+ Add to Library
+ Add to Library

C3 Bagian 3

Theo dan Marlie mulai mengunjungi beberapa pedagang tanpa memedulikan beberapa orang yang memandangi mereka. Theo tidak pernah melepas tangan Vestele sehingga perempuan itu hanya mengikuti mereka ke mana pun mereka pergi.

“Hei, apakah kalian tidak risih dengan tatapan mereka yang seperti itu? Apakah kalian tidak berniat menyembunyikan sayap mereka?” tanya Vestele. Peri memang tidak bisa menyembunyikan sayap mereka namun mereka bisa memecahnya dan pecahan sayap itu akan mengitari para peri.

Theo menggeleng. “Memecah sayap kita malah membuat mereka semakin tertarik dengan kita, Vestele. Sayap kita akan mengeluarkan cahaya dan mungkin saja mereka akan menyentuh pecahan sayap kita.”

“Benar. Lagi pula kenapa kau malah fokus dengan tatapan mereka? Bukankah kita di sini untuk menikmati festival ini? Ayolah, jangan pedulikan mereka. Kau masih muda dan kau harus menikmati semua ini,” ucap Marlie.

Vestele mendesah dan membenarkan kata-kata Marlie di dalam hatinya. Mereka kemudian kembali berjalan menuju beberapa pedagang. Vestele berhenti di tempatnya ketika ia melihat sebuah perhiasan yang menarik.

Ia segera menarik tangan Theo dan menatap beberapa perhiasan itu. Matanya tertuju ke sebuah kalung yang memiliki liontin berwarna biru. Vestele segera mengambil kalung itu dan mencobanya.

Marlie terbelalak melihat Vestele. “Astaga! Kalung itu sangat cocok untukmu! Apakah kau akan membelinya? Kau bisa menggunakan uang yang diberikan tetua peri!”

“Ah, kalian adalah pelanggan peri pertamaku. Apakah kau menginginkan kalung itu? Aku akan memberikan diskon untukmu! Harganya hanya seratus rosmine saja.”

Marlie dengan tergesa-gesa segera mengeluarkan uang yang ada di kantongnya dan memberikan itu kepada pedagang. Vestele menatap berlian kecil berwarna biru itu. Dia tahu jika harga kalung ini mencapai lima ratus rosmine.

“Ayo kita membeli makanan! Aku harap para manusia itu sudah menemukan makanan baru yang enak,” ucap Theo. Vestele terkekeh mendengar hal itu. Theo sangat suka memakan makanan manusia walaupun dia bisa hidup tanpa itu.

Mereka tiba di sebuah kedai makanan dan mereka segera masuk ke dalam. Theo memesan beberapa makanan yang tidak Vestele tahu. Beberapa saat kemudian makanan-makanan itu tiba.

“Kau beruntung karena walaupun kita tidak membutuhkan makanan, kita tetap memiliki sistem pencernaan. Jika kita tidak memiliki sistem pencernaan, kau tidak akan bisa menikmati makanan ini,” ucap Vestele.

Theo mengangguk pelan. “Aku rasa beberapa makhluk supernatural lain juga akan berkumpul di festival ini. Omong-omong, apakah kalian tahu tentang penyusutan populasi kaum peri? Apakah kalian tidak berniat menikah?”

“Membayangkannya saja sudah malas. Aku tahu jika kehamilan peri sangatlah mudah dibanding dengan makhluk lain, namun tetap saja aku malas. Aku tidak bisa membayangkan bangun di tengah malam hanya karena seorang bayi,” jawab Marlie.

Vestele mendesah. “Aku memiliki kenangan buruk tentang pernikahan dan aku pikir aku tidak siap untuk menikah lagi. Mungkin aku akan siap ketika aku berusia lima ratus tahun atau bahkan lebih.”

“Itu waktu yang sangat lama. Kami berdua meninggal di usia remaja jadi kami tidak tahu apa pun tentang pernikahan. Aku ingin bertanya satu hal, Vestele. Jika mantan suamimu juga terlahir kembali, apakah kau mau menikah dengannya lagi?” tanya Theo penasaran.

“Kalian tahu jika aku masih sangat mencintainya. Bahkan setelah empat puluh tahun aku hidup di sini, cintaku tidak pernah hilang. Jika dia terlahir kembali, tentu saja aku mau menikah dengannya. Dia adalah laki-laki yang baik,” jawab Vestele dengan nada sendu.

Marlie menghembuskan napasnya. “Pastikan saja jika kau tidak memiliki mertua yang sama dengan kehidupanmu dulu. Aku paling tidak suka ketika orang lain mencoba untuk mencampuri urusan rumah tangga seseorang.”

