MILIK GAMA/C5 Merayu Gama
+ Add to Library
MILIK GAMA/C5 Merayu Gama
+ Add to Library

C5 Merayu Gama

Pagi-pagi sekali Putri sudah bangun dan bersiap untuk berangkat bekerja. Risa bahkan sampai terheran-heran melihat jam yang masih menunjukkan pukul lima.

Gadis itu bersenandung ria, berharap hari ini semesta akan berpihak padanya. Sungguh Putri masih sangat butuh pekerjaan ini, selain karena ia ingin mengumpulkan uang dengan segera, gadis itu juga sudah merasa nyaman dengan pekerjaan dan teman-temannya di sana. Jadi, pagi ini ia akan berusaha meyakinkan Gama bahwa ia layak untuk dipekerjakan. Semangat Putri!

Sesampainya di sana, suasana masih sangat sepi, bahkan saat masuk tadi, ia harus membangunkan security untuk membukakan gerbang.

Putri segera melihat jadwalnya, ketika sudah mengetahui di mana hari ini ia bertugas, gadis itu langsung meluncur dengan berbagai macam peralatannya. Ia mulai menyapu dan mengepel, mengumpulkan sampah pada tempatnya, tak lupa pula memeriksa kamar mandi.

Satu jam kemudian gadis itu selesai mengerjakan tugas, bibirnya tersenyum lebar dengan hati puas. Selanjutnya ia melangkah menuju pantry, membuat secangkir kopi dan membawanya menuju lantai lima, tempat di mana Gama biasa tinggal.

Hati Putri berdetak lebih cepat, dia sudah bertekad dan berusaha menghilangkan rasa takutnya, tapi tetap saja rasanya masih ada, bahkan semakin meningkat ketika ia kini sudah berada di depan pintu unit dosen itu.

Tok tok tok

Putri mengetuk perlahan. Sambil menunggu pintu terbuka, Putri kembali merapalkan banyak doa.

"Mau apa kamu?"

Putri terlonjak kaget, saking khusyuknya berdoa, ia tak menyadari pintu sudah terbuka, dan kopi yang tadi di bawanya tadi tumpah sedikit mengenai tangannya.

"Aw ... panas," rintih gadis itu.

Gama menggeram, "Ceroboh sekali kamu," hardiknya.

Putri semakin menciut, matanya mulai memanas, rasanya ia ingin sekali menangis.

Gama menarik napas panjang. "Masuk!" perintahnya.

Putri melotot tak percaya, "Nggak usah, Pak, saya ... saya cuma mau nganterin ini buat Bapak." Putri menyodorkan kopi yang tadi dibawanya.

Pria itu tak menggubris, lalu meninggalkan gadis itu di depan pintu.

"Kalau tidak ingin masuk lebih baik kamu pergi," usir pria itu.

Putri merasa serba salah, di satu sisi ia ingin memberikan kopi ini dan meyakinkan Gama, tapi di sisi lain ia juga merasa enggan untuk masuk.

Gadis itu menoleh ke kanan dan kiri, suasana memang masih lumayan sepi. Akhirnya Putri memutuskan masuk ke dalam, meletakkan kopi itu di atas meja bundar yang ada di sana.

"Pak, saya letakin kopinya di meja, ya!" Gadis itu berseru agak keras karena ia tak melihat Gama di sekitar ruangan ini.

Suara gemericik air di kamar mandi memberitahu Putri bahwa pria itu sedang berada di sana.

Putri duduk di kursi sebelah meja itu, dia menunggu dengan gelisah. Kalau tahu begini, ia akan memilih untuk pergi saja tadi. Kenapa pria itu memintanya masuk tapi ia malah pergi entah kemana.

Gama keluar dari kamar mandi, dan hal itu hampir saja membuat Putri berteriak kaget karena pria itu yang hanya mengenakan handuk di pinggangnya.

"Dasar bocah kecil," dengus Gama seraya berkacak pinggang.

"Tolong, Pak, dipakai bajunya," pinta Putri seraya menutup matanya.

Pria itu menyeringai, bukan menuruti Putri, ia malah berjalan mendekati gadis itu. "Bukannya kamu ingin belajar tentang alat reproduksi pria? Mari saya ajarkan, atau ... kamu ingin sekalian praktiknya?" sindir Gama.

