LITTLE MOMMY/C14 Chapter 14
+ Add to Library
LITTLE MOMMY/C14 Chapter 14
+ Add to Library

C14 Chapter 14

I wanna feel the way that we did that summer night (night)

Drunk on a feeling, alone with the stars in the sky.

Aku memutar bola mataku malas saat melihat si norak bernyanyi di hadapanku. Ia tersenyum begitu manis hari ini. Jika boleh jujur, aku suka dengan senyumannya. Senyum itu menjanjikan dan menenangkan.

Walau kau menghapus, menghempas diriku

Semua tak mampu hilangkan cinta yang tlah kuberi.

"Uweeekkk." Aku membuat gaya seolah-olah muntah, saat cowok itu bernyanyi lagi. Seperti suasana hatinya begitu senang hari ini.

Cowok itu mendekat ke arahku, dan mengacak-acak rambutku seperti kebiasannya. Ia mengurai rambutku dan menciumnya. Syukur, ia tidak komen atau bertanya sudah berapa lama aku tidak keramas.

"Wangi," pujinya masih dengan menghirup rambutku.

"Nih, makan." Ia memberiku sebatang coklat, dia tidak pelit. Itu yang aku suka dari dirinya. Sejak berteman bersamanya, ia sering membeliku makanan, dan aku dengan senang hati menerimanya.

Aku membuka bungkusan itu dan mulai makan. Nikmat sekali, aku sampai menutup mataku menikmati coklat batangan tersebut.

"Kamu mau jadi pacarku?" Aku berhenti mengunyah dan memandang cowok itu.

"Aku bahkan nggak ingat nama kamu." Cowok itu mendekat ke arahku, dengan merapatkan tubuhku ke tembok dan mencubit pipiku dengan gemas. Ia sangat gemas padaku seperti aku anak kecil umur lima tahun. Aku memandangnya, ia tersenyum dan mengecup bibirku.

Aku memilih melanjutkan menggigit coklat, cowok itu mencuri menggigit coklat dalam mulutku yang belum sempat kutelan. Huh dasar, padahal jika maka coklat aku tak ingin berbagi dengan yang lain.

"Manis." Cowok itu melepaskan dirinya.

"Serius aku lupa nama kamu," kataku tanpa dosa.

"Panggil Ayden, sayang atau bee. Atau kamu punya nama panggilan kesayangan."

"Kalau ular berbisa?" tanyaku lagi. Cowok itu terkekeh.

"Jangan dong, manis. Aku merasa seperti kobra." Aku tertawa mendengar jawaban polosnya. Atau aku yang polos.

"Oh iya aku punya ini." Bibirku langsung manyun jelek, cowok itu memberiku setangkai bunga mawar merah. Apa ia sedang merayuku? Apa ia seperti seekor kumbang yang mendatangi bunga cantik seperti diriku.

"Aku panggil kamu kumbang."

"Panggil Ayden aja." Cowok itu mengelus pipiku. Kami berdua sudah dekat dan akrab, jadi memang tak ada lagi rasa canggung.

"Okay." Ayden mendekat ke arahku, sambil memeluk diriku dengan sayang. Aku bisa merasakan kenyaman yang ia tunjukan padaku.

"Mau, nggak?" tanyanya lagi dengan lembut. Jika boleh jujur, aku nyaman bersamanya, aku suka berada di sekitarnya. Apa bisa disebut aku jatuh cinta? Karena bicara cinta terlalu dini buatku. Aku tak percaya cinta, karena orang-orang di sekitarku selalu menunjukan kebengisan mereka padaku.

Aku mendongak melihatnya. Ayden masih memelukku, aku suka saat dia memelukku, aku suka saat mencium aroma tubuhnya, aku suka mendengar suaranya ketika berbicara, aku suka mendengar suara tawanya, aku suka melihat senyumannya, aku suka saat ia menciumku, terutama saat ia perhatian padaku. Aku suka semua yang ada pada diri Ayden. Tapi menjalin hubungan aku sendiri tak yakin.

"Mau, nggak?" tanyanya lagi, dengan terus mengecup kepalaku berkali-kali. Aku hanya diam, dengan memakan terus coklat tersebut walau sedikit kesusahan karena pelukannya, Ayden seperti enggan melepaskanku.

"Aku nggak tahu pacaran itu apa." Cowok itu menggeleng.

