My Beautiful Bride/C7 Mengintip
+ Add to Library
My Beautiful Bride/C7 Mengintip
+ Add to Library

C7 Mengintip

Wanita itu berdiri dengan tidak stabil di dekat sofa. Dia berjalan seperti nyawanya belum terkumpul semua. Rambutnya yang lurus, awut-awutan dan kusut. Wajahnya putih pucat dengan bibir yang merah merona. Ethan harus menarik pendapatnya kemarin. Wanita ini sangat cantik. Dengan wajah polosnya, wanita itu sanggup membuat Ethan terpesona, dan ingin segera melumat lagi bibir merahnya itu.

"Siapa yang mau macam-macam dengan perempuan yang ngiler di bantal!" jawab Ethan berkebalikan dengan apa yang sebenarnya dia rasakan.

Sekilas melihat bibir mungil kemerahan itu, Ethan segera teringat perbuatannya terlarangnya semalam. “Apakah dia sadar saat aku menciumnya?” tanya Ethan dalam hati. Tapi, tepat setelah Ethan menciumnya semalam, Anna mendengkur keras sekali.

“Ah tidak mungkin, dia tidak mungkin bangun semalam,” pikir Ethan yakin sambil kembali meneruskan memasaknya. Anna terbelalak saat mendengar ucapan tunangannya itu. “Hah, ngiler?” tanpa sadar Anna langsung membersihkan mulutnya dengan lengan baju.

"Ish, nggak ada apa-apa di mulutku!" seru Anna marah karena dibohongi, Ethan mendengus geli. “Dasar wanita bodoh!” pikirnya senang.

"Kenapa aku disini lagi? Tasku dimana?" tanyanya seraya berjalan mendekati Ethan. Tetapi pria itu diam saja tidak menggubrisnya. Anna mendengus kesal karena dia diabaikan. “Anna tidak mengatakan apa-apa lagi mengenai semalam, berarti dia memang benar-benar tertidur,” pikir Ethan lega sambil menghela napas lalu menatap Anna lagi.

"Aku sudah berulang kali membangunkanmu, ternyata Pesanggrahan Indah ada banyak, aku tidak tahu alamat lengkapmu," jawab Ethan sambil meletakkan piring di meja dapur. Wanita itu duduk dengan kaki terangkat di kursi, dia menekuk kaki dan menaruh dagunya di atas lututnya. Meja dapur ethan dari kayu yang berwarna keemasan. Sedangkan kaki-kakinya dari kayu berwarna putih. Sama dengan berbagai perabot dapurnya yang luas ini. Pria itu lalu mematikan kompor untuk mulai makan.

Mata Anna langsung membesar ketika melihat makanan di hadapannya, perutnya lapar setelah lama tidur. Dia tak menyangka pria itu akan memasak, terlebih juga memberikan sarapan untuknya.

'Wah ternyata Ethan ternyata baik sekali mau memasakkan makanan untukku,” pikirnya dalam hati. Anna langsung mengambil pisau di sebelahnya dan mengoleskan mentega dan memasukan roti hangat itu ke mulutnya. “Ah nikmatnya,” serunya senang dalam hati.

"Pesanggrahan Indah Raya," ucapnya sambil mengunyah roti panggang. Ethan mendengar bunyi mengunyah yang tidak semestinya ada, dia segera menoleh dan kecurigaannya benar.

"Itu makananku," ucap Ethan separuh kesal separuh senang karena melihat Anna memakan masakkannya dengan lahap. “Sepertinya dia menyukai masakanku,” pikirnya dalam hati.

Anna menahan kunyahnya seketika dan juga menahan napasnya, “Astaga, oh tidak, aku pikir dia membuatnya untukku. Jangan menghayal Anna, mana mungkin orang seperti dia mau memasak untukmu,” pikir Anna segera merasa bersalah, ingin rasanya dia memuntahkan roti yang sudah dia makan. Dia melirik ke tatapan kesal Ethan, tapi karena pria itu juga menyebalkan, Anna segera membatalkan rasa menyesalnya itu.

"Oh, aku pikir ini untukku, soalnya kamu taruh di tengah