Madu Untuk Istriku/C10 Dani Menjauh
+ Add to Library
Madu Untuk Istriku/C10 Dani Menjauh
+ Add to Library

C10 Dani Menjauh

Perasaan Dani begitu bahagia pagi ini. Mengetahui bahwa Reni hamil adalah hal paling membahagiakan untuknya. Setelah 7 tahun menanti, akhirnya hari ini datang juga. Hari di mana ada kehidupan di rahim Reni.

Sikapnya juga sudah kembali manis pada istrinya itu, seakan kemarahan semalam tidak pernah ada. Reni cukup melambung dengan kehangatan Dani.

'Tapi, bagaimana dengan Tari? Apakah harus kulanjutkan hubungan ini atau tidak?' Dani merasa dilema dengan kehidupannya. Jika dia tahu Reni sedang hamil, tak mungkin dia meniduri Tari.

"Argh ...! Entahlah. Jalanin saja."

Dani men-starter motornya dan melajukan ke jalanan. Pikirannya semrawut antara Reni dan Tari. Tak mungkin dia meninggalkan Reni yang sedang mengandung anaknya.

"Mungkin aku harus mengakhiri semuanya dengan Tari. Aku tak mau Reni tahu dan meninggalkanku membawa anakku," gumamnya ketika berada di jalan.

Dani sendiri menyadari bahwa sp*rmanya yang bermasalah, tapi jiwa lelaki yang kadang maruk terhadap wanita seringkali muncul.

Berkali-kali Dani diklakson dari belakang karena tanpa sadar dia melajukan motornya agak ke tengah.

"Ada apa denganku? Kenapa tidak bisa fokus begini?" Dani menghela nafas panjang.

Sesampainya di parkiran, Dani celingukan. Biasanya dia parkir di luar pabrik. Kali ini dia memilih parkir di dalam pabrik, agar tak perlu ketemu Tari.

Dia harus menghindar dari wanita itu. Tari hanya dijadikan pelampiasan keputusasaannya. Dia hanya ingin coba-coba apakah dia bisa punya anak atau tidak.

"Aman." Dani menghela nafas lega ketika tidak menemukan sosok Tari di sekitarnya.

Dengan tenang dia melangkahkan kakinya menuju ke dalam pabrik. Meski hatinya tetap saja was-was karena pasti bakalan ketemu sama Tari di dalam sana.

"Mas ...." Pria itu terlonjak kaget ketika tiba-tiba lengan Tari sudah melingkari lengannya. Dia tampak kikuk dan gugup, berusaha melepaskan cengkeraman tangan wanita itu.

"Ish ... kenapa sih, Mas? Aneh gitu." Merasa tidak terlalu dihiraukan, Tari mengerucutkan bibirnya. Padahal kemarin mereka baik-baik saja. Kenapa pagi ini Dani mendadak dingin.

"Malu, ah. Kalau dilihat orang. Nanti pikirannya pada nggak bener lagi." Dani masih saja celingukan, takut ada yang melihat mereka sedekat ini.

"Lha, kan emang kita ada apa-apa, Mas. Gimana, sih?" Tari benar-benar tampak kesal dengan Dani. Bisa-bisanya dia ngomong gitu, setelah beberapa malam yang mereka lewati bersama.

"Ssst! Jangan keras-keras. Jangan ngomongin itu di sini," kata Dani setengah berbisik. Untung saja keadaan pabrik masih sepi.

"Aneh deh kamu, Mas. Biasanya kayak gini juga nggak papa." Tari mengernyitkan dahinya, merasa aneh dengan sikap Dani.

"Tar, maaf. Mungkin untuk sementara ini kita hentikan dulu hubungan kita yang nggak jelas ini." Tangan Dani memegang pundak Tari. Netranya lurus menatap netra wanita itu.

Tari mengguncangkan bahunya agar tangan Dani terlepas dari pundaknya.

"Kamu ngomong apa sih, Mas? Kamu kesambet, ya?" Dongkol? Tentu saja. Itu yang dirasakan wanita itu.

Meski dia juga tahu bahwa hubungannya dengan Dani itu salah, tapi bukankah dia juga sudah menyerahkan tubuhnya untuk pria itu. Kenapa tiba-tiba ingin berhenti begitu saja?

"Please, Tar. Kita hentikan dulu hubungan kita ini."

Tari enggan menghiraukan kata-kata Dani. Dia segera berlalu dari hadapan pria itu. Sakit, tentu itu yang dirasakannya. Tak terasa buliran halus menetes dari sudut matanya.