"Biar ada status, dan tak ada yang bisa ganggu kamu lagi. Ada aku, okay? Kalau ada apa-apa bilang sama aku." Hatiku menghangat, perhatiannya terlihat seperti perhatian orang tua pada anaknya, padahal usianya masih muda. Aku bisa merasakan ketulusan dalam dirinya, aku membalas pelukannya menyandarkan kepalaku di dadanya sambil tersenyum. Semoga dia adalah malaikat yang Tuhan utus untuk menjagaku.

____________________

Ayden mengajak ke rumahnya. Aku senang berada di rumahnya, terasa nyaman.

"Kamu suka nyanyi?" Aku pernah bilang aku suka musik, karena mungkin dengan petikan senar gitar bisa membuat sedihku berkurang atau kesepian yang kurasakan berkurang.

"Nggak suka bangat. Suaraku juga nggak bagus."

"Aku ada gitar di kamar. Ayo kita duduk di balkon." Aku mengikuti Ayden dari belakang. Aku suka rumahnya, nyaman, cantik, luas dan membuatku bahagia berada disini. Dan orang tua Ayden selalu tak pernah ada di rumah.

Ayden membuka pintu bercat putih gading dan membuatku terpan di dalam kamar tersebut. Kamarnya berserakan. Huh, kukira ia orang yang rapi. Di mana baju, di mana selimut, di mana jajanan ringan. Bahkan aku curiga, ini kamar tak pernah disapu selama satu tahun. Tapi aku suka, wanginya Ayden sekali.

"Nyanyi di sini aja." Ayden menurunkan gitar berwarna coklat dan mulai memainkan senar tersebut aku paling suka melijat cowok main gitar, membuatku merasa nyaman dan jatuh cinta. Melihat laki-laki bisa bermain musik adalah salah satu kelemahanku.

Ayden mulai menyanyikan lagu Perfect dari Ed Sheeran.

I found a love for me

Oh darling, just dive right in and follow my lead

Well, I found a girl, beautiful and sweet

Oh, I never knew you were the someone waiting for me

'Cause we were just kids when we fell in love

Not knowing what it was

I will not give you up this time

But darling, just kiss me slow, your heart is all I own

And in your eyes, you're holding mine

Baby, I'm dancing in the dark with you between my arms

Barefoot on the grass, listening to our favourite song

When you said you looked a mess, I whispered underneath my breath

But you heard it, darling, you look perfect tonight.

"Tapi ini bukan malam." Aku memprotes dirinya. Ayden berdiri dan mendekat ke arahku yang duduk di kursi. Laki-laki itu langsung memelukku, aku langsung merasa nyaman dan tersenyum. Akhir-akhir ini aku jarang merasa sedih dan kesepian, karena adalah si norak-dia malaikat bagiku.

"Kamu perfect." Ayden langsung mengangkat tubuhku. Dia suka sekali mengangkat tubuhku, mentang-mentang tubuhku kecil, dan tidak berat.

Ayden menurunkan di atas ranjang, aku tersenyum padanya. Ia juga tersenyum padaku, senyum kali ini terlihat lebih lembut dari biasanya.

"Aku sayang kamu."

"Oh, ya?" Ayden mengangguk. Ia masih mengukung tubuhku, dan menahan bobot tubuhnya sendiri. Ia sering mencium ciuman dariku, jadi aku sudah terbiasa berciuaman dengannya. Kali ini, aku langsung menarik wajahnya dan menenggelamkan wajahku. Bibir kamu bertemu dan kembali menyapa. Kali ini ciumannya terasa sangat lembut tapi sangat menuntun.

Tiba-tiba tanganku terulur untuk mengangkat kaos Ayden yang berwarna ungu hari ini. Ayden mengangkat tangannya dengan menjeda sedikit ciuman kami.

Aku langsung terpana sambil menelan ludahku. Aku suka melihata tubuhnya.

"Badan kamu bagus." Aku memujinya, sambil menjalarkan tanganku ke dada Ayden bahkan turun ke perutnya. Biasanya aku gadis pemalu, tapi kali ini aku tak malu untuk memegang tubuh telanjang Ayden.

"Buka celananya." Aku menatap Ayden. Tapi ia mengode lewat matanya, melihat rambutnya yang berantakan dan bibirnya berserta dada telanjangnya, membuat gairah yang berbeda dari dalam diriku. Aku menginginkan lebih.

Dengan perlahan, aku membuka zipper seragam tersebut secara perlahan. Ayden memakai boxer berwarna hitam. Tapi aku bisa melihat gundukan itu.

"Mau lihat?" Aku memalingkan wajahku. Tiba-tiba Ayden membawa tanganku tepat berada dalam gundukan tersebut, rasanya takut dan penasaran. Jantungku terus berdetak lebih cepat.

