MILIK GAMA/C3 Gosipin Gama
+ Add to Library
MILIK GAMA/C3 Gosipin Gama
+ Add to Library

C3 Gosipin Gama

Pagi ini sangat cerah, matahari sudah memancarkan sinarnya yang membuat orang-orang merasa lebih bersemangat. Tapi berbeda dengan gadis ini, dia terlihat begitu panik dan berjalan terburu-buru.

Bagaimana tidak, hari ini dia bangun kesiangan dan sudah dipastikan akan terlambat sampai ke tempat kerja. Putri berdoa semoga saja ada keajaiban tuhan yang akan menolongnya.

Sesampainya di sana, Putri langsung mengambil alat kebersihan, gadis itu bahkan memakai seragamnya sambil berjalan.

Pagi ini tugasnya adalah membersihkan kelas belajar untuk mahasiswi kebidanan. Dari jauh, Putri bisa melihat sudah banyak dari mereka yang hadir di sana. Sungguh, Putri merasa kepanikan luar biasa.

"Permisi, saya bersihkan dulu kelasnya," izin gadis itu.

Beberapa orang di sana bergeser, memberikan ruang bagi Putri untuk menyapu lantai dengan gerakan cepat. Tapi Putri bisa mendengar beberapa mahasiswi yang mendumel karena merasa terganggu, mereka bahkan mengatai Putri tak becus dan tak layak bekerja di sini.

Meski merasa sakit hati, Putri mencoba bersabar. Toh ini memang kesalahannya, jadi wajar ia mendapatkan perlakuan seperti itu.

Putri mengambil pengepelnya dan mulai membersihkan lantai, ia berdoa supaya pekerjaanya bisa selesai sebelum dosen pengajar masuk ke kelas.

Namun doa Putri rasanya sulit terkabul, karena salah seorang mahasiswi yang ada di sana dengan sengaja berjalan mondar mandir sambil berselfie ria sehingga lantai kembali kotor. Putri mencoba sabar, ia membersihkan bekas tapak sepatu perempuan yang bernama Rasi itu, hanya saja memang niatnya mengusik Putri, lagi-lagi Rasi sengaja menumpahkan kuah siomay yang berada di dekatnya.

Putri yang kesal menegur perempuan itu, "Jangan begitu dong, Mbak. Lantainya jadi basah terus."

Rasi melotot garang. "Memang tugas kamu 'kan itu? Sadar diri dong!" semburnya.

Putri meremas gagang pengepel dengan jengkel, entah apa salah dirinya sehingga Rasi memperlakukannya seperti itu.

"Ada apa ini?" Suara dari arah pintu membuat semua orang menoleh, termasuk juga Putri.

Tubuh gadis itu menegang, matanya melotot tak percaya. Jangan bilang bahwa pagi ini ia akan berurusan lagi dengan dosen killer itu.

"Pagi, Pak!" sapa semua mahasiswa.

Gama diam, matanya menusuk tajam pada gadis yang memegang pengepel itu.

"Ada apa ini?" ulangnya.

Rasi maju mendekat, dia melirik Putri sekilas. "Maaf pak, saya tak sengaja menumpahkan kuah somay ke lantai, tapi Mbak Putri langsung marah dan mengatai saya mengganggu pekerjaannya, padahal kami sudah berada di sini lebih dari setengah jam barulah Mbak Putri datang," papar gadis itu dengan mimik sedih.

Putri terperangah dengan akting perempuan itu, padahal kejadian sangat jauh dari yang dibicarakannya.

"Kamu terlambat?" Suara pria itu menyentak kesadaran Putri.

Gadis itu menunduk dalam, sudah pastilah dia mendapat hukuman lebih berat lagi kali ini.

"Jawab!" ucap Gama garang.

"Ma ... maaf ...," cicit gadis itu takut.

"Keluar!" usir pria itu.

Putri mendongak, lalu menggeleng panik. "Jangan pecat saya, Pak," mohonnya.

Gama diam, tapi matanya tetap menyorot tajam. Putri yang melihat itu langsung lunglai, di angkatnya alat kebersihan yang tadi dibawanya.

"Saya permisi," ucapnya ketika melewati Gama.

Putri terkejut ketika mendengar suara Gama yang lebih seperti menggeram tertahan. "Temui saya di jam istirahat!" perintahnya.

Putri mengangguk pasrah, entah alasan apa pria itu berkata seperti itu, semoga saja Gama berubah pikiran dan tak akan memecat dirinya.

Bagaimana Putri tak cemas, Gama itu bukan dosen biasa. Dia adalah anak dari pemilik universitas ini, itu sebabnya meski bukan dosen tetap yang memiliki jadwal padat setiap hari di sini, Gama masih bisa menempati satu unit kamar khusus dosen di sini, bahkan kamarnya istimewa sendiri.

Sambil menunggu jam istirahat tiba, Putri berjalan menuju pantry, ia berniat membuat minuman sebagai permintaan maaf untuk teman-temannya karena keterlambatannya yang sedikit banyak akan berdampak pada semakin ketatnya pengawasan terhadap mereka.