"Nggak, Pak, enggak. Saya nggak mau!" ucap gadis itu panik.

Putri mendengar langkah kaki menjauh, dan seketika itu juga napasnya terasa lega.

Gama keluar dari kamarnya hanya dengan celana panjang tanpa baju, hal itu sedikit lebih baik, tapi tetap saja membuat jantung Putri berdetak tidak stabil.

"Obati tangan kamu!" perintah pria itu seraya meletakkan kotak p3k di atas meja.

"Tidak usah, Pak, nanti saya kompres saja," ucap Putri pelan.

"Terserah kamu." Pria itu berjalan menuju kulkas, mengambil minuman dingin dan hendak meneguknya.

"Pak ... jangan minum itu," cegah Putri. "Ini saya ... saya bawakan Bapak kopi," cicitnya.

"Siapa kamu mengatur-ngatur hidup saya?" tanya pria itu sinis.

Gama berjalan mendekat, matanya melirik sekilas segelas kopi yang ada di atas meja. "Kamu campur obat perangsang atau tidak?" tuduh Pria itu.

Mata Putri melotot kaget dengan bibir terbuka saking terperangahnya ia mendengar lontaran kalimat tak senonoh pria itu.

"Jangan terkejut seperti itu, saya hanya mewaspadai trik licik semacam itu," ucapnya santai.

Putri belum pulih dari rasa kagetnya, lidahnya masih kelu untuk membantah tuduhan dari Gama.

"Apa kamu kemari hanya untuk memberi saya kopi ini?" tanya Gama.

Putri menarik napas panjang, lalu memberikan senyum tipis pada pria itu. "Sebenarnya saya ... saya ... mau minta maaf soal kemarin, Pak, dan ... sudi kiranya Bapak untuk tidak memecat saya," ucap gadis itu gugup.

Gama menaikkan sebelah alisnya. "Saya tidak punya wewenang dalam hal itu, kenapa kamu repot-repot?"

"Iya ... tap ... tapi 'kan ... di sini Bapak adalah seseorang yang sangat berpengaruh, jadi ...."

Pria itu tertawa mengejek. "Kamu pikir saya orang yang suka menyalahgunakan sesuatu?"

"Bukan begitu, Pak ... maksud saya ...."

"Sudah jelas, maksud kamu adalah menyogok saya agar tidak memecat kamu karena kamu berpikir saya akan menggunakan status saya sebagai anak pemilik universitas ini untuk mendepak kamu dari sini. Bukankah begitu?" tembak Gama langsung.

"Bapak jangan salah paham, saya tidak bermaksud begitu. Saya ... saya hanya ingin meminta maaf dan berjanji tidak akan berbuat kesalahan lagi, dan saya akan buktikan saya layak bekerja di sini," ujar Putri tegas.

"Tidak ada manusia yang bisa menjamin di masa depan dia tidak akan berbuat kesalahan lagi. Sebab manusia memang tempatnya kesalahan."

Putri terdiam, tak bisa menjawab atau beradu argumen dengan dosen itu.

"Kamu belum dipecat! Jadi silahkan keluar dan kerjakan pekerjaanmu." Gama berjalan menjauh, meninggalkan Putri yang masih membisu di tempatnya.

____

"Hey, sudah pada dengar gosip terbaru belum?" tanya Irma antusias.

Putri yang sedang membereskan peralatan kebersihan tak terlalu menggubris ucapan Irma barusan.

"Kamu, Jun, sudah denger belum?" tanyanya lagi.

"Gosip apa, Mbak?" tanya Junia, teman mereka sesama CS.

"Dosen Gama ... beredar poto mobilnya lagi parkir di Sasimi, klub malam terkenal itu loh!" beritahunya semangat.

Sapu yang di pegang Putri jatuh seketika, pasalnya ia sontak mengingat kejadian tadi malam saat menelpon nomor pria itu dan yang terdengar adalah suara perempuan yang mendesah hebat, serta rintihan yang tak Putri pahami.

Gadis itu bergidik sendiri, jangan-jangan malam itu Putri tengah mengganggu Gama dengan pasangannya yang sedang berbuat entah apa.

Kalau memang gosip itu benar, maka Putri harus lebih berhati-hati. Itu artinya Gama adalah seorang pria hidung belang yang haus akan belaian, dan Putri tak ingin mengambil resiko untuk itu.

****

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height