My Beautiful Bride/C5 Dia Tunanganku
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C5 Dia Tunanganku
+ Add to Library

C5 Dia Tunanganku

Anna memandang punggung Ethan yang menjauh, Anna hanya berharap jangan sampai Ethan menyesal, jika ada apa-apa dengan Opa, Anna sangat tahu penyesalan itu rasanya seperti apa, pikirnya dalam hati.

Anna kini menunggu opa dengan rasa lega, syukurlah operasi opa berhasil. Dokter datang dan memeriksa opa, menurut mereka keadaan opa baik, semua normal. Hanya saja dokter masih heran, karena kakek tua itu tetap tidak terbangun dari efek biusnya.

Kenangan yang tak mau Anna ingat-ingat kembali terulang di kepalanya di saat ayahnya yang terbaring di ranjang rumah sakit. Ada rasa takut ketika dokter mengatakan keheranannya. Setelah Anna kabur dari rumah, ayahnya terus mencarinya berhari-hari, ke mana-mana sampai akhirnya dia ditabrak oleh mobil yang tidak bertanggung jawab, di rumah sakit juga dia kehilangan papanya yang amat dia cintai.

Entah kenapa, ucapan Anna terngiang-ngiang di dalam kepalanya. Ethan dengan kesal mencoba mengalihkan perhatiannya ke pekerjaan. Tetapi, hari itu Ethan merasa sangat sulit berkonsentrasi. Akhirnya setelah meetingnya selesai, dia menyerah dan segera menuju rumah sakit kembali.

Saat Ethan memasuki ruangan Opa Jacob, Anna sedang tertunduk di samping Opa, Ethan segera mendekatinya dan kembali menyadari kalau wanita itu tertidur dengan pulasnya lagi.

"Dasar bodoh!" gumam Ethan antara kesal namun geli.

Tetapi Ethan malah jadi mengamati wajahnya yang sedang bermimpi, tangannya dia gunakan sebagai bantalan kepalanya, matanya tertutup rapat sehingga terlihat bulu matanya yang lentik, mulutnya terbuka sedikit sehingga ada cairan bening keluar dari mulutnya.

Tanpa berpikir, Ethan segera mengangkatnya dan membawanya agar wanita itu dapat tidur dengan nyaman di sofa. Wanita kerbau itu sama seperti kemarin, tidak sadar kalau sedang digendong.

Ethan menatap sekilas opanya. “Seharusnya dia sudah siuman dari tadi, mengapa dia belum juga bangun?” pikirnya heran. Lalu Ethan bertanya pada Daniel, tapi pria itu hanya mengatakan kalau mereka hanya bisa menunggu, nanti akan datang lagi dokter untuk meminta penjelasan. Tapi Ethan tak sabar, dia segera keluar dari kamar. Namun, saat dia baru hendak sampai ke ruang tunggu, tiba-tiba ada bunyi dering sirine, mereka semua berlari menuju ruangan yang lampunya sirinenya menyala.

Mata Ethan mengikuti ke mana mereka berlari, dan baru tersadar kalau itu ruangan Opa dan segera ikut berlari kembali ke kamar Opanya. Mereka segera masuk dan segera memeriksa opa.

Dokter segera menyuntikkan obat melalui infus, lalu memeriksa mata opa sedangkan suster memasang berbagai alat di tubuh Opa. Ethan memperhatikan mereka yang bekerja dengan cepat, muncul rasa sesak di dadanya seketika.

"Ada apa?” tanya Anna terbangun karena suara berisik mesin, dokter dan suster yang saling bantu, dia segera mendekati tempat tidur opa.

"Hmm ...." Ethan terlalu gugup untuk menjawab Anna, tenggorokannya tiba-tiba terasa kering, sambil terus menatap Opa Jacob dimasukan alat bantu napas dari mulutnya. Jantungnya berdebar kencang. “Opa harus bangun, dia tidak boleh mati!” pekiknya dalam hati.

"Ethan, ada apa?" ucap Anna mengulang pertanyaannya, dia menatap wajah Ethan yang membeku. Namun, pria itu masih mengabaikan Anna, pria itu hanya terus menatap opa. Dengan kesal Anna kembali menatap mesin denyut jantung opa yang semakin naik turun secara tajam, tapi lalu tiba-tiba membentuk garis,

"Tidak ... tidak, dokter tolong Opa saya!" jerit Anna tidak percaya melihat mesin itu, dia mau mendekati opa, tapi Ethan langsung memegang tangannya dengan kasar.

"Jangan ganggu dokter!" serunya dingin tanpa melihat Anna.

Dokter mengeluarkan mesin listrik untuk membangunkan jantung opa. Anna pernah melihatnya saat ayahnya dulu. Dia benci alat itu, namun sekarang dia tahu, dia seharusnya berharap kalau mesin itu melakukan tugasnya dengan baik. Tanpa sadar wanita itu menggenggam tangan Ethan dengan sekuat tenaga. Jantungnya berdebar kencang, menatap dokter yang saling bergantian terus mencoba memompa jantung Opa, sampai akhirnya mereka melihat jam dan berhenti.

"Maaf, kami sudah mencoba sekuat tenaga kami, tapi Opa tetap tidak responsif. Kami telah berusaha, tapi Tuhan menentukan yang lain," ucap dokter dengan penuh peluh dan wajah sedih.

