+ Add to Library
+ Add to Library

C5 Bagian 5

Dua bulan berlalu berjalan dengan sangat cepat. Vestele kembali dalam kesehariannya dan ia berusaha melupakan Nevarth. Vestele menatap beberapa tumbuhan yang ada di depannya dan menyerap energi mereka.

Entah mengapa akhir-akhir ini Vestele selalu merasa kelaparan. Bahkan ia harus mencari puluhan tanaman untuk memenuhi energinya. Vestele mendesah pelan ketika menyadari bahwa rasa laparnya tidak kunjung hilang.

“Jika kau masih merasa kelaparan seperti itu, lebih baik kau mengunjungi dokter. Mungkin kau memiliki penyakit serius di tubuhmu,” ucap Theo dengan nada khawatir. Wajah Vestele memucat ketika Theo mengatakan itu.

Marlie mendengkus. “Mungkin saja kau hanya kelelahan sehingga kau terus merasa lapar! Namun aku rasa kau memang harus pergi ke dokter. Mungkin saja dokter bisa memberikanmu obat.”

Vestele menenangkan hatinya dan mengangguk. Peri memang bisa sakit namun ia tidak pernah mendengar peri yang terus merasa kelaparan sepertinya. Vestele segera menyiapkan tasnya dan terbang ke wilayah lain.

Musim yang bersahabat membuat Vestele bisa tiba dengan cepat. Ia bisa melihat dua orang peri yang tampaknya juga sedang sakit. Vestele kemudian duduk di salah satu kursi. Tak beberapa lama akhirnya Vestele masuk ke dalam ruangan.

Vestele bisa melihat seorang dokter perempuan dan juga perawat laki-laki. Tentu saja mereka berdua adalah seorang peri. Dengan gugup Vestele duduk dan memikirkan apa yang harus dia jelaskan.

“Uh.. akhir-akhir ini aku terus merasa kelaparan dan aku terus mengambil energi tumbuhan. Namun sebanyak apa pun aku mengambilnya rasa laparku ini tidak hilang. Apakah aku terkena penyakit?” tanya Vestele khawatir.

Lynn, sang dokter, berpikir sejenak. “Sepertinya kami harus memeriksamu terlebih dahulu. Bisakah kau tidur di ranjang terlebih dahulu?”

Vestele mengangguk dan segera tidur di ranjang itu. Vestele akui jika pengobatan peri sudah sangat modern karena ingatan mereka pada kehidupan sebelumnya. Namun mereka masih kesulitan membuat alat-alat kedokteran.

Lynn kemudian memeriksa Vestele dan perempuan itu hanya bisa menahan napasnya. Dia belum siap mati di usia empat puluh tahun. Itu adalah usia yang sangat singkat bagi peri. Vestele masih ingin menikmati hidupnya.

“Apakah akhir-akhir ini anda melakukan hubungan seksual?” tanya Lynn. Vestele membulatkan matanya dan segera mengalihkan pandangannya.

“Terakhir kali aku melakukannya adalah dua bulan yang lalu,” jawab Vestele.

“Menurut keluhan anda dan juga setelah memeriksa tubuh anda, saya bisa memastikan jika anda sedang hamil. Namun sepertinya ayahnya bukanlah peri sehingga kau terus merasa lapar. Anda perlu makan makanan yang dibuat oleh manusia. Jika anda hanya mengambil energi tumbuhan maka anda akan terus merasakan hal itu,” ucap Lynn.

Vestele membulatkan matanya ketika mendengar hal itu. Dia segera memegang perutnya yang masih rata. Tanpa sadar air mata Vestele mulai mengalir. Memiliki anak adalah impiannya sejak dulu dan kini takdir mengabulkan permintaannya.

Lynn menatap Vestele dengan khawatir. “Apakah anda ingin tetap melanjutkan kehamilan ini? Anda bisa menjalankan prosedur aborsi jika anda tidak menginginkan janin itu. Kami akan mendukung pilihan anda.”

“Aku akan membiarkannya hidup. Ini adalah impianku sejak kehidupanku yang sebelumnya,” ucap Vestele sambil menghapus air matanya. Dia benar-benar merasa senang. Dia akan menjadi seorang ibu dalam waktu beberapa bulan.

“Baiklah. Anda bisa mengecek kondisi anda secara rutin setiap bulan. Apakah anda tahu apa kaum ayahnya? Saya memerlukan hal itu untuk menjaga kondisi anda tetap sehat.”

Vestele tertegun ketika mendengar hal itu. Peri tidak bisa memiliki anak dengan manusia. Jadi sudah sangat jelas jika Nevarth bukanlah manusia. Namun mengapa Vestele tidak dapat merasakan aura makhluk supernatural darinya?

