My Beautiful Bride/C6 Mencuri Ciuman
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C6 Mencuri Ciuman
+ Add to Library

C6 Mencuri Ciuman

Mata Leona terbelalak, juga mata Anna yang langsung memandang protes ke arah Ethan

"Bohong!" jerit wanita itu, ingin meraih kerah baju Ethan tapi dia segera menghindar sehingga wanita itu hanya menangkap angin, dan tersungkur di depan Ethan. Dia tersenyum senang, “rasakan!” ujarnya senang dalam hati dengan penuh kekesalan. Anna begitu terfokus dengan reaksi Ethan dan wanita itu sampai tidak memperhatikan ada pria lain masuk.

Steven yang tampan dengan rambut bergelombang panjang kecoklatan terlihat marah dan langsung meraih tangan Leona dengan paksa, dan tanpa berkata apa-apa dia menarik istrinya yang mulai menjerit-jerit histeris keluar dari ruangan duka.

"Bohong! kamu bohong Ethan!" jerit Leona saat diseret paksa keluar, membuat Ethan semakin senang karena kata-katanya jelas menyakiti Leona. Gaunnya yang panjang mengayun di belakangnya.

"Si-siapa dia?" tanya Anna masih menatap mereka dengan bingung sampai hilang dari pandangan, sampai tidak sadar dari tadi Ethan masih merangkulnya

"Bukan siapa-siapa." jawabnya ketus, kembali mengalihkan perhatiannya kembali ke opa yang terbujur kaku di peti jenazah. Daniel datang dan menundukkan kepalanya.

"Maaf saya tadi sedang ke toilet, saya minta maaf." ulangnya.

"Lain kali jangan biarkan dia masuk, beritahu anak buahmu juga." Ethan terlihat menahan emosinya lalu menghela napas panjang. Mereka berdua kembali memandang opa yang terlihat damai. Jemari mereka hampir bersentuhan di tepi peti jenazah. Ethan lalu mengalihkan perhatiannnya kepada Anna dengan begitu intens. “Apakah dia juga akan meninggalkannya, seperti Opa?” tanyanya takut dalam hati. Namun segera tersadar, dengan pikiran gila yang barusan Ethan pikirkan.

Merasakan tatapan Ethan, seketika jantung Anna berdebar kencang. Tatapan mata gelapnya terasa berbeda kali ini. Membuat Anna ingin memeluknya karena kasihan, tetapi pandangan itu hanya sesaat, kemudian mata Ethan kembali dingin.

"Kamu mau pulang?" tanyanya singkat.

"Iya. sudah hampir jam satu," jawab Anna mendesah lelah setelah melihat jam tangannya. Ethan memandang ke kumpulan orang asing yang datang, tidak ada gunanya juga dia berlama-lama disini.

"Ayo!" ucapnya lalu pergi, Daniel menunduk saat mereka lewat.

Anna mengikutinya, sisa tamu yang ada menatapnya dengan pandangan curiga. Dengan cepat dia berlari mendekati Ethan yang berjalan di depannya, tatapan mata tamu lain tiba-tiba membuat Anna merasa sesak.

Ethan segera masuk ke mobil dan menunggu Anna memakai sabuk pengaman, dan segera menjalankan mobil.

"Kamu mau antar aku pulang?" tanya Anna takut-takut, karena wajah Ethan yang masih membeku.

Ethan mendengus tak menjawab lalu menekan pedal gas mobil, untuk segera meninggalkan komplek rumah sakit. “Dasar bodoh buat apa lagi mereka di mobil, kalau bukan untuk mengantarkannya pulang,” gerutu Ethan dalam hati. Lagipula, Anna terlihat sangat letih, tidak mungkin Ethan membiarkannya pulang sendiri.