Anna tidak percaya lalu mendekati Opa Jacob yang tampak tertidur, wajahnya nampak lelah seperti habis berjuang.

"Opa ... bangun Opa ... kita baru bertemu, kenapa Opa malah pergi lagi?” isaknya sedih.

Anna merasakan sentuhan halus di pundaknya. Ethan menatap Opanya dengan bibir yang terkatup kencang sampai membentuk garis lurus. Sekilas wajahnya seperti tidak ada emosi, tapi dari matanya Anna tahu, Pria itu sedang menahan perasaannya.

"Opa!" teriak Anna lagi menatap Opa. Seketika Ethan meraihnya, Anna langsung masuk ke dalam pelukannya menangis sepuasnya. Mereka saling berpelukan, Ethan bahkan tanpa sadar mengelus lembut rambut Anna menenangkannya.

Ethan kembali menatap opanya untuk terakhir kali. Wajahnya yang tadi terlihat lelah kini tersenyum. “Bagaimana engkau bisa tersenyum Opa? Engkau telah berbohong, Opa bilang akan selalu bersamaku, tapi kini pergi tanpa memberiku kesempatan untuk membahagiakanmu,” isaknya dalam hati. Kata-kata Anna kembali terngiang di kepalanya, Ethan pernah mendengar kata-kata penyesalan selalu datang terlambat, tapi baru kali ini kata-kata itu masuk menusuk ke dalam hatinya.

Seketika Anna berada di ruang duka. Kesigapan Daniel sekretaris opa memang menakjubkan. Dalam sekejap Anna berada di ruang duka Opa Jacob sangat mewah. Opa disemayamkan di ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin di mana-mana. Orang-orang datang melayat membawa bunga, sampai penuh dipajang di sepanjang jalan masuk ke ruang duka.

Suasana riuh, walaupun ini seharusnya dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar-benar berduka, mereka semua saling sibuk menegur bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka bercanda dan tertawa.

Hanya sosok itu yang terlihat terpukul, wajahnya mengeras seperti patung. Ethan mengenakan kaos polo hitam dengan celana panjang hitam. Tanpa Anna sadari, dia telah memperhatikan pria itu dari tadi. Saat semua orang datang untuk mengucapkan turut berduka cita, dia hanya mengangguk kembali membeku menatap Opa yang tertidur selamanya.

Malam semakin larut, Anna melirik jam tangannya, sudah hampir jam 12 malam. Di saat Anna berdiri di dekat pintu keluar hendak pulang, tiba-tiba datang wanita cantik berambut sebahu dengan pakaian yang sangat tidak cocok dengan suasana duka, gaun panjang putih dengan corak bunga-bunga merah dan ungu besar.

Wanita itu sangat cantik dengan polesan make-up yang sempurna, dia berlari masuk tanpa menoleh kanan kiri, langsung menuju Ethan. Di saat yang bersamaan, Ethan mencari Anna ke sekeliling ruangan, dan saat dia berdiri mau mengejarnya, tiba-tiba Leona sahabat kecil dan mantan pacarnya datang seperti angin dan langsung memeluknya

"Ethan!" pekiknya tertahan memeluk Ethan sesaat.

"Aku baru tahu, Opa,-" ucapnya melepas pelukan lalu memandang Opa Jacob, dia lalu menangis.

Anna tertegun menatap mereka dengan perasaan aneh. Dia tidak mengerti, yang jelas pemandangan itu tidak nyaman. Sebaiknya dia pulang, lalu wanita itu bergegas ke arah pintu keluar ruang duka.

"Kamu tak perlu kemari," ucap Ethan dingin. berharap Leona segera pergi, sudah cukup kehebohan yang diakibatkannya. Leona mencoba meraih Ethan lagi, tapi pria itu segera menghindar, matanya malah menangkap gerakan lain di dekat pintu.

Anna berjalan keluar, sepertinya wanita bodoh itu berencana pulang sendiri tengah malam begini? Ethan segera berjalan cepat untuk menghentikan wanita itu dan menarik tangannya lagi dengan kasar.

"Kamu mau ke mana?" tanyanya cepat. Anna begitu terkejut sehingga dia tidak bisa menjawab untuk sesaat.

"Aku ... aku mau pulang saja, lepasin ah ... sakit!" serunya mau melepaskan tangan Ethan yang mencengkram erat tangannya, Mata Anna yang bulat kecoklatan menatap Ethan dengan kening berkerut.

"Sudah malam, kamu nggak boleh pulang," ucap Ethan tegas menyeret Anna kembali masuk ke dalam dan mendudukkannya ke kursi yang tadi dia duduki. Anna terhenyak dengan kesal, Leona juga terkejut menatap Anna dan kembali ke Ethan.

"Siapa dia?" tanyanya dengan nada mencemooh. Anna ingin menjawab wanita yang sepertinya langsung ingin menjadikannya musuh tapi tiba-tiba Ethan merangkul pundaknya, membuat Anna menempel padanya.

"Dia tunanganku," jawab Ethan sinis. Dia ingin membalas sakit yang Leona sudah torehkan di hatinya. Leona membulatkan matanya, menatap Ethan dan Anna tidak percaya.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height