+ Add to Library
+ Add to Library

C4 4

Pernikahan Cello dan Cia sudah dilaksanakan. Sosok Aexio terlihat di pernikahan itu. Ia menjadi saksi bagaimana kebahagiaan terpancar di kedua mata Cello dan Cia.

Sebagai kakak yang baik Aexio juga ikut merasa bahagia. Ia menekan dalam-dalam rasa sakit yang kian terasa menjelang hari pernikahan Cello dan Cia. Menebarkan senyuman yang membuat semua wanita meleleh melihatnya.

Orang yang tahu Aexio tengah berjuang untuk terlihat baik-baik sjaa tak bisa apapun untuk membantu Aexio selain mereka berpura-pura mempercayai sandiwara Aexio. Ya, hanya dengan begitu Aexio akan semakin baik-baik saja.

Sepanjang pesta berlangsung, Aexio memilih untuk sibuk menyambut tamu atau kolega bisnis ayahnya yang datang. Ia tak ingin melihat Aleycia yang sangat cantik hari ini. Aexio pernah membayangkan Aleycia menggunakan gaun pengantin yang indah tapi ia tak pernah membayangkan jika mempelai laki-lakinya bukan dia.

5 tahun lamanya ia bersama Aley tapi nyatanya ia hanya menjaga jodoh adiknya. Tapi tak apa, Aexio sudah melakukan hal yang baik sebagai penjaga Aleycia. Ia tak pernah menodai kesucian Aleycia, anggaplah bahwa ia menjaga itu untuk adiknya yang saat ini sudah resmi jadi suami Aleycia.

"Aexio!" Suara Tiffany mengejutkan Aexio yang tengah berdiri di halaman rumahnya. "Apa yang kau lakukan disini? Aku ingin pamit pulang." Tiffany mendekat ke Aexio.

Aexio sendiri tidak sadar apa yang ia lakukan di taman belakang kediaman orangtuanya. Sepulang dari acara pernikahan Celli dan Cia ia memang langsung pergi ke taman belakang. Tempat yang paling tenang di kediaman Schieneder.

"Kau sudah ingin pulang? Tidak ingin menginap disini?"

"Mom dan Dad ada di apartemenku. Sebenarnya aku ingin menginap disini tapi aku tidak bisa."

"Aku akan mengantarmu pulang."

Tiffany menganggukan kepalanya, "Ya. Ayo."

Aexio dan Tiffany kembali ke dalam mansion. Pamit pada ayah dan ibu Aexio lalu mereka pergi.

"Aku punya firasat buruk tentang kedatangan orangtuaku." Tiffany menceritakan keresahan yang melandanya tiba-tiba.

Aexio melihat ke arah Tiffany, "Jika aku tebak, orangtuamu pasti akan mendesakmu untuk menikah." Aexio sering mendengarkan keluhan Tiffany. Jika orangtua Tiffany datang maka mereka pasti akan membahas masalah pernikahan.

"Ah, aku bisa gila!" Tiffany meremas rambutnya.

Aexio tertawa kecil, sahabatnya pasti akan uring-uringan jika orangtuanya sudah datang ke kediamannya.

"Mungkin kau harus mendengarkan orangtuamu kali ini. Tapi siapa yang akan menikah denganmu? Aku tak melihat kau membawa pasangan tadi." Aexio menggoda Tiffany. Sontak Tiffany melayangkan tangannya, meremas rambut Aexio geram. Tapi reaksi Aexio hanya tertawa puas.

"Aku ingin sekali membunuhmu, Aexi!" Maki Tiffany.

"Jangan, aku masih ingin melihatmu menikah."

Lagi-lagi Tiffany menarik rambut Aexio. Suara tawa Aexio pecah memenuhi mobil.

Tiffany kesal tapi ia bahagia karena Aexio akhirnya tertawa lepas. Ia sudah tidak melihat tawa itu dalam beberapa hari ini.

