My Beautiful Bride/C4 Tidak Bisa Pulang
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C4 Tidak Bisa Pulang
+ Add to Library

C4 Tidak Bisa Pulang

Hujan yang turun deras sekali, membuat segala rambu jalan tidak jelas dilihat. Setelah sampai di daerah Petukangan, Ethan kebingungan sendiri. Dia menyesal tidak bertanya lengkap kepada Anna tadi. “Tapi, mengapa wanita itu diam saja? pikirnya gusar dalam hati.

Wanita itu malah sibuk memperhatikan air hujan. Akasia itu komplek di mana ya? Setelah lama berputar-putar, Ethan akhirnya menyerah, sepertinya dia memang harus bertanya kepadanya. Ethan teringat pepatah tua yang Opa Jacob sering katakan dulu, malu bertanya sesat di jalan, sepertinya benar, Ethan kini tersesat.

"Hei...hei." Ethan menoleh dan memanggil wanita itu. “Oh pasti dia marah karena dipanggil 'Hei',” pikirnya dalam hati.

"Anna!" Ethan mengulang panggilannya, tapi tetap Anna tidak menanggapi.

"Anna, aku sudah memanggilmu dengan namamu. A—nna, jangan sok nggak dengar deh!" Ethan mulai kesal.

Dia segera meminggirkan mobil, dan mencoba melihatnya. "Aah...pantas dia tak menyahut ternyata dia tertidur! Diriku benar-benar dibuat seperti supir," pikir Ethan kesal, memandangnya yang tidur sangat lelap dalam jasnya yang kebesaran, dia tampak sangat damai, sehingga Ethan tak kuasa untuk membangunkannya.

Akhirnya Ethan memutar balik dan terpaksa membawanya pulang ke rumahnya. Ethan tidak mau menghabiskan waktu lagi berputar-putar tanpa alamat yang jelas. Setelah menggendongnya masuk ke dalam rumah dengan susah payah, Ethan memandang wanita itu mendengkur, tertidur seperti kerbau. Anna bahkan tidak terbangun ketika Ethan meletakkannya di tempat tidurnya. "Ternyata walau dia terlihat mungil dan langsing, dia berat sekali," pikir Ethan mengeluh sambil memegang tubuhnya yang terasa pegal.

Wajah Anna terlihat tenang dengan rambutnya yang terurai di belakang kepalanya. Terdapat beberapa helai rambut yang masuk ke dalam mulutnya. Tanpa Ethan sadari tangannya bergerak untuk menarik rambut itu. Anna bergerak sedikit ketika merasa rambutnya tertarik, dan tersenyum, entah bermimpi apa. Jika dia diam seperti ini, dia terlihat seperti bidadari, tetapi jika dia sudah mulai berbicara, wanita ini dengan mudahnya membuat emosi Ethan memuncak.

Ethan lalu duduk di sebelah Anna sambil menatap wajahnya yang cantik. Walau ada kamar lain di rumahnya, Ethan tidak mau mengangkatnya lagi ke atas, dia sudah lelah dan ini kamarnya, maka Ethan segera merebahkan dirinya di sebelah wanita itu dan jatuh ke alam mimpi, sebenarnya hal ini aneh karena Ethan biasanya sulit untuk jatuh tidur.

Mimpi Ethan selalu sama, dia berjalan di lorong rumahnya, mencari mama yang berjanji akan membacakan buku cerita untuknya. Buku itu baru, Ethan belum pernah membacanya. Tapi mamanya menghilang di rumah yang besar ini. Dengan langkah kecilnya, Ethan menuju kamar mama papanya, tapi wanita cantik itu tidak ada di sana dan Ethan kecil mulai merasa takut.

Dia melangkah menuju kamar di mana mama selalu berada jika dia tidak mau diganggu. Seharusnya Ethan tidak ada di sana. Seharusnya dia tidak perlu membuka pintu itu, tapi kini dia menatap kaki mamanya yang melayang, kepalanya terkulai aneh karena terikat tali di langit-langit rumah.

