+ Add to Library
+ Add to Library

C5 5

Kevin tersenyum, diasangat senang Zara menerima cintanya. Ya, padahal Kevin tahu kalau kemungkinan besar Zara teraksa menerimanya. Akan tetapi Kevin tidak peduli, yang penting Zara mau menrima cintanya.

Kevin mengambil ponsel, lalu menelpon teman satu kelasnya bernama Martin. Martin yang kebetulan sedang memegang ponsel pun mengangkat telepon dari Kevin.

Ya, ada apa?

“Gue senang banget, Bro. Akhirnya gue jadian sama orang yang gue suka.”

Wah selamat, semoga langgeng.

“Yoi, Bro.”

Setelah menelpon Martin, ada perasaan yang menganjal dalam diri Kevin. Dia akan menceritakan pada Martin besok.

***

Kevin melangkahkan kaki di kelas. Dia mengedarkan pandangan, cowok berbadan jangkung itu tidak melihat keberadaan Zara. Cowok itu meghela napas panjang. Segera dia masuk ke dalam kelas. Terlihat Martin sudah berada di dalam kelas, sembari memegangi ponsel. Kevin lalu duduk di sebelah Martin, dan menceritakan apa yang menganjal di hatinya.

“Bro, tadi malem kan, gue udah cerita ke lo masalah yang gue jadian sama cewek yang gue suka. Tapi, ada hal yang masih nganjal di hati gue,” ucap Kevin, sembari menatap lurus ke depan. Tatapannya benar-benar kosong.

“Ada apa emang?”

Kevin menghela napas. Akhirnya dia menceritakan semua. Mulai dari Zara menerima cintanya, dan hal yang menganjal dalam dirinya saat mengetahui Zara menyukai cowok lain.

Martin menepuk bahu Kevin pelan. “Semua itu butuh waktu, Bro. Menurut gue kalau dia nerima cinta lo, ya bisa aja dia emang mau buka hati buat lo. Dan gue rasa, cewek itu bukan tipe orang, yang suka memainkan perasaan cowok, kok. Jadi, lo tenang aja.”

Jawaban Martin membuat Kevin sedikit lega. Benar apa yang Martin bilang, Zara bukan tipe perempuan yang mempermainkan perasaan laki-laki. Kevin percaya itu.

“Oke, terima kasih atas jawaban lo, yang udah agak bikin gue tenang.” Kevin tersenyum ke arah Martin. Martin mengangguk.

“Yoi, jadi lo nggak usah mikir yang nggak-nggak.” Martin mengacungkan kedua jempol. Cowok itu kembali menepuk bahu Kevin. Sedikit-sedikit , Martin tahu gelegat perempuan tipe apa, karena dia juga mempunyai adik perempuan. Ya, dia selalu bertanya pada adiknya tentang sikap-sikap perempuan, yang terkadang susah dipahami oleh pria.

Kevin mengangguk kembali. Ternyata dia tidak salah bercerita tentang Zara pada Martin. Tak berselang lama, dosen pun datang dan perkuliahan pun dimulai. Semua yang ada di kelas menyimak mata kuliah yang diampu. Wajah Zara kembali terbayang dalam pikiran Kevin, cowok itu pun tersenyum.

“Eh, lo senyam-senyum aja,” tegur Martin yang mempergoki Kevin sedari tadi senyum-senyum tidak jelas.

Kevin mengalihkan pandangan ke Martin. “Gue baru kepikiran pacar gue.”

Martin menepuk jidatnya sendiri. “Ahelah… lo kayak anak ABG tahu, nggak, sih?” Martin menahan tawa. Cowok tu hanya bisa menggelengkan kepala.

“Ya, namanya juga baru jatuh cintrong,” jawab Kevin, asal. Jari telunjuknya mengarah ke dosen yang tengah mengajar. “Udah, lanjut dengerin dosen.”

Martin mengangguk. “Ada gossip baru, nih, di kelas kita.”

Kevin mengangkat alis, tapi pandangannya tetap kea rah dosen yang tengah memberikan penjelasan. “Apa?”

“Egi jadian sama miss primadona, Bro.”

Kevin mengangguk-angguk. Lebih baik nanti saja dia bertanya siapa yang dimaksud oleh Martin. Saat ini Kevin hanya ingin fokus dengan mata kuliahnya. Walaupun dia sangat kepo dengan yang dimaksud oleh Martin. Toh, Kevin juga bukan tipikal orang yang suka mengurusi hidup orang lain.

