My Beautiful Bride/C1 Anna Frederica
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C1 Anna Frederica
+ Add to Library
The following content is only suitable for user over 18 years old. Please make sure your age meets the requirement.

C1 Anna Frederica

Mata Anna tidak percaya akan apa yang sedang terjadi di hadapannya. Pada awalnya dia berpikir kakek tua itu bercanda, Tiba-tiba saja saat Anna menolak permintaan kakek tua itu, Dia memekik keras terlihat kesakitan. Namun, ternyata dia serius. Kakek tua berambut putih itu terjatuh miring sambil terus memegangi dadanya kesakitan.

Hati Anna mencelos. Dengan ketakutan, dia segera memekik meminta pertolongan. “Bagaimana jika dia yang harus bertanggung jawab?” Tanpa diundang, rasa panik menyusup ke hatinya. Opa Jacob bergerak dengan kaku. Pria tua itu berusaha berbicara tapi sayangnya lidahnya kelu, sehingga Anna tidak bisa mengerti sedikit pun apa yang dia katakan.

Pada awalnya, Anna tidak mengerti mengapa mamanya yang pelit sampai memberikan uang agar dia naik taksi, untuk bertemu kakek tua ini. Tapi, setelah tahu, Anna benar-benar berharap dia tidak datang, karena tiba-tiba Anna sudah bertunangan dengan seorang Ethan Samuel, cucu kakek itu.

Kini Anna menjadi merasa bertanggung jawab. Sebab karena penolakannya tadi, kakek tua ini terkena serangan jantung. Anna dengan panik menemani Opa Jacob ke rumah sakit bersama seorang pria aneh berjas hitam, yang sepertinya adalah pengawal opa itu..

Begitu sampai rumah sakit, opa segera diperiksa oleh petugas kesehatan. Bunyi bising dari alat kesehatan membuat jantung Anna semakin berdebar. Dengan mata yang membulat tak percaya, Anna melihat kakek tua itu ditempeli berbagai alat di badannya. Itu bukan pemandangan yang menyenangkan bahkan mengerikan. Anna tak pernah suka rumah sakit, Anna bahkan dapat dikatakan, membenci rumah sakit. Kini, Anna tak sampai hati melihatnya, tanpa dia sadari, air matanya ikut terjatuh karena panik dan ketakutan.

Dokter mengatakan dari hasil pengecekan awal, kondisi jantung Opa tidak bagus. Dokter menemukan indikasi adanya penyumbatan di jantungnya. Hati Anna kembali mencelos, semua ini pasti karena penolakannya tadi. “Ini semua salahku,” ratapnya dalam hati.

Anna memandang kakek tua itu dengan sedih. Walaupun pria berjas hitam itu mengurus segala sesuatunya di rumah sakit ini dari tadi, tapi ternyata tindakan harus dilakukan dengan tanda tangan dari keluarga, Opa Jacob mengangguk lemah saat mendengarnya.

"Tolong ... telepon cu ... cu Opa," serunya dengan susah payah, dia mengambil handphone dari saku celananya.

Anna menerima telepon opa itu dengan perasaan campur aduk. Menelepon cucunya berarti dia menelepon calon suaminya, tapi pandangan yang memelas dari kakek tua itu, terlalu menyedihkan untuk tidak ditanggapi. Dia menunjuk angka satu di handphonenya dengan lemah. Anna segera menekan nomor itu dan terdengar suara jawabannya dengan suara mengejek.

"Apa lagi kakek tua?" tanya Ethan separuh bercanda. Pria itu baru saja menyelesaikan pekerjaannya, dan hendak pulang. Sepanjang hari ini Ethan sengaja menghindari telepon opanya. Karena dia tahu pasti opanya akan menyuruh dia datang bertemu calon istrinya, sudah dari berminggu-minggu yang lalu, kakek tua itu mengoceh tentang hal ini. Tapi kali ini sebaiknya dia mengangkat teleponnya, agar besok kakek tua itu tak lagi mengganggu.