Ayden langsung menarik celananya, dan terbebas benda tadi. Aku menahan napasku, belum pernah melihat senjata laki-laki dan sekarang berada di hadapanku.

Aku pandangi wajah tampan Ayden, gila nih.

"Buka baju kamu." Aku menggeleng. Ayden mencium bibirku. Aku bisa merasakan miliknya yang keras menusuk-nusuk perutku. Entah kenapa aku juga penasaran.

Tanpa sadar, aku memeluk belakang Ayden yang telanjang dan mengelusnya. Saat berdua kami memang sangat intim, tapi Ayden tak pernah sampai telanjang, tapi hari ini?

Tanganku turun lagi, menuju bokognya. Bokong Ayden lembut.

"Buka bajunya?" bisik Ayden lembut, entah kenapa aku juga mengangguk. Ayden langsung membuka semua pakaian yang melekat di tubuhku, dan sekarang aku hanya memakai panties berwarna pink. Aku hanya bergerak gelisah, saat Ayden meremas dan mengemut payudaraku. Rasanya begitu menyenangkan. Ternyata, selain melukai diri sendiri, bermain telanjang rasanya lebih nikmat. Besok-besok saat aku merasakan ingin bersenang, lebih baik aku bermain begini saja, karena tak perlu mencelakai diriku sendiri.

Ayden merenggakan kedua pahaku, tangannya masuk ke dalam pantiesku. Rasanya mau meledak. Kenapa rasanya begitu menyenangkan dan dibawa terbang ke awan.

Awalnya hanya mengelus-elus, tapi kemudian tantan Ayden turun sedikit dan mencari milikku yang terasa perih dan becek. Awalnya hanya satu jari, dua jari dan aku tak kuasa dengan semua rasa asing yang aku rasakan.

"Eungh...." Aku mengeluh.

Napasku terdengar berat, pandangan mataku saya dan tak bisa melihat keadaan dengan jelas kecuali berfokus pada rasa nikmat asing yang baru saja kurasakan.

"Enak, kan?" tanya Ayden. Aku mengangguk, aku tidak munafik ini rasanya luar biasa dan aku menginginkan hal ini lebih lama lagi.

"Mau lebih enak?" Aku mengangguk.

"Aku masukin punya aku. Kalau sakit bilang ya, pelan-pelan aja. Sakit awalnya aja, nanti enak." Aku mengangguk, menanti dengan was-was, sambil memegang seprai berwarna biru. Kakiku semakin dilebarkan, Ayden naik ke atas tubuhku. Aku bisa melihat wajah tampannya bertambah berkali lipat saat ia telanjang begini.

"Sakit bilang." Aku menggigit bibirku, menanti dengan gugup. Saat merasakan sesuatu yang keras rasanya aku ingin meledak. Awalnya digesekan dan aku bisa merasa geli. Saat Ayden menekan sedikit, ouh sakitnya tak dapat dilukiskan.

"Sakit?" Aku hanya menggeleng, sakit sebenarnya, tapi aku lebih penasaran bagaimana rasanya saat sudah masuk semuanya. Dengan lembut, Ayden kembali masuk saat beberapa kali gagal dan mungkin juga takut aku kesakitan, saat itu seperti satu barikade baru diterobos. Oh Tuhan, ini disebut apa?

Aku menahan napasku, begitu juga Ayden, saat merasakan sesuatu yang terasa sangat sesak di bawah. Kupu-kupu dalam perutku terus bertebrangan, aku suka perasaan ini.

"Aku gerak, ya. Nanti kalau udah biasa, imbangi." Saat Ayden memompa tubuhnya, suara yang keluar dari tubuhku bukan seperti aku. Terdengar seperti suara kambing kejepit pintu.

Aku memeluk Ayden, bahkan sekarang kakiku bergantung di belakang tubuhnya. Apa bisa aku sebut ini surga dan kenikmatan hakiki? Tahu rasanya enak begini, aku akan melakukan sedari dulu.

Aku akan terus mengajak Ayden untuk bermain seperti ini.

_______________________

Perlu diingat, si Delisha polos parah dia nggak tahu seks bebas itu seperti apa. Bahkan dia nggak tahu, kalau dia udah nggak perawan lagi, bahkan dia having sex bisa jadi hamil tapi Delisha polosnya kebangatan. Gatau having sex dan dia bisa hamil.

Dunia nyata banyak kok yg gatau.

Ini tentang sex edu diambil. Jangan pula ditiru 😆😆.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height