'Siapa yang tadinya ngedeketin duluan? Sekarang seenaknya saja pengen berhenti. Setelah dia bermain-main dengan tubuhku, kenapa seenaknya saja mengakhiri semua ini?' batin Tari terus mengumpat Dani. Sedang jari-jarinya sibuk mengusap air mata yang turun membasahi pipinya.

Dengan langkah gontai, Tari terus berjalan menuju gudang tempatnya bekerja. Membawa rasa benci dan kecewa pada Dani, kekasih gelapnya.

Dani menyugar rambutnya, matanya menatap punggung Tari yang terlihat lesu, berjalan menjauhinya.

Sejak mengenal wanita itu, tidak bisa dipungkiri hari-hari Dani menjadi lebih berwarna. Jiwa mudanya berontak ingin keluar.

Tapi, saat ini Reni sedang hamil. Tak mungkin dia meninggalkan wanita yang telah setia bersamanya selama tujuh tahun ini. Bukankah hal ini yang membuatnya nekat berselingkuh? Sudah sewajarnya dia menghentikan perselingkuhannya sebelum Reni tahu.

Baik Dani maupun Tari, keduanya merasa canggung. Bagaimanapun mereka satu bagian, mau tidak mau akan terus bertemu.

Dani merasa bersalah ketika harus berpapasan dengan Tari. Sebaliknya, wanita itu begitu kesal dan benci saat melihat Dani. Berkali-kali Dani menghela nafas. Sejenak hatinya merasa bersalah dengan dosa-dosanya.

'Apakah ini waktunya untukku bertaubat?' tanyanya dalam hati.

Dani memang sering berucap ingin bertaubat-melaksanakan kewajiban sebagai muslim- tapi dia tidak bertahan lama taubat yang dia kerjakan.

Satu dua hari hingga seminggu dia tekun beribadah, namun seterusnya dia lupa lagi dengan taubatnya. Dan itu sudah terjadi berkali-kali.

Rekan kerja mereka yang terbiasa melihat keakraban mereka pun, merasa jika keduanya layaknya pasangan kekasih yang sedang marahan.

"Dan!" Joko- teman satu ruangan Dani dan Tari- menyenggol bahu Dani. Dani pun menoleh ke arah Joko.

"Ha ...?"

"Kamu lagi marahan ya, ama Tari?" Saking penasarannya, Joko memberanikan diri menanyakan hal itu. Rasanya atmosfer tempat kerja mereka mendadak kelam dan kelabu.

Di gudang, hanya ada lima orang. Pak Bayu, kepala gudang. Tari dam Tasya bagian mencata barang keluar masuk. Dani dan Joko bagian angkat junjung.

Biasanya Dani dan Tari yang kelihatan akrab mendadak diam-diaman menjadikan tanda tanya tersendiri di hati Joko. Sedang Tasya, sejak tahu bahwa Tari berselingkuh dengan suami temannya menjadikannya sedikit menjauh dari wanita itu.

"Apaan sih, Jok. Emang kenapa aku marahan? Nggak lah." Dani mencoba mengelak. Dia segera menghindar dari pria yang lebih muda darinya itu agar tidak mendapat pertanyaan lanjutan.

Masih belum puas dengan jawaban Dani, Joko segera mengejar Dani yang semakin menjauh darinya.

"Dan! Kamu mau ke mana?"

"Berak, mau ikut?" jawab Dani asal dan berjalan menuju toilet.

Joko yang masih kepo dengan hubungan keduanya, ganti mendekati Tari.

"Neng Cantik ...." Dengan sengaja Joko menaik turunkan sebelah alisnya di hadapan Tari. Bukannya terkesan, Tari malah merasa jijik dengan kelakuan Joko.

"Apaan sih, Mas. Nggak jelas," sewot Tari.

"Sebenarnya kamu sama Dani ada hubungan apa, sih?"

"Kepo banget, sih. Ngapain tanya? Naksir?" Tari lumayan ketus jika berbicara dengan Joko.

Jika sikap memang hampir sama dengan Dani. Suka banget menggodanya, tapi hanya tampang yang membedakan. Meski Dani lebih tua dari Joko, tapi kulit Dani yang putih dan wajahnya yang lumayan tampan menjadikannya terlihat lebih muda dari Joko.

"Naksir boleh, dong. Kan sama-sama sendiri. Nggak salah 'kan?" Sejak awal Joko memang sudah menaruh hati pada Tari. Namun sayang, Tari nampak lebih dekat dengan Dani.

"Ogah, ah!" Tari segera berlalu dari hadapan pria itu, menyisakan sebuah perasaan mengerikan di hati Joko.

Dani dan Tari berpapasan di depan toilet. Namun, tak ada satupun kata yang terucap dari bibir keduanya. Mereka hanya saling melewati tanpa saling menyapa.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height