"Berarti kau tidak akan mati karena aku tidak akan menikah." Tiffany kembali pada posisi duduknya yang rapi.

Aexio mengernyitkan dahinya, "Kau berencana sendirian seumur hidupmu?"

"Ya."

"Aku akan menemanimu kalau begitu." Aexio bersuara pasti.

Tiffany tersenyum namun senyuman itu memudar ketika Aexio kembali melanjutkan kalimatnya.

"Sesekali aku akan menjengukmu di panti jompo bersama dengan istri, anak dan cucuku. Aku akan katakan pada mereka bahwa beginilah contoh orang yang tidak mau menikah. Mereka akan berakhir di panti jompo."

Tiffany ingin mencakar kaca mobil saking sebalnya, "Kau benar-benar tidak setia kawan!"

"Kau butuh pasangan hidup, Tiff. Sahabat memang akan selalu ada tapi yang akan menemani dan berada di sisimu hingga tua hanya pasanganmu." Aexio menasehati Tiffany.

"Kau menasehatiku seakan kau benar saja."

"Aku akan menikah. Itu pasti." Aexio menjawab mantap, "Aku ingin memiliki keluarga yang hangat seperti keluargaku. Memiliki anak yang lucu dan pintar."

"Siapa wanitanya? Kau bahkan tak memiliki seseorang sekarang."

"Aku akan menemukannya."

Tiffany diam. Aexio masih akan mencari. Kenapa Aexio selalu mencari dan tak melihat bahwa ada wanita yang ingin menjadi ibu dari anak-anaknya di dekatnya saat ini. Tiffany meringis, sakit sendiri karena ia selalu tak terlihat sebagai seorang wanita yang pantas dijadikan pasangan oleh Aexio.

Tiffany sudah mencintai Aexio sejak mereka berada di sekolah menengah atas tapi Aexio tidak pernah bisa melihat itu. Aexio selalu menganggap Tiffany sahabatnya, saudara perempuannya, tak pernah lebih dari itu. Tiffany sendiri tidak bisa mengutarakan perasaannya karena ia takut persahabatan mereka akan hancur. Tiffany terjebak dalam friendzone tanpa bisa keluar lagi. Terkadang ia mencoba menutupi perasaanya pada Aexio dengan cara berpacaran dengan beberapa pria.

Mobil Aexio sampai di gedung hunian elit. Setelah memastikan Tiffany masuk ke dalam gedung, Aexio baru meninggalkan kawasan itu.

Aexio tak melalui jalan kembali ke mansion Schieneder, ia lebih memilih untuk pergi ke sebuah bar.

"Vodka, please!" Aexio memesan pada bartender yang sedang meracik minuman di belakang meja. Aexio pencinta tempat hening, jadi ia lebih suka bar khusus untuk minum dari pada club malam.

Satu shot vodka sudah ada di depan Aexio. Pria itu menyesap perlahan minumannya. Telinganya menikmati alunan gesekan merdu yang dimainkan oleh pemain biola di sudut ruangan. Tempat ini memang khusus untuk orang-orang yang penuh dengan banyak kenangan. Bukan hanya orang yang patah hati tapi juga untuk orang-orang yang dimabuk cinta.

Satu gelas habis, Aexio memesan lagi. Ia mengeluarkan ponselnya, menghubungi seseorang untuk menyiapkannya tempat tinggalnya malam ini. Ia memilih untuk menginap di hotel saja, ia tak ingin kembali ke apartemennya ataupun ke kediaman orangtuanya.

Setengah mabuk, Aexio keluar dari bar. Ia menyetir mobilnya dengan kepalanya yang terasa pening. Berkali-kali Aexio menggelengkan kepalanya untuk mengusir pening tersebut, dan untung saja ia sampai dengan selamat.

Aexio masuk ke lift. Menekan tombol lantai teratas. Tubuhnya sudah tak bisa berdiri tegak, ia bersandar di dinding lift sembari menunggu pintu lift kembali terbuka.

