My Beautiful Bride/C2 Ethan Samuel
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C2 Ethan Samuel
+ Add to Library

C2 Ethan Samuel

"Apanya yang kenapa?" tanya Anna sambil mencoba melepaskan tangannya, rasa sakit menjalar dari tarikan tangan Ethan yang kuat.

"Kenapa kamu sok peduli!" jawabnya. Bola mata yang hitam pekat menatap Anna dengan marah.

"Aku emang peduli, bukannya sok peduli! Memangnya kamu yang sok sibuk terus sampai tak peduli kakeknya masuk rumah sakit!" Dengan kesal Anna membanting tangannya, melepaskan pegangan tangan Ethan dari lengannya. "Seenaknya saja berani memegangi tanganku," pikirnya sambil berlari mengikuti Opa Jacob masuk ke dalam lift. Entah kenapa semakin Ethan melarangnya melihat Opa Jacob, semakin dia ingin melawan Ethan.

Pria itu mencoba masuk ke dalam lift tapi Anna segera cepat menekan tombol tutup lift. Melihat Ethan yang tertinggal lift memberikan kepuasan tersendiri bagi Anna.

Di kamar perawatan, Opa Jacob sudah lebih tenang, pipinya sudah kembali merah. Anna mulai bernapas lega.

"Maafkan Ethan, dia memang kasar, tapi aslinya dia baik. Kamu mau kan jadi istrinya? Ethan terlalu kesepian, dia hanya butuh teman, dan Opa tahu kamu teman yang paling cocok untuknya." Opa kembali membujuk Anna disegala waktu.

Pria tua itu pantang menyerah, dia tahu waktunya tak banyak, mereka harus segera bersama. Dia sungguh berharap mereka dapat bersatu.

"Opa bicaranya nanti saja ya," Anna mencari alasan untuk menunda, setelah melihat Ethan, dia semakin yakin untuk menolak perjodohan ini, pria tua itu menggeleng.

"Opamu ini kaya, sangat kaya, Anna. Kamu sudah ada dalam warisan Opa, jika kamu menikah dengan Ethan." Opa Jacob menggunakan kartu terakhirnya. Anna mendesah pelan.

"Siapa yang dapat menolak hartaku? Tapi dulu, neneknya Anna juga menolakku walau aku banyak uang. Bisakah Anna tergoda dengan harta warisanku?" tanya Opa dalam hati, menatap Anna dengan penuh harap.

Ketika sampai di depan pintu, Ethan mendengar sebagian pembicaraan Opanya dengan wanita matrealistis itu. Mengapa opanya sampai memohon seperti itu? “Seakan akan aku bujangan lapuk? Aku ini Ethan Daniel, wanita mengantri untuk kencan bersamaku?” dengusnya dalam hati dengan kesal. “Dan yang lebih menyebalkannya, perempuan itu sok jual mahal sekali, sampai ketika saat harus menikah dengannya perlu berpikir, dia itu justru harus bersorak satu kelurahan, karena bisa menikah dengan Ethan Samuel!” sembur Ethan dalam hati, emosinya semakin tersulut. Sekarang wanita itu malah sudah mendengar masalah warisan, pasti wanita itu akan menempel kepadanya seperti lintah. Pria yang jangkung itu masuk dengan bibir terkatup kencang, dia mendelik agar kakeknya itu menghentikan bujukannya.

"Opa sudah masuk jadwal dioperasi, jangan lupa nanti harus puasa. Kamarnya nyaman, kan? Aku harus pulang, nanti jam 10 ada meeting dengan New York," jelasnya mendekati kakeknya sambil melihat jam, sekarang sudah hampir jam 9 malam. Wanita itu juga sibuk melihat handphone-nya

"Ethan…," panggil Opa Jacob dengan suara serak, Ethan mendekat dan menempel pada sisi yang lain tempat tidur opanya.

"Kita ngobrol dulu sebentar," ujarnya menatap cucu laki satu-satunya itu. "Ethan hanya memikirkan pekerjaan. Umurnya sudah 29 tahun ini, sudah sangat layak untuk menikah," pikir opa dengan penuh harap. Dia tersenyum tipis melihat Ethan dan Anna dihadapannya. Dia sedikit berharap ketika melihat pandangan Ethan yang sekilas tertuju pada wanita itu. Wanita itu menepis rambut panjangnya ke belakang. Anna memiliki rambut yang panjang, tergerai indah di sebelah kiri di atas pundaknya sehingga memperlihatkan lehernya yang putih jenjang. Opa tersenyum senang.