"Kamu cucunya, kan? Segera kemari kami membutuhkan tanda tanganmu!" Dengan penuh emosi Anna menjawab. Pasti pria ini yang dari tadi ditelepon oleh pria berjas hitam tadi yang selalu gagal. Sangat menyedihkan, ternyata cucunya sendiri tidak peduli kalau kakeknya sedang sakit, Anna seketika merasa kesal. Dia tak sadar suaranya sudah meninggi.

Siapa wanita ini? Pikir Ethan terkejut. "Kamu siapa?" bentaknya kasar. Ethan terkejut mengapa handphone kakeknya bisa dipegang wanita ini. Dia segera berjalan keluar meninggalkan kantornya dengan cepat. Para pegawainya segera menyingkir karena melihat wajah Ethan yang seperti mau makan orang.

"Kakekmu ada di UGD RS Jantung Harapan Kami, segera datang!" jawab Anna sedingin mungkin lalu segera mematikan telepon. Opa Jacob tersenyum lemah saat dia mengembalikan handphone-nya.

"Terima kasih, Anna," ujarnya lirih. Wanita berambut panjang itu tersenyum sedih melihatnya. Opa yang tadi tampak sehat, dalam sekejap tiba-tiba dia terbaring tak berdaya di sini. Perasaan bersalah Anna semakin merajalela. Walau Anna tidak mengerti mengapa. Dalam sekejap, dia tiba-tiba merasa dekat dengan kakek ini.

Ethan terkejut teleponnya dimatikan begitu saja, ini mungkin akal-akalan opanya. “Tidak mungkin dia sakit? Kemarin dia tidak kenapa-kenapa,” pikir Ethan curiga. Tapi perasaannya tetap tidak enak, maka dia segera mengarahkan mobilnya ke rumah sakit itu.

Saat dia sampai di rumah sakit, Daniel, sekretaris opanya langsung memberikan penjelasan akan status opanya. Anna langsung merasakan aura pria itu dan melirik sebentar ke arah Ethan. Gaya pria itu langsung membuat Anna muak. Pria terlihat angkuh dan sombong.

Anna tak mau ambil pusing, dia masih ada disini hanya karena merasa bersalah kepada opa. Memang mungkin seharusnya Anna menolak pertunangannya dengan lebih halus. Tapi itu bukan berarti Anna harus mengurus pria jangkung yang jelek itu. “Mungkin...tidak jelek sih, tapi menyebalkan, ya, dia menyebalkan,” dengus Anna dalam hati.

"Hmm...." Ethan berdeham mendekati kaki tempat tidur Opa Jacob sambil mencoba menatap wajah Anna. Daniel juga sudah menceritakan kalau wanita ini adalah calon istrinya.

Wanita duduk di bangku kecil di samping opanya, di ruang UGD yang sibuk. “Dia pintar sekali berakting, bisa-bisanya dia sampai menangis untuk orang asing?” pikir Ethan dalam hati. Anna sengaja tidak menoleh, dia tersinggung karena dipanggil seperti itu. Anna terus memaksakan dirinya untuk menatap wajah opa yang pucat.

"Ehem!" Ethan kembali mengeraskan suaranya. “Mengapa wanita ini tidak mau menatapnya?” tanyanya dalam hati. Dengan kesal akhirnya Anna segera menatap ke pria yang benar-benar tidak sopan ini dengan kesal.

Wajahnya yang mungil dibingkai dengan rambutnya yang tebal kecoklatan, hidungnya tinggi dengan bibir mungil merah muda, namun yang membuat Ethan terpesona adalah bola matanya yang bulat berwarna coklat muda. Bola mata itu menatapnya dengan tajam. Tanpa sadar Ethan menahan napasnya karena terkejut.

"Ya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Anna memandangnya sinis. Ethan kembali berkonsentrasi, dia tersenyum miring sambil mendekati Anna,

"Saya yang bisa bantu anda bukan kebalikannya!" Bola mata wanita itu membulat kaget karena jawabannya.

