jadi kapan kalian akan menikah?”
“Entahlah. Aku rasa aku bisa mempersiapkannya dalam waktu satu bulan, tapi itu akan memakan biaya yang sangat besar. Memangnya tidak apa-apa jika aku mengeluarkan biaya yang besar hanya untuk pernikahan?” tanya Nevarth.
Vestele mengangguk setuju. “Uang itu bisa digunakan untuk hal lain. Aku rasa kami bisa melakukan pernikahan dalam lingkup kecil sehingga tidak memakan banyak biaya. Lagi pula peri tidak menyukai keramaian.”
Darya mendesah dan memijat pelipisnya. “Aku tidak menyangka jika kalian akan memiliki sifat yang sangat mirip. Gunakan uang keluarga ini sebanyak-banyaknya! Aku ingin kalian melakukan pesta pernikahan yang meriah!”
Nevarth meringis mendengar itu sedangkan Vestele hanya bisa mengangkat kedua bahunya. Nevarth akhirnya mengangguk setuju dan Darya langsung tersenyum senang. Ia kemudian langsung meninggalkan ruangan itu.
***
Proses perceraian itu berjalan dengan lancar. Vina tidak tahu dia harus bersikap seperti apa. Di satu sisi dia merasa bebas karena dia tidak berada di dalam jeratan mertuanya. Namun tidak bisa dipungkiri jika dia masih mencintai Naren.
Vina melirik orang tua Naren yang berekspresi puas. Vina menahan air matanya untuk keluar. Dia sudah berusaha menjadi istri dan menantu yang baik, namun sepertinya itu tidak cukup di mata mereka.
Vina berjalan keluar tanpa memedulikan Naren yang menatapnya dengan tatapan putus asa. Vina tahu jika sejak awal dia tidak pernah pantas bersama Naren. Mereka berdua sangat berbeda dalam hal apa pun.
Vina menjalani beberapa hari dengan lesu. Semuanya terasa sangat berbeda. Selama lima tahun dia menikah, Vina merasa hidupnya benar-benar bahagia. Vina terkejut ketika seseorang mengetuk pintu rumahnya.
Vina membuka pintu rumahnya dan melihat Naren. Siapa pun pasti bisa melihat bagaimana kacaunya Naren. Namun Vina juga sama kacaunya dengan laki-laki itu. Mereka berdua tersakiti dengan perceraian itu.
“Vina, aku benar-benar tidak bisa melupakanmu. Aku masih benar-benar mencintaimu. Apakah kau benar-benar yakin dengan perceraian ini?” tanya Naren putus asa.
Vina tidak bisa menjawab hal itu. Naren mendesah pelan dan mengenggam tangan Vina. “Bagaimana jika kita pergi keluar? Aku mohon, Vina. Aku berjanji jika setelah ini aku tidak akan menganggumu lagi.”
Vina mengangguk pelan. Mereka kemudian segera masuk ke dalam mobil Naren. Tidak ada yang berbicara walaupun mereka ingin. Vina tidak dapat mengungkapkan isi hatinya. Dia hanya tidak bisa. Mobil itu berhenti ketika lampu merah menyala. Vina menatap beberapa kendaraan yang berlalu lalang. Naren kembali menjalankan mobilnya ketika lampu hijau menyala. Vina hendak membuka mulutnya namun tiba-tiba sebuah kejadian tidak diinginkan terjadi.
Sebuah truk menghantam mobil mereka dari arah kiri. Vina yang duduk di sebelah kiri langsung terbentur dan kaca mobil itu pecah. Vina tidak bisa merasakan apa pun. Benturan ini membuat tubuhnya terluka sangat parah. Naren yang masih setengah sadar langsung menatap Vina dengan panik. “Vina! Vina! Sadarlah! Aku akan menelepon rumah sakit!” pekiknya panik tanpa memedulikan tangan dan kakinya yang juga terluka parah.
Vina menatap Naren dengan lemas dan menggeleng. “A-aku tidak b-bisa.”
Naren membulatkan matanya dan ia meneteskan air matanya. “Ini semua adalah keslahanku! Sial! Kenapa mereka tidak menjawab?!”
“J-jangan salahkan dirimu,” ucap Vina dan pandangannya menggelap. Naren meletakkan tangannya di leher Vina dan wajahnya memucat. Vina sudah tidak ada.