“Ah, sayang sekali aku tidak mengetahuinya. Saat bertemu dengannya aku tidak bisa merasakan auranya sehingga aku mengira dia hanyalah manusia. Aku akan mencarinya dan memberitahunya padamu,” jawab Vestele.

Lynn mengangguk. “Baiklah. Anda tidak membutuhkan obat apa pun. Namun ada baiknya jika anda mencari tahu kaum ayahnya. Perkawinan beda kaum memiliki resiko tinggi bagi para peri.”

Vestele mengangguk. Ia kemudian membayar Lynn dan segera keluar dari sana. Vestele terus memegang perutnya dan mulai membayangkan wajah anaknya. Ia juga mulai memikirkan nama untuk sang janin.

Vestele pergi ke pemukiman manusia dan segera membeli beberapa makanan. Ia kemudian segera menghabiskan makanan itu. Rasa lapar yang terus dirasakan oleh Vestele akhirnya menghilang.

“Jika saja aku tahu keberadaanmu lebih cepat, mungkin aku tidak perlu merasa kelaparan selama sebulan penuh. Namun bukan berarti aku tidak menyukai keberadaanmu! Aku berterima kasih karena kau sudah mau hadir di dalam hidupku.”

Vestele mengelus perutnya yang masih rata dan tersenyum. Hatinya terasa hangat ketika membayangkan suara tangisan bayi yang akan memenuhi rumahnya. Ini adalah sebuah mimpi kosong yang menjadi nyata.

Vestele kembali mengingat kehidupan sebelumnya.

***

Vina menundukkan kepalanya ketika ayah dan ibu Naren terus menanyakan tentang kehamilannya. Mereka sudah menikah selama tiga tahun dan masih belum dikaruniai momongan. Vina merasa putus asa.

Naren menyadari kesedihan Vina dan segera memeluk perempuan itu. “Jangan pikirkan kata-kata ayah dan ibu. Pernikahan bukan hanya untuk memiliki anak. Masih banyak hal di dalam pernikahan yang bisa kita jalani.”

“Tapi aku juga menginginkan anak, Naren! Semua orang terus menanyakan kapan kita akan memiliki anak. Aku juga ingin memiliki anak! Aku ingin menjadi orang tua! Tapi kenapa aku tidak bisa hamil?” tanya Vina frustasi.

“Bisa saja aku yang memiliki masalah, Vina. Aku akan berbicara dengan ayah dan ibu. Aku tidak suka jika mereka terus menanyakan hal tidak penting seperti itu padamu. Aku tidak peduli jika kita memiliki anak atau tidak,” jawab Naren.

Air mata Vina mengalir. “Bagaimana jika kita pergi ke dokter? Aku ingin memastikan kenapa aku tidak bisa hamil. Mungkin saja kita bisa meminta bantuan dokter untuk memiliki anak, bukan?”

Narendra mengangguk dan mengecup kepala Vina. “Baiklah. Ayo kita pergi ke dokter besok. Aku yakin kita pasti bisa memiliki anak. Namun aku sendiri tidak masalah jika kita tidak memiliki anak.”

Keesokan harinya mereka berdua segera pergi ke dokter. Vina dengan gelisah menunggu hasil sedangkan Naren terus menenangkan Vina. Vina merasa ada sesuatu buruk yang akan terjadi tapi ia terus menepis perasaan itu.

Dokter kemudian datang dengan beberapa hasil lab. “Untuk pak Naren tidak ada masalah apa-apa. Namun bu Vina memiliki kemungkinan terkena PCOS. Syndrome ini membuat perempuan sulit untuk hamil.”

Vina terdiam ketika dokter mengatakan hal itu. Pemeriksaan yang dilakukan selama berjam-jam itu mendapatkan hasil yang buruk. Naren menyadari eskpresi Vina dan segera mengajaknya keluar dari ruangan.

Tangis Vina pecah ketika mereka sudah keluar ruangan. Ia tidak pernah menyangka bahwa dia akan kesulitan memiliki anak. Tentu saja dia tahu tentang syndrome itu. Namun dia tidak mengira bahwa dia akan menderita syndrome itu.

“Hei, bukankah sudah aku katakan jika aku tidak peduli apakah kita memiliki anak atau tidak? Jika kau masih ingin memiliki anak, kita bisa mendapat pengobatan. Kita juga bisa mencari second opinion jika kau ingin,” ucap Naren.

Vina hanya bisa memeluk suaminya itu. Dunia hancur dalam waktu kurang dari satu jam. Vina benar-benar hancur dan ia tidak tahu apakah dia bisa melanjutkan pernikahan ini. Semuanya benar-benar terasa berat.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height