“Benar! Jika kau menikah, aku dan Marlie akan memeriksa calon mertuamu itu dan memastikan kau tidak akan mendapat pengalaman yang sama seperti dulu. Kami akan memastikan kau mendapat yang terbaik!” Theo mengacungkan jempolnya.

Vestele tertawa terbahak-bahak ketika melihat tingkah Theo. Saudara kembar yang menjadi sahabatnya ini memang sangat pandai memulihkan suasana hatinya. Karena itu juga Vestele tidak pernah menyembunyikan masalahnya kepada mereka.

Vestele meraba kalungnya dan menyadari bahwa kalungnya menghilang. Dengan panik Vestele menoleh ke segala arah. Vestele kemudian berdiri dari tempat duduknya. “Sepertinya kalungku hilang. Aku akan mencarinya terlebih dahulu. Aku akan kembali ke sini.”

Vestele segera menyusuri jalan yang ia lewati dan menajamkan penglihatannya. Vestele benar-benar menyukai kalung itu dan ia tidak ingin mengikhlaskannya begitu saja. Vestele kemudian melihat seorang laki-laki memegang kalungnya.

Dengan cepat ia menghampiri laki-laki itu. “Maaf, tapi bisakah kau memberikan kalung itu kepadaku? Aku baru saja membeli kalung itu dan aku benar-benar menyukainya. Aku akan memberikanmu beberapa rosmine karena kau telah menemukannya.”

Pria berambut hitam itu tersenyum kecil ketika melihat Vestele. “Ah, kau adalah peri, bukan? Baiklah. Kau tidak perlu memberikanku imbalan karena telah menemukan kalung ini. Hanya saja berlian yang di dalamnya benar-benar menarik perhatianku.”

“Terima kasih! Aku benar-benar berterima kasih padamu! Apakah kau menyukai berlian yang ada di kalung ini?” tanya Vestele. Ia menerima kalung itu dan segera memakainya di leher.

“Itu adalah berlian yang biasanya ditemukan di dalam laut. Memang sangat aneh. Omong-omong, bolehkah aku mengetahui namamu, nona peri?” tanya laki-laki itu sambil tersenyum.

Vestele menelan ludahnya. Laki-laki itu sangat tampan. “Vestele Therona. Kau bisa memanggilku Vestele. Jangan memanggilku dengan sebutan nona peri lagi. Aku sudah berusaha keras menyembunyikan sayap di punggungku.”

“Baiklah, aku tidak akan memanggil nona peri lagi. Aku adalah Nevarth Caizana. Kau bisa memanggilku Nevarth. Omong-omong, kenapa kau berusaha keras menyembunyikan sayapmu itu?” tanya Nevarth penasaran.

“Entah mengapa para manusia sangat tertarik dengan peri. Padahal ada banyak sekali makhluk supernatural selain peri. Seorang anak kecil pernah menarik sayapku dan itu terasa sangat sakit,” keluh Vestele.

Nevarth menepuk pundak Vestele. “Aku tidak memiliki sayap jadi aku tidak mengetahui bagaimana rasanya. Bagaimana jika kita duduk terlebih dahulu? Aku yakin kau lelah setelah mencari kalungmu itu.”

Vestele mengangguk dan segera duduk di sebuah kursi. Vestele merasa heran kenapa ia dengan mudahnya percaya dengan Nevarth. Bisa saja laki-laki itu membenci peri dan mencoba membunuhnya. Namun Vestele mempercayai instingnya.

Mereka berdua kemudian berbicara tentang beberapa hal yang tidak penting. Vestele bukanlah orang yang suka membicarakan hal seperti itu. Namun Nevarth benar-benar mampu mengubah kepribadian Nevarth.

“Sepertinya mereka akan menghidupkan kembang api,” ucap Nevarth sambil memperhatikan beberapa masyarakat yang menyiapkan kembang api. Vestele terpana melihat mata biru Nevarth.

Beberapa saat kemudian kembang api meledak dan menimbulkan cahaya di langit. Nevarth menatap kembang api itu sambil tersenyum. Vestele tidak mampu melepaskan pandangannya dari Nevarth.

“Sebenarnya apa yang membuatku benar-benar tertarik dengannya? Aku sudah bertemu dengan ribuan laki-laki tampan dan tidak ada hal istimewa tentang mereka. Tapi kenapa aku merasakan hal yang berbeda dengannya?”

Vestele menelan ludahnya dan memberanikan dirinya. Ia menangkup rahang Nevarth dengan tangannya dan kedua bibir itu bersentuhan. Vestele berpikir jika Nevarth akan segera menolak itu, namun dia membalas ciuman Vestele.

Mereka kemudian berhenti dan napas mereka terengah-engah. Mata hijau itu menatap mata biru di depannya. “Hei Nevarth, sepertinya aku menyukaimu.”

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height