Anna menunggu jawaban Ethan, dan lagi-lagi dia tidak dijawab. Anna sedang enggan bertengkar, lagi pula hatinya juga masih sedih karena opa, karena itu Anna hanya mendiamkannya lalu memandang ke arah jendela. Memandangi pohon dan lampu kota yang semakin lama semakin tidak jelas.

"Bangun," Ethan menggoyang lengannya dengan keras. Akhirnya Anna terbangun dan langsung menatapnya dengan mata coklat mudanya, Ethan kembali tersihir dengan tatapan matanya yang dalam.

"Aku tidak tertidur!" seru Anna berbohong. Karena sebelumnya panggilan Ethan dibalas dengan dengkuran pelan.

"Kenapa?" tanyanya jengah, karena pandangan Ethan yang terus menerus.

"Alamatmu?" tanyanya menunggu. Seketika Anna lega, oh dia mau mengantarku pulang.

"Akasia TV3 nomor 1." jawab Anna mengulang informasi yang sama, Ethan masih menunggu.

"Nama perumahannya?" tanyanya lagi, Anna jadi mengerti ternyata kemarin dia tidak bisa mengantarnya pulang karena dia tidak mengetahui kompleks rumahnya. Dia jadi menyesal telah memikirkan hal yang buruk tentang dia.

"Pesanggrahan Indah." jawab Anna pelan. Ethan tidak tahu dimana itu, tapi nanti bisa pakai peta dan langsung menjalankan mobil menyetir.

"Aku nanti kasih tau kemana, soalnya banyak belok-beloknya." jelas Anna lagi sambil memandangnya yang hanya diam saja.

Jalanan menuju rumahnya agak jauh, Anna menatap jalan lurus itu sambil menahan kantuk, tak lama Anna yang cukup lelah karena seharian menjaga Opa kembali ketiduran.

Ternyata rumahnya jauh sekali, bagaimana dia bisa berencana untuk pulang sendiri tadi pikir Ethan sambil menatapnya sekilas, Anna duduk diam sambil menatap lampu di jalan tol. Pesanggrahan, Ethan membaca tanda jalan, dan segera keluar dari jalan tol.

"Setelah ini belok kemana?" tanyanya, dan kali ini Ethan tidak lagi heran ketika dibalas dengan dengkur halusnya lagi.

"Aish, dia sudah tidur lagi," gumamnya lalu meminggirkan mobil, lalu menatap wanita yang tertidur dengan damainya.

Kepalanya terkulai ke arah Ethan, dia menatapnya sambil mendengus geli, wanita ini sepertinya kelewat nyaman dengannya, dia dengan mudahnya tertidur. Ethan mengguncang pundaknya, tapi sepertinya dia sudah lelap sekali.

Pesanggrahan Indah, dia mengetik di handphone, mencari jalan menuju rumah Anna, lalu muncul banyak Pesanggaran indah di layar, Pesanggrahan Indah 1, Pesanggrahan indah 2, perumahan dia yang mana? sudah jam dua pagi, akhirnya Ethan memutar balik masuk kembali ke pintu Tol.

Kali ini Ethan sudah tidak canggung lagi menggendongnya, Anna hanya mengigau sedikit kata-kata yang dia tidak mengerti saat Ethan mengangkatnya dari kursi penumpang. Sepasang kaki putihnya telanjang, karena sepatunya tertinggal di mobil, Ethan sudah sangat lelah, pemakaman Opa direncanakan dimulai pukul 10 besok pagi.

Ethan meletakkannya di sisi tempat tidur yang sama seperti kemarin, dia langsung menekuk tubuhnya dan menarik selimut tanpa sadar. Cih, Anna sudah merasa seperti di kamarnya sendiri.

Saat dia selesai mandi dan memakai baju, gadis itu sudah mendengkur keras di tengah tempat tidur, rambut panjangnya awut-awutan di bantal, dan mulutnya sedikit terbuka sehingga ada air yang kembali keluar, bukan pemandangan yang indah.