Lift terbuka, Aexio berjalan sempoyongan menuju ke kamar tempatnya biasa tidur di hotel yang tak lain kepunyaannya itu.

Ia mengambil acak kartu di dalam dompetnya. Menempelkan beberapa kartu secara bergantian hingga bunyi pintu terbuka terdengar.

Aexio membuka dasi yang ia kenakan. Beralih ke kemeja putihnya dan melemparnya ke sembarang arah. Ia menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang. Tangannya bergerak meraba-raba karena ia merasa ada sesuatu di sebelahnya, ternyata seseorang.

Dalam keadaan mabuk, Aexio membayangkan seseorang di sebelahnya adalah Aleycia. Ia tersenyum, ia mengelus wajah polos di sebelahnya hingga mata wanita itu terbuka.

"Aley, aku mencintaimu." Aexio meracau. Ia menyerang wanita di atas ranjangnya dengan ciuman lembut. Lalu kemudian ganas ketika bayangan tentang pengkhianatan muncul diingatannya secara random.

"Kau milikku, Aley. Kau milikku!" Serunya marah.

Ia membuka pakaian wanita yang ada di sebelahnya. Tak ada perlawanan sama sekali. Wanita di sebelahnya kembali menutup mata.

Aexio menjamah tubuh yang kini tak mengenakan apapun itu. Rasa yang ditimbulkan oleh sentuhan Aexio membuat wanita di bawahnya membuka mata. Suara erangan keluar dari bibir merah muda wanita itu. Membuat Aexio semakin bergairah.

Bercak merah memenuhi dada pualam wanita itu, tangan Aexio tak bisa diam. Terus bergerak menuju ke titik sensitif wanita itu.

Aexio melepaskan celananya, membuang celana dalamnya lalu kembali menjamah wanita tadi. Lidahnya membelai pangkal paha wanita itu, membukanya lalu lidahnya berpindah ke milik wanita itu.

Hawa dingin dari pendingin ruangan tak bisa mendinginkan panas di tubuh Aexio yang sudah terbakar gairah. Begitu juga dengan wanita di bawah Aexio.

Tak bisa menunggu lama lagi, Aexio mengarahkan kejantanannya ke milik wanita itu. Merobek selaput perawan hingga keluar darah dari liang wanita itu.

Jeritan terdengar tapi teredam oleh ciuman panas Aexio. Perlahan, Aexio bergerak, sakit berganti nikmat dan peluh keluar dari pori-pori kulit keduanya.

Aexio mencapai puncaknya, menyemburkan benih ke rahim wanita itu. Ia terjatuh di atas wanita itu, mengumpulkan kembali tenaganya dan kemudian melanjutkan kembali.

Setelah yang kedua, Aexio merebahkan dirinya ke sebelah wanita itu. Terlelap karena lelah setelah mencapai kenikmatan.

Pagi menjelang, suara berisik membuat mata Aexio sedikit terbuka. Ia melihat wanita tengah berpakaian. Wanita itu membelakanginya, dan pergi setelah selesai berpakaian.

♥♥♥♥♥

Ophelia datang ke tempatnya bekerja. Sesuai jadwalnya bekerja, ia masuk siang hari.

"Ophelia, ini untukmu." Seseorang memberikan sebuah bingkisan pada Ophelia.

Ophelia mengerutkan keningnya. Untuk alasan apa rekan kerjanya memberikannya bingkisan itu.

"Ini untuk kebaikan hatimu yang menggantikan aku semalam. Dan ya, karena kau bersedia menggantikanku, aku dapat malam yang luar biasa kemarin." Rekan kerja Ophelia yang berwajah khas timur tengah terlihat sangat bahagia. "Kekasihku melamarku semalam. Kau benar-benar penolongku, Ophelia!"

"Kau tidak perlu memberikanku apapun, Elif. Aku hanya melakukan pekerjaanku." Ophelia menjawab seadanya.