Putri membawa minuman itu menuju tempat mereka biasa berkumpul.

"Hai, semua," sapa gadis itu ramah.

"Hai, Put, kamu bermasalah lagi?" tanya Dody, salah satu security di sini.

Gadis itu cemberut. "Kok gosipnya cepet banget nyebar sih?" keluhnya.

"Ya jelas! Kamu bermasalahnya sama Dokter Gama gitu loh," celetuk Irma, teman Putri sesama CS.

"Dia galak parah," sungut Putri. "Masa perempuan tega di bentak!" adunya.

"Kamu sampai di bentak?" tanya Dody tak percaya.

Putri mengangguk. "Di depan semua mahasiswa," ucapnya masam.

"Kelewatan banget sih," sungut Irma.

"Iya, salah aku juga sebenernya, cuma ya gitu, di tambah-tambahin juga sama ... siapa ya ... Ra ... Ra ...."

"Rasi?" tebak Irma cepat.

"Nah, Iya!" ucap Putri membenarkan. "Aku sampai syok, dia ngarang cerita sebaliknya" dengus gadis itu.

"Dia bilang apa?" tanya Dody.

"Katanya aku marah karena dia nggak sengaja numpahin kuah siomay, padahal nggak begitu ceritanya," jelas Putri.

"Dia 'kan memang dari dulu carmuk banget sama Pak Gama, cuma ya gitu, nggak dipeduliin sama doi, padahal gosipnya Rasi pernah nekat nembak Pak Gama loh, naksir beratlah pokonya."

"Masa sih?!" pekik Putri tak percaya. "Senekat itu?" decaknya.

"Yee, itu belum seberapa kali! Pernah juga ada yang ngeliat dia ngerayu Pak Gama di ruang laboratorium, sampai hampir buka baju gitu!" bisik Irma menggebu.

"Eeeuuwww!!" seru Putri kaget. "Terus Pak Gamanya gimana? nyambut banget dong?" tanya Putri antusias.

"Enggak sama sekali! Doi santai aja kaya' lihat ulet keket nemplok di pohon jambu."

"Buset banget! Jangan-jangan Pak Gama melenceng lagi," celetuk Putri.

"Hush ... Dia pernah punya pacar kali," sanggah Dody. "Dokter juga kalau nggak salah."

"Iya bener! Putus karena tuh cewek lebih milih pengusaha beken yang punya rumah sakit tempat mereka koas dulu. Kebayang nggak tuh sakitnya!" timpal Irma.

"Sakit pasti. Kasihan Pak Gama," gumam Putri.

"Ekhm ... Saya suruh kamu menemui saya, 'kan? bukan malah menggosip di sini!"

Putri terlonjak kaget, minuman yang tadi dipegangnya sampai tumpah dan membasahi celananya. Gadis itu meringis karena rasa panas yang menyengat.

"Ceroboh," geram pria itu. Gama menarik putri menuju ruang kesehatan, mengabaikan dua orang yang sedari tadi berdiri kaku di sebelah Putri.

"Sakit, Pak," keluh gadis itu ketika Gama mendudukannya di atas kursi.

"Buka celana kamu!" perintah laki-laki itu.

Putri melotot kaget, kepalanya langsung menggeleng kencang. "Bapak mau apain saya?" tanya gadis itu panik.

Gama berdecak kesal. "Bagaimana luka kamu bisa diobati kalau celana kamu ketat begitu?"

"Tapi ... tapi saya nggak pakai ... anu ... Pak ... maksud saya ...."

Lagi-lagi Gama menggeram kesal. Dia segera membuka tas ranselnya, lalu mengeluarkan celana pendek dari sana. "Pakai punya saya!" perintahnya.

"Tapi pak ...."

"Cepat!"

Putri mengangguk, tangannya terangkat hendak menarik tirai panjang agar menutup jarak antara dia dan Gama. Tapi dosen itu mencegah dan langsung berbalik membelakangi Putri.

"Cepat! Saya nggak akan lihat."

Putri meneguk saliva gugup, bagaimana bisa ia mengganti celana dengan seorang pria berdiri tegap di hadapannya. Meski dia masih memakai pengaman di dalamnya, tapi tetap saja ini terasa canggung.

"Saya hitung sampai tiga! Satu ...."

Gadis itu langsung bergerak cepat melepas jinsnya dengan tergesa, lalu memakai celana pendek milik pria itu yang ternyata sangat besar jika dipakai olehnya.

"Su ... sudah, Pak," beritahunya.

Gama berbalik, menatap dalam ke arah celana yang digunakan gadis itu.

Apa yang salah? Bukankah tadi dia yang meminta Putri untuk memakainya?

Gerakan lambat Gama yang berjalan mendekati Putri membuat gadis itu merinding, pasalnya Gama terlihat seperti seekor singa lapar yang mendapatkan buruannya.

*****

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height