Saat istirahat tiba, Kevin sedang makan di kantin bersama Martin. Ingatan Kevin terlintas tentang gosip baru yang sedang hangat-hangatnya di kelas mereka. Apalagi saat melihat Egi yang tengah berjalan dengan wanita cantik berambut terurai. Sepertinya Kevin kenal gadis itu. Pasti itu gadis yang kemarin dimaki oleh Zara, karena memutuskan cowok satu kelas mereka.

"Egi kenapa?" tanya Kevin to the point.

Martin lalu angkat bicara. "Ya dia kan habis jadian sama si Tisa. Cewek cantik di kampus ini."

Kevin mengangkat bahu, lalu menyesap es jeruk sampai habis. Menurutnya Tisa bukan gadis yang baik, dia playgirl. Semua terlihat dari perilakunya. Mana ada gadis yang baik, setelah putus dengan cowok, lalu jadian dengan cowok lain.

"Cewek kayak gitu kesannya murahan, sih, " celetuk Kevin kemudian.

Ucapan Kevin membuat Martin mengangkat alis bingung. "Maksud lo?"

Akhirnya, Kevin menceritakan semuanya. Dari yang dia tahu. Mendengar cerita Kevin, Martin hanya menggelengkan kepala.

"Mungkin bagi perempuan cantik, itu hal biasa, " jawabnya.

Kevin memanyunkan bibir. "Ya, gue rasa gitu. Tapi, bagi gue cewek murahan hanya ada di tempat sampah."

Martin mengangguk setuju. Sebagai seorang cowok, dia juga akan memilih gadis yang sepantasnya. Bukan gadis yang terkesan murahan, seperti apa yang diucapkan oleh Kevin.

"Kita sebagai seorang cowok, biasanya hanya melihat cewek dari segi fisik, " ujar Kevin.

"Ya kebanyakan dari kita emang begitu, dan itu memang tak bisa dipungkiri." Martin mengetuk-ngetukan jarinya di meja.

Pandangan Martin terarah ke sudut kantin, dia melihat Egi bersama Tisa. Mereka terlihat sangat mesra. Martin pun menepuk bahu Kevin, lalu menunjuk ke arah dua sejoli itu.

"Udahlah biarin aja, mereka kan baru dimabuk cinta. Ya, wajar aja." Kevin sangat tidak tertarik dengan pemandangan seperti itu.

Martin mengangguk setuju. "Lihat aja, paling juga beberapa hari juga putus."

Dari ucapan Martin, Kevin mulai menyimpulkan sesuatu. Ya, Tisa memang perempuan playgirl, dan yang pasti matre.

"Cinta itu buta. Ya, biarin aja si Egi diporotin sama tuh cewek." Martin berdiri, disusul Kevin. Setelah dari kantin, Martin menuju kelas sedangkan Kevin menuju kelas Zara yang tak jauh dari kantin.

Kevin melihat Zara yang sedang bersama temannya yang lain pun langsung menghampiri.

"Ra ...."

Zara menoleh ke sumber suara. Gadis itu tersenyum tipis. Kedua teman Zara yang mengetahui dia dihampiri oleh seorang laki-laki pun masuk ke kelas.

"Ada apa?" Zara menengok ke arah kelas.

Kevin menghela napas. "Kamu kenapa kayak ketakutan gitu?"

Zara menggelengkan kepala.

Kevin mengangkat bahu. Cowok itu kembali melihat pemandangan antara Egi dan Tisa yang tengah bermesraan di depan kelas.

"Ra, itu temen kamu Tisa udah jadian aja sama Egi?" Kevin bertanya. Matanya menatap serius Egi dan Tisa.

"Iya, wajar lah, Tisa kan cantik." Zara menjawab apa adanya.

Wajar? Bagi Kevin tidak. Lebih tepatnya menurut Kevin, Tisa perempuan murahan, yang suka mengobral cinta pada laki-laki kaya.

"Teman kamu bukan teman yang baik." Kevin mencoba memperingati Zara supaya tidak terlalu berteman dekat dengan Tisa. Kevin tidak mau Zara ikut terjerumus bila terus-terusan berteman dengan Tisa.

"Kamu ngomong apaan, sih?" Zara menghela napas kasar. Jujur, dia tidak suka dengan pembicaraan Kevin yang tidak mengecap Tisa teman yang tidak baik.

Kevin memegang tangan Zara lembut. "Kamu dengerin aku, deh. Pokoknya aku punya feeling kalau Tisa bukan teman yang baik buat kamu."

Zara memutar kedua bola mata. "Kamu jangan menilai Tisa kayak gitu, deh, Vin. Nggak baik."

Kevin terdiam. Dia heran dengan Zara yang selalu berpikir positif pada Tisa yang menurutnya mempunyai sikap tidak baik.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height