Ethan menghela napas agar kembali konsentrasi, menghindari pandangan Anna yang mencela.

"Aku harus melihat berkasnya dulu Opa. nanti nggak keburu pelajari berkas, meeting jadi percuma," jawab Ethan mencari alasan karena sesungguhnya dia tidak mau membicarakan perjodohan ini. Setelah melihat Anna langsung, dia langsung tahu, wanita di hadapannya ini hanya wanita penggoda matrealistis.

"Meeting itu bisa ditunda, ayolah kita dah lama ga ngo,—" Dia terbatuk lagi sebelum menyelesaikan kata-katanya. Wajah opa terlihat lelah namun dia masih memaksakan dirinya untuk berbicara.

"Udahlah, ini sudah malam. Opa istirahat ya?" Ethan menatap opanya sungguh-sungguh, tapi Opa Jacob tidak menggubrisnya. Ethan menatapnya dengan rasa takut dihatinya, pria tua ini hanya satu-satunya keluarga yang dia miliki di dunia ini.

"Opa sungguh berharap kalian akan bahagia, sebahagia yang direncanakan oleh opa-opamu dulu," ucap Opa Jacob sambil menatap mereka berdua, kata-katanya terasa janggal mengambang di udara.

"Opa ngomong apa sih, kaya mau ada apa aja," protes Anna yang merasakan hal yang sama seperti yang Ethan rasakan.

"Ethan, kamu antar Anna pulang, ya? Sudah malam nggak mungkin dia pulang sendirian," pinta Opa Jacob menghiraukan pertanyaan Anna. Pria tua itu menatap langsung kepada cucunya. Ethan menghela napas panjang ingin protes. Tapi entah kenapa pandangan mata kakek tua itu malam ini sungguh membuatnya menjadi iba, dan menurut.

"Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri kok, aku pulang ya Opa!" seru Anna tiba-tiba meraih Opa Jacob dalam pelukannya.

Opa Jacob terkejut atas pelukan Anna, Ethan apalagi. Keluarga mereka adalah keluarga yang kaku, bahkan untuk bersalaman saja jarang.

"Baik, hati-hati sayang," ucap Opa Jacob membalas pelukan wanita muda itu setelah pulih dari keterkejutannya. Anna segera melambaikan tangannya dan berjalan keluar begitu saja dari kamar rawat opa. Dia berjalan cepat, karena tidak mau diantar Ethan.

Tapi Ethan malah kini merasa tersinggung karena Anna seakan tidak sudi diantarnya. Pria itu segera mengejar Anna dengan kaki panjangnya.

"Hei!" teriak Ethan memanggilnya di lorong rumah sakit yang sepi. Suara sepatunya bergaung tiap kali dia melangkah menjauh, tapi Anna tidak mau berhenti, dia malah mempercepat langkahnya, dia tak sudi dipanggil 'hei'.

"Hei, hei! Aku tau kamu mendengarku!" teriak Ethan kesal.

Anna yang menahan amarah berhenti berjalan, gaun kuningnya mengayun ketika dia berputar dan malah menghampiri Ethan sambil memandang tajam seakan mau memakan Ethan. Tanpa Ethan sadari dia berhenti mendekati Anna.

"Kenapa...kenapa kamu yang malah melihatku seperti itu?" tanya Ethan tiba-tiba kehilangan keberaniannya, bingung entah kenapa dia menjadi terintimidasi oleh Anna.

"Eh...eh...jangan seenaknya anda memanggil saya ya!" bentaknya. Ethan tertegun menatap wajah Anna yang mungil marah itu. Wajah itu terlihat lucu. “Cantik seperti boneka tapi kok bisa marah?” pikir Ethan dalam hati.

"Ah...." Hanya itu yang dia bisa ucapkan.

"Dari tadi saya sudah cukup sabar dengan kelakuan Anda ya. Saya itu punya nama. Anda sudah tahu nama saya, tadi kita sudah dikenalkan, kan?" ucap Anna marah, dia sudah cukup sabar menghadapi kelakuan Ethan seharian.