"Sejujurnya aku merasa bersalah padamu. Semalam untuk pertama kalinya kau mau pergi keluar bersama dengan teman-teman lain. Dan aku memintamu untuk menggantikanku." Elif terlihat menyesal, ia meraih tangan Ophelia dan memaksa Ophelia untuk menerima bingkisan itu, "Terimakasih, Ophelia." Elif memeluk Ophelia lalu keluar dari ruang karyawan.

Sejujurnya semalam Ophelia sangat berterimakasih karena Elif memintanya untuk menggantikan pekerjaannya jadi ia punya alasan untuk pergi dari perkumpulan rekan kerjanya yang hanya membahas tentang Anne Roses. Tapi ada hal yang membuatnya menyesal, ia menyesal karena minum beberapa cangkir alkohol. Ia memang berhasil membersihkan kamar yang akan dipakai oleh pemilik hotel tapi ia berakhir tertidur di kamar itu. Dan parahnya ia terjaga tanpa busana dengan bercak merah dimana-mana dan juga sakit di selangkangannya.

Bagaimana jika pemilik hotelnya menyadari tentang semalam?

Tidak.. Ophelia tidak ingin kehilangan pekerjaannya. Ia masih butuh uang untuk membayar sisa hutangnya.

Ophelia merutuki kebodohannya sepanjang perjalanan pulang. Bagaimana bisa ia seceroboh itu? Bagaimana bisa ia dan pemilik hotelnya tidur bersama? Berkali-kali Ophelia meyakinkan bahwa pemilik hotelnya mabuk dan tak akan menyadari apapun tapi tetap saja. Ia tetap takut dipecat.

Ophelia meletakan bingkisan di dalam loker miliknya. Ia mengganti pakaiannya dengan seragam kerja.

"Ophelia, ayo keluar. Pemilik hotel akan meninggalkan hotel. Ini kesempatan langka melihat pemilik hotel ini berkunjung kesini." Rekan kerja Ophelia yang lain mengajak Ophelia keluar.

Ophelia menganggukan kepalanya, "Sebentar lagi aku akan keluar. Kau duluan saja."

"Ah, baiklah." Rekan kerja Ophelia keluar dari ruang pegawai. Ia bersemangat untuk melihat pria yang selalu diperbincangkan oleh seluruh pekerja hotel, dari cleaning service hingga ke direktur hotel.

Ophelia tak ingin bertemu dengan pemilik hotel tapi ia harus memastikan sesuatu. Ia tak bisa terus terbebani akan hal semalam.

Ia keluar dari ruangan, pergi ke lobbg hotel dan berbaris menunggu pemilik hotel keluar dari kamar.

Jantung Ophelia berdebar cemas. Ia ingin pergi sekarang. Harusnya ia bersembunyi saja tadi.

Seorang pria dengan beberapa orang yang berbaris di belakangnya melangkah menuju ke jantung lobby. Pria itu adalah Aexio dan beberapa jajaran petinggi hotel. Aexio nampak berbincang serius.

Semua pegawai hotel menunduk ketika Aexio melewati mereka termasuk Ophelia. Aexio hanya melewati barisan itu dan pergi.

Ophelia nyaris pingsan, wajahnya yang putih jadi memucat.

"Ophelia, kau kenapa?" Gyna mengernyitkan dahinya. "Kau sakit?"

"Ah, tidak." Ophelia menggelengkan kepalanya.

"Ah, aku tahu. Kau pasti pucat karena melihat Pak Aexio, kan?" Gyna menggoda Ophelia, "Akhirnya aku melihat kau sebagai wanita normal yang menyukai pria."

"Kau mabuk." Ophelia menanggapi singkat lalu membalik tubuhnya dan segera bekerja.

Ophelia bisa lega sekarang. Pria itu tidak mengenalinya. Jelas saja, pria itu semalam mabuk berat. Bau alkohol tercium di pakaian Aexio jadi jelas pria itu tak akan sadar.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height