"Siapa kamu, kenapa kamu sok sibuk disini!" tanya Ethan lagi. Pria itu melangkah lebih mendekati Anna yang segera mundur menjauhinya. Tubuhnya yang menjulang tinggi itu langsung terasa mendominasi.

"Ethan...kamu sudah datang?" tanya Opa Jacob yang terbangun karena mendengar suara keras Ethan, dia menahan tangan pria itu. Opa berusaha untuk bangkit dari tidur tapi tidak bisa.

"Sudahlah Opa nggak usah bangkit dulu, Opa kenapa sih?" tanya Ethan itu dengan khawatir.

“Opa? Jangan-jangan pria ini bernama Ethan yang Opa Jacob ceritakan tadi?” Anna bertanya-tanya dalam hati. Wanita itu langsung ingin menjauhi mereka berdua, tapi dia malah terperangkap di antara tubuh Ethan, tembok dan tempat tidur opa.

"Ethan, ini calon istrimu, Anna, cantik kan?" seru Opa Jacob tersenyum lemah.

Anna dan Ethan terpaksa saling menatap. Ethan menatap Anna dengan mata menyipit merendahkan sedangkan Anna menatapnya dengan jijik.

"Oh wanita ini yang Opa bangga-banggakan? Wajahnya biasa aja tuh, nggak cantik-cantik amat!" jawab Ethan seakan-akan Anna tidak ada di sana.

Anna mendengus kesal, menanggapi pria itu hanya akan membuang-buang waktunya. Sepertinya keputusannya tadi tepat. “Berada dengannya selama lima menit saja emosiku sudah melonjak drastis apalagi kalau jika aku menikah dengannya?” pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba datang suster berwajah ramah yang memecahkan ketegangan dalam pandangan mereka berdua.

"Permisi, kakek, kita echo dulu ya," seru suster tersenyum. Wanita muda itu mulai membuka kunci tempat tidur Opa Jacob. Anna segera berdiri dan mengikuti ke mana Opa Jacob dibawa. Ethan semakin curiga dengan wanita itu.

"Buat apa anda ikut!" seru Ethan protes mengejar Anna dari belakang, Anna menatapnya dengan kesal, seakan Ethan sangat menggangunya.

"Aku mau lihat apakah Opa akan baik-baik saja, aku nggak percaya sama kamu!" jawabnya lalu meninggalkan Ethan. Pria itu mengepalkan tangannya karena kesal akan ejekan Anna, lalu mengikuti wanita dengan menggerutu..

Dokter tersenyum kepada mereka ketika mereka masuk ruangan lalu mulai memeriksa opa sambil menjelaskan. Ethan mencatat di kepalanya semua prosedur yang akan dilakukan pada opa, sedangkan Anna tidak mengerti sama sekali yang dijelaskan, sekeras mungkin dia mencoba.

"Jadi sebaiknya kita segera melakukan operasi. Pertama kita balon lalu kita akan pasang ring," kata dokter menatap Anna dan Ethan bergantian.

Anna menatap Ethan ingin bertanya, tapi segera mengurungkan niatnya. Pertanyaan itu pasti akan memberikan pria itu amunisi untuk kembali merendahkanya. Jadi wanita itu hanya diam dan pura-pura mengerti.

"Baik kita jadwalkan saja, Dok, secepat mungkin lebih baik," jawab Ethan langsung.

"Baik, tapi karena Opa harus puasa, kita harus cari jadwal yang pas dengan dokter jantung yang ada. Opa akan baik-baik saja, tapi tinggal di rumah sakit dulu ya," ucap dokter tersenyum menenangkan Anna yang masih panik, raut wajahnya mulai tenang tapi Ethan semakin curiga kepada Anna. “Wanita matrealistis ini semakin menempel saja,” pikirnya dalam hati.

"Yuk kita masuk ruangan, Opa?" ajak suster dengan ramah mendorong kembali tempat tidur Opa Jacob.

"Kamu kenapa sih?" tanya Ethan langsung menarik tangan Anna dengan kasar ketika dia kembali mengekor mengikuti kemana tempat tidur opa pergi.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height