“Hadeuh, mengapa porsi tempat tidurku jadi semakin sedikit?” keluh Ethan dalam hati, tapi karena dia sudah sangat lelah, begitu dia meletakkan kepalanya di bantal, dia langsung tertidur.

Mimpi Ethan kembali sama, berakhir dengan kaki kecil yang basah karena air seni, berlari menuju lantai bawah. Ethan terbangun dengan napas sesak. Terdengar suara napas konstan Anna di telinganya. Anna lagi-lagi meletakkan kepalanya di dada Ethan disaat dia ingin bangun untuk menenangkan diri, kakinya juga menjepit Ethan sehingga dia tidak dapat bergerak.

Bulu mata lentik, hidung mancung, rambutnya berantakan membingkai wajahnya yang mungil, tapi mata Ethan tak dapat beralih dari bibir merah mudanya yang tipis. Bibir itu sangat sensual, Ethan menyentuh dagu Anna dan mendekatkan wajahnya tiba-tiba ingin merasakan bibir itu.

Jantungnya berdebar kencang, karena tahu melakukan yang tidak boleh dilakukan, tapi begitu bibirnya menempel bibir Anna yang lembut, dia menyukainya. “Apakah Anna tahu? apakah Anna hanya pura-pura tidur,” tanyanya dalam hati tapi yang Ethan tahu pasti dia begitu menikmatinya. Dia lalu menyentuh lembut bibir mungil itu dengan ujung jarinya, dan kembali tertidur.

Saat Ethan kembali terbangun, Anna masih tertidur di dadanya. Dia tersenyum mengingat perbuatan terlarangnya semalam. Ingin rasanya Ethan tetap tidur bersama Anna di kasur ini, tapi pemakaman opa tidak mungkin ditunda, pelan-pelan dia menyeret tubuhnya ke kamar mandi dan membersihkan diri.

Saat Ethan keluar dari kamar mandi, wanita itu masih tertidur pulas. Ethan tahu seharusnya dia membangunkan Anna, tapi anehnya, ada ketakutan di dalam hatinya kalau Anna nanti kabur seperti kemarin. Ethan masih belum mau berpisah dengannya. Karena itu dia membiarkan wanita itu tertidur dan meninggalkannya di kamar.

Ethan seperti biasa menyiapkan makanannya sendiri. Dia terbiasa sarapan roti, daging asap dan telur orak-arik arik. “Apakah Anna juga akan menyukai makanan ini?” tanya Ethan dalam hati saat memasak. Bunyi mendesis dari daging dan telur membuat perutnya langsung bernyanyi.

Anna segera duduk di tepi tempat tidur begitu terbangun dari tidur empuk milik Ethan itu. Dia tak lagi bingung ketika menyadari dia sudah di kamar Ethan lagi. “Pria itu pasti nyasar lagi,” gumamnya sambil menggaruk rambutnya. Dia menurunkan kakinya ke lantai kayu yang hangat, awalnya hendak langsung pergi, tapi, wangi makanan segera menyentil hidungnya, sontak Anna menjadi lapar.

Saat dia keluar, Anna disodorkan pemandangan yang indah. Pria itu berdiri di depan kompor, dia memasak dengan santai. Tubuhnya yang tinggi tampak kokoh, membuat Anna menghentikan langkahnya guna menikmati pemandangan itu sebentar sebelum pria itu menyadarinya. Tapi perutnya tiba-tiba berbunyi.

"Kamu ... kenapa kamu membawaku ke rumahmu lagi!" serunya sambil menggaruk kepalanya, pura-pura tidak panik. “Semoga usahaku untuk mengalihkan perhatian berhasil, ini memalukan sekali,” harapnya dalam hati. Ethan memutar tubuhnya yang sempurna itu, dan menatap Anna tanpa berkata apa-apa, situasi jadi canggung.

"Kamu nggak macam-macam kan?" tanya Anna lagi dengan nada menuduh. “Apakah dia mendengar suara perutku?”

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height