Ethan kecil menjerit lalu membeku ketakutan, “Mama kenapa?” pekiknya panik, tanpa terasa Ethan kecil pipis di celana. Dia segera berlari menjauh, walau terjatuh dia segera bangun dan terus berlari sampai akhirnya dia terbangun dari mimpinya.

Ethan membenci dirinya yang lemah, karena dia selalu memimpikan kejadian itu, Dia merasa begitu lemah karena tidak bisa mengontrol dirinya, napasnya terengah-engah, dan terasa berat. Dia hampir melempar tangan wanita itu ketika Anna memeluknya, anehnya Ethan seketika merasa aman dan akhirnya bisa kembali tertidur tanpa mimpi.

Anna terbangun dengan puas, sudah lama dia tidak tidur senyaman ini. Matahari masuk dengan indahnya di antara sela-sela tirai putih. “Nyamannya, berada di pelukannya, rasanya ternyata nyaman sekali.” pikirnya dalam hati sambil menghirup aroma maskulin dengan hidungnya.

“Pelukan? Tirai putih?” tanyanya dalam hati dengan panik, dia membuka matanya segera dan menyadari siapa yang dia peluk. “Kenapa bisa ada Ethan di sebelahku? Tangannya yang berat malah ada di atas perutku! Oh Tuhan apa yang terjadi?” tanyanya panik dalam hati. Anna segera keluar dari selimut secepat mungkin tapi dibuat dengan gerakan lembut, agar dia tidak membangunkan Ethan, suara napasnya yang teratur menyatakan kalau dia masih tertidur lelap.

Anna segera memeriksa bajunya, lalu bersyukur karena dia ternyata masih berpakaian, lengkap dengan jas Ethan. Sambil berusaha tidak terdengar, wanita itu segera keluar dari kamar. Dia baru pertama kali melihat rumah yang luas dan megah seperti ini, tapi akhirnya tersadar. “Ini bukan waktunya untuk kagum Anna!” makinya pada dirinya sendiri lalu melarikan diri.

Ethan pagi ini terbangun dengan rasa puas yang tak pernah dia rasakan sejak lama. Baru kali ini dia merasakan nyamannya tertidur di atas tempat tidurnya. Dia duduk lalu menyadari kalau Anna sudah pergi, ada rasa kehilangan aneh di hatinya, namun segera dia tepis. “Dasar wanita tidak tahu diri, sudah ditolong malah kabur,” pikirnya mencoba untuk tetap membenci Anna.

---

Anna memegang telinganya yang habis dijewer oleh mamanya. “Semua karena pria aneh itu, dia seenaknya menarik tanganku sehingga gaun ini sobek,” pikirnya kesal ketika dia sudah sampai di rumah. Mamanya sangat marah ketika mengetahui dia menginap di rumah Ethan, namun segera panik ketika tahu Opa Jacob terkena serangan jantung. Sambil berganti baju, bayangan tangan Ethan yang di atas perutnya dan wajahnya yang tampan pulas tertidur tiba-tiba muncul di benaknya, Anna segera bergidik. ” Astaga Anna kamu membayangkan apa!” keluhnya dalam hati. Namun, baru saja wanita itu selesai berganti baju, Anna mendapat telepon dari rumah sakit, tiba-tiba saja opa kritis.Wanita itu segera berlari kembali menuju rumah sakit.

Ethan juga menerima kabar yang sama ketika sedang menyetir ke arah kantor. Pria itu segera berbalik arah menuju rumah sakit setelah mendapat kabar dari Daniel. Saat dia masuk rumah sakit, hatinya terus terasa tidak enak. firasatnya mengatakan bahwa sebentar lagi akan ada peristiwa yang menyedihkan, tapi Ethan terus membuang pikiran itu jauh-jauh.

Operasi segera dilakukan, dengan resah Ethan mengantar opa ke ruang operasi, hatinya mencelos ketika menyadari bahwa kemungkinan ini adalah saat terakhirnya melihat opanya tersenyum lemah kepadanya.

