LITTLE MOMMY/C7 Chapter 7
+ Add to Library
LITTLE MOMMY/C7 Chapter 7
+ Add to Library

C7 Chapter 7

"Lishaa ..., Yuhu.." Aku yang sedang membaca buku di bawah ranjang menoleh ke arah pintu saat mendengar suara Meisha. Mau apa dia? Malas melayani, aku tetap melanjutkan membaca cerpen di buku pelajaran bahasa Indonesia. Aku suka membaca, ya memang apalagi yang bisa aku sukai?

"Woi, setan! Dipanggil juga," tegur Meisha gondok, setelah sadar aku tidak menggubrisnya.

"Apa?"

"Besok sekolah?"

"Ya."

"Besok sama aku ke sekolah."

"Kenapa?"

"Ngikut aja, sialan! Bagus ada teman,"

sungut Meisha. Aku meletakan buku pelajaran bersampul biru di atas kasur, sambil merenggangkan tanganku dan memandang Meisha malas. Ah, punya saudara tidak menarik dan tidak seru. Atau aku yang tidak seru? Mungkin, aku tidak pandai dalam memilih teman, karena aku selalu kesepian setiap saat. Bisa makan, tidur, menghirup oksigen gratis dan sekolah, sudah lebih dari cukup buatku.

Aku naik ke atas ranjang, dan memilih untuk tidur. Malas, untuk melayani Meisha.

"Woi, setan!" Meisha menarik selimutku, aku menarik kembali selimut dan menutup diri.

"Anjirrr, Lisha! Bangun, anak setan. Aku tuh mau ngomong." Rambutku ditarik, jika tak ingat dia saudariku sudah kutampar wajah Meisha. Atau kalau tak ingat Mama membela Meisha aku sudah menendanganya jauh, menyusahkan saja.

"Apa!" tanyaku dengan nada tak senang dan duduk di atas ranjang. Meisha melihat ke arahku.

"Besok ke sekolah sama aku, nanti aku traktir, tapi jangan kabur ke mana-mana."

"Emang kenapa?"

"Nurut aja, sialan!" Aku mengepalkan tanganku, dia yang memaksa dan dia yang emosi sendiri. Saudara gila! Semua orang di rumah ini memang gila, tak ada satupun yang beres. Mereka menganggapku sampah, aku tak kasat mata di hadapan mereka. Aku menekan rasa sakit di dadaku, sesak sekali. Kenapa harus seperti ini?

"Bye, jalang! Tidur yang nyeyak biar kuat ngangkang besok."

Setelah mengeluarkan kata laknat itu, Meisha langsung keluar dan membanting pintu dengan kasar, aku yang tadi sedikit mengantuk dan langsung merasa segar sekarang. Aku bangun dan memeluk kakiku sendiri. Aku hanya anak kecil dan masih di bawah umur, tapi mereka menganggapku sudah besar dan sangat siap dengan segala komen jelek mereka padaku, tanpa mereka ketahui diriku hancur, hatiku hancur.

Aku menenggelamkan kepalaku di kaki, sambil memeluk diri sendiri. Harusnya di usia seperti ini, aku mendapat kasih sayang yang berlimpah atau pusing hanya masalah PR di sekolah, bukan mendapat cacian setiap saat dari orang-orang di rumah ini, bahkan di sekolah. Aku juga tak terlalu suka dengan guru-guru di sekolah, apalagi guru laki-laki, bukan ingin menjelekkan tapi aku tahu, guru laki-laki yang sudah tua juga menatapku penuh minat. Dan aku benci dengan kecantikan ini.

Aku pun, akhirnya membuka pintu penghubung balkon dan duduk disana, sambil memeluk diriku dan merasakan dinginnya udara menusuk hingga ke tulang.

Ponselku bergetar dan aku langsung mengambilnya di saku, pasti dari operator yang memberitahu pulsaku habis, atau masa aktif sudah habis.

+6283184780006

Hi, Maniez!