Cih, Ethan Samuel sedang dimarahi, ada apa ini, kenapa dunia seakan-akan terbalik? Tapi herannya lidah Ethan kelu, dia tidak bisa menjawab pertanyaannya. Ethan hanya terbius dengan manik matanya yang berkilat-kilat.

"Nama saya Anna, Anna Federica," ucapnya lagi mengingatkan Ethan seakan Ethan seorang idiot. Pria itu segera menguasai dirinya.

"Anna, mari kita pulang," ujar Ethan lalu menarik tangannya. Anna menurut beberapa langkah tapi segera sadar, dia segera melepaskan genggaman tangannya.

"Eh... mengapa Anda seenaknya menyentuh saya?" teriak Anna keras sengaja sehingga lagi, suster-suster yang ada di konter ikut memperhatikan mereka. “Siapa tahu pria kasar ini bisa diusir duluan,” pikirnya dalam hati.

"Kamu mau pulang, kan, aku antar," Ethan masih mencoba meraihnya, tapi Anna kembali menyingkir menjauhi Ethan yang semakin penasaran, baru kali ini dia merasakan ditolak.

"Nggak perlu, saya bisa pulang sendiri," balasnya. Anna langsung berjalan cepat menuju lift melewati konter suster yang sedang menggosipkan mereka.

"Hei!" panggil Ethan mengulang kesalahannya lagi. Anna segera masuk ke dalam lift.

"Anna, tunggu!" teriak Ethan segera ikut masuk ke dalam lift.

"Tuh, nggak susah, kan, panggil nama orang pakai namanya!" serunya ketus. Ethan menggertakkan giginya separuh menyesal ikut masuk ke dalam lift.

"Aku tak butuh diantar, aku bisa pulang sendiri!" seru Anna tanpa melihat Ethan yang merasa gemas sekali dengan wanita keras kepala ini. Baru kali ini Ethan bertemu dengan seseorang yang sama keras kepalanya dengan dirinya.

Anna terus memandang ke layar yang menunjukkan lantai yang sedang dilewati dengan tidak sabar. Mengapa pria ini terus mengikutinya? “Tadi kesannya dia tak sudi bicara dengannya, mengapa kini dia malah memaksa untuk mengantar aku pulang?” tanya Anna kesal.

"Opa menyuruhku untuk mengantarmu pulang," ucap Ethan seakan menjawab pertanyaan yang ada di kepala Anna. Dengan keras kepala pria itu mencari alasan, sejak kapan dia mendengarkan kakeknya?

"Nggak butuh!" jawab Anna dengan sengit. Ethan malah menjadi semakin tertantang, karena semakin dilarang semakin ingin dia melakukannya.

"Hari sudah malam, kamu nggak mungkin pulang sendiri." Ethan tidak mau kalah. Emosinya kembali tersulut ketika berbicara dengan wanita itu. Namun begitu pintu lift terbuka dan Anna melesat secepat sepatu hak barunya membawanya.

"Anna!" panggil Ethan tapi dia malah berjalan semakin cepat. Pegawai valet yang melihat kedatangan Ethan langsung menyiapkan mobilnya. Ethan berlari mengejarnya dan saat dia terpeleset, Ethan segera mendengus senang. Dia segera meraih tangannya, dan menariknya paksa untuk masuk ke dalam mobil.

Bola mata coklat muda Anna terbelalak kaget. Ada bunyi krek yang nyaring tiba-tiba. Ternyata tanpa Ethan sadari, dia telah merobek gaun kuning Anna. Dress Anna robek, dari bagian ketiak sampai pinggang, dengan malu dia segera memegang gaunnya. Sambil menatap nanar melihat Ethan masuk ke dalam mobil. Andai saja gaunnya tidak robek, Anna bisa segera turun dari mobil saat Ethan memutar menuju kursi pengemudi.

Ethan mendengus sambil memakai sabuk pengaman, melihat Anna tidak turun dari mobilnya membuatnya semakin yakin kalau Anna adalah seorang wanita matrealistis. “Mungkin dia kaget setelah melihat mobil mewahku. Cih semua perempuan memang sama, jika melihat mobil mewah pasti langsung mau ikut,” pikirnya dalam hati sambil langsung menyetir keluar dari rumah sakit.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height