“Jaga Anna,” ucapnya pelan sebelum masuk ke dalam ruang operasi. Ethan hanya bisa mengangguk panik mendengarnya. “Dasar Opa, bukannya memikirikan dirinya, malah memikirkan wanita tak tahu diri itu,” pikirnya kesal.

Sesaat setelah pintu tertutup, terdengar pekikan panik dari belakang Ethan. "Kenapa ... kenapa bisa begini!" teriak panik Anna di belakangnya, Ethan menoleh dan terkejut karena bagaimana bisa dia ada di rumah sakit?

"Kenapa kamu ada di sini?" tanya Ethan marah tanpa sebab.

"Aku di telepon!" Mata Anna yang kecoklatan membesar semakin memancing amarah Ethan.

"Kamu ... memangnya siapa kamu sampai kamu yang ditelepon!" Ethan baru menyadari bahwa seharusnya dia yang ditelepon pihak rumah sakit bukannya Anna.

"Kemarin kan Opa masuk bersama aku, jadi nomor teleponku yang tercatat." Anna terlihat kesal, dia ikut berdiri di depan pintu operasi.

Hari ini Anna terlihat lebih segar daripada kemarin, mungkin karena wajahnya yang bebas make-up dan hanya mengenakan jeans dan lagi-lagi kaus oblong berwarna kuning muda. Rambutnya diikat jadi satu di belakang. Ethan menatapnya dengan perasaan campur aduk.

"Kalau mau tetap di sini jangan berisik!" ucap Ethan lalu duduk di kursi tunggu.

"Tapi kenapa bisa begini, kemarin Opa baik-baik saja saat kita pulang? Kenapa tiba-tiba kondisi Opa jadi memburuk begini?" Anna kembali bertanya, wanita itu tidak bisa berhenti bertanya, Ethan mulai merasa pusing dengan suaranya yang terus bertanya.

"Berisik!" tukasnya kesal. Dia berbalik menatap Ethan dengan kesal, lalu tiba-tiba duduk di sebelahnya, sambil menatap lampu ruang operasi. Ethan memandangnya ingin bertanya.

"Kenapa?" tanya Anna risih merasa di perhatikan.

"Kenapa tadi pagi kamu pergi begitu saja?" tanya Ethan tanpa melihatnya, tapi hening tak ada jawaban. Ternyata tanpa dia sadari Anna sudah pindah duduk di hadapannya wajahnya merah padam karena malu.

“Bodoh sekali baru merasa malu sekarang,” pikir Ethan dalam hati sambil mendengus geli. Setelah beberapa lama yang menegangkan, dokter akhirnya keluar dan mereka segera menghampirinya.

"Bagaimana, Dok?" tanya Anna segera berdiri mendekati kami juga.

"Prosedurnya berjalan lancar, ringnya sudah terpasang dengan baik, kini kita hanya tinggal menunggu Opa siuman, ya?" ucapnya tersenyum lalu segera kembali masuk ke ruang bedah.

Hati mereka langsung terasa lega. Tanpa sadar mereka saling tatap dan tersenyum karena berita baik yang dikatakan dokter. Tapi seketika itu juga mereka juga tersadar dan membuang muka, Ethan ada meeting lagi sehingga dia harus kembali ke kantor.

"Kamu sungguh akan pergi?" tanya Anna tidak percaya.

"Iya, kamu nggak dengar tadi, meeting jam 10, Singapura," ulang Ethan kesal, mengapa dia jadi merasa harus menjelaskan segala sesuatu kepadanya?

"Nanti kalau Opa bangun bagaimana?" tanyanya menatap Ethan sungguh-sungguh.

"Ada Daniel," jawab Ethan, matanya yang hitam menatap ke sekretaris Opa Jacob yang langsung mengangguk. Ethan kembali tersenyum sinis ke arah Anna yang mendongkol lalu segera meninggalkannya.

"Tapi Daniel tidak bisa menggantikanmu. Cucunya kan, kamu!" teriak Anna tidak mau kalah, tapi Ethan pura-pura tidak mendengar.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height