Jalan-jalan ke Kota Medan

Jangan lupa singgah di Rawa-rawa

Hatiku mengatakan kangen

Tapi kau jauh di sana

Sorry typing jamet.

Aku langsung merinding membaca pesan itu, siapa manusia kurang kerjaan seperti ini? Mana gombalannya bikin muntah. Aku langsung mual membaca pesan itu, ewhhhh....

Aku langsung menutup layar ponsel dan meletakan di lantai. Ponsel ini adalah ponsel pemberian Oma saat berumur 14 tahun. Kata Oma, anak-anak Bill Gates diberi ponsel umur 14 tahun walau mereka orang kaya. Oma adalah, segalanya bagiku. Beliau suka bercerita segala hal tentang kehidupan membuatku tetap bertahan demi Oma, Oma adalah wanita strong yang pernah kutemui.

Ah, jadi rindu Oma. Jika berlibur, aku bisa pulang. Walau Oma lebih suka aku bersama orang tuaku, karena Oma tak tahu apa yang terjadi dan aku memang tak perlu menceritakan kejadian jelek yang orang tuaku lakukan padaku, biar Tuhan yang membuka mata mereka suatu hari nanti, aku layak diperhitungkan bukan hanya Kak Geisha atau Meisha.

Ponselku meraung lagi. Aish siapa lagi?

+6283184780006

Aku Bee 🐝🐝🐝🐝

"Bee norak," gumanku tanpa sadar tersenyum. Dia norak, tapi bisa membuatku tertawa. Tiba-tiba aku teringat ciuman itu, tanpa sadar aku meraba bibirku. Bisa-bisanya aku yang polos, mencium orang lain? Tapi, bukankah si norak itu yang menciumku? Tapi, berciuman tidak terlalu buruk bagiku. Rasanya membuat banyak kupu-kupu bertebrangan dari perutku, saat napas hangatnya menerpa kulitku, saat lidahnya yang panas bertaut dengan lidahku, saat bibirnya menyecap bibir di segala sudut. Aku menutup mataku sambil menggigit bibir. Apakah aku menginginkan ciuman lagi? Tidak! Aku harus menjauhi cowok itu.

+6283184780006

Hey, bee here 🍯🍯🍯🍯🍯

DelishaMara: Ck! Norak.

Aku membalas pesannya. Dia memang norak.

+6283184380006

Kenapa nama kamu marah begitu maniez.

DelishaMara: Jangan ganggu aku!

Aku langsung membalas dengan cepat, agar ia tahu aku tak suka ia mengirim pesan atau meganggu hidupku. Sebenarnya dia sopan, tapi juga norak. Tapi, aku memang tak ingin berteman dengan siapapun.

+6283184780006

Jumpa besok, maniez. Can't wait to see ya.

Aku menggeleng dan masuk lagi ke kamar. Aku membuka lenganku dan melihat bekas luka di lengan yang belum sembuh, kali ini hatiku masih sedikit baik, jadi aku tak perlu menambah koleksi baru. Aku menciumi luka-luka itu dan menutupnya.

_______________

Tinggiku dan tinggi Meisha sebenarnya sama saja. Aku tak begitu tinggi seperti pertumbuhan Kak Geisha. Jadi, jika Meisha mengandengku orang akan mengira kami sepantaran.

Dan pagi ini, Meisha seperti kesurupan begitu baik megandeng tanganku di sekolah, dan aku yang merasa risih dengan semuanya. Ada apa dengan Meisha hari ini?

"Pokoknya ikutin aku aja hari ini," tekan Meisha. Aku hanya mencibir dan berjalan duluan, mendahului Meisha. Tapi, ia mencengkram tanganku kuat, membuat darah merembes dari lenganku, kalian tentu tahu bagaimana cara aku bersenang-senang, dan sekarang disentuh seperti, membuat rasa sakit itu muncul. Karena aku tidak dalam kondisi sakit yang lain.

Apa sebenarnya mau orang-orang ini padaku? Kenapa harus aku? Aku bahkan tak pernah berbuat jahat pada siapapun. Kelewat kesal pada Meisha, aku langsung berlari melewati koridor kelas tanpa menghiraukan Meisha yang memaki diriku.

"Woy, Lisha sialan! Eh, si anying belum juga selesai urusan." Biasanya aku capek menangis, tapi sekarang aku ingin menangis sebisanya aku ingin meluapkan semua perasaan ini, yang terasa menyesakkan dada. Aku meremas dadaku, sambil berlari tak tentu arah. Aku benci diriku! Aku benci hidupku!

Sampe merasa mentok, dan sesak napas aku hanya berdiri menghadap tembok usang tersebut dan menangis mengeluarkan semua yang kurasakan. Dosa apa aku di masa lalu, hingga seperti ini? Apa aku pernah jadi Pelakor dalam kehidupan permaisuri dan raja? Tapi bukankah itu terlalu berlebihan?

Aku menghapus air mataku dan memegang tembok sambil bersandar di sana. Ya Tuhan, kenapa hidup begitu berat bagiku? Aku hanyalah anak kecil, yang tak layak mendapat perlukan seperti ini dari orang-orang. Aku terduduk dan menelungkupkan kepalaku, menangis lebih keras. Aku benci air mata ini terus menetes, tapi air mata selalu turun saat merasa hatiku tidak bahagia. Air mata adalah lambang emosi, tapi aku membenci air mataku sendiri. Hidupku penuh dengan kebencian.

"Kenapa menangis sendirian di sini?" Aku langsung mengangkat wajahku dan melihat cowok yang sering mengangguku. Kenapa dia ada di mana-mana?

"Kamu siapa?" tanyaku pura-pura. Aku ingat orangnya, tapi aku lupa lagi namanya.

"Aku, Bee. Kenapa nangis?" tanya cowok itu lembut, entah kenapa aku bisa merasakan ketulusan dari nadanya. Tapi apa benar ia tulus? Siapa tahu, ia sama seperti laki-laki yang lain, yan hanya mengincar fisikku. Sebenarnya, aku ingin mecelakai diriku, agar menjadi buruk rupa hingga aku bisa melihat siapa orang yang benar-benar tulus dengan hidupku. Lagi-lagi hidup tak pernah adil, dan juga hidup begitu kejam, pada manusia hina dan lemah sepertiku.

"Kenapa menangis, maniez?" Cowok itu menyeka sisa air mataku, aku menepis tanganya sambil membasahi bibirku.

"Kau norak!" Bukannya marah atau tersinggung, cowok itu malah tertawa dan menyugar rambutnya ke belakang. Dia gila fiks! Tapi bukankah, lebih baik berteman dengan orang gila yang tulus daripada yang waras tapi modus semuanya? Tapi, aku tak percaya pada cowok ini.

"Duh makin manis. Mau masukan karung dan kurung di rumah," kata cowok itu geram sambil mencengkram daguku lembut. Aku hanya menatap matanya, matanya kelam. Seperti yang aku bilang sebelumnya, aku tak bisa membaca yang ada dalam matanya.

Cowok itu menggurung diriku dengan kedua tangannya dan mengimpit tubuhku ke tembok. Aku mencium aroma khas cowok yang membuatku hanya mampu menelan ludah kasar.

"Kamu udah sikat gigi?" Aku mengangkat alisku, tak mengerti dengan pertanyaan absurdnya, saat merasakan bibir hangat itu menempel di bibirnya. Aku menghindar, akhirnya bibirnya mencium pipiku. Aku hanya mampu menunduk, tak ingin berurusan dengan orang-orang seperti ini.

"Aku mau masuk kelas." Aku mendorong dadanya. Cowok itu mengangguk, sebelum kakiku melangkah jauh ia menarik tanganku.

"Jangan pulang sama adikmu. Sembunyi dulu, nanti pulang sama aku." Aku langsung menghempaskan tangannya dan berlari ke kelas. Oh, aku bahkan tidak tahu sekarang berada di gedung yang mana, karena saking banyaknya gedung. Akhirnya mencari jalan keluar dan menunu kelasku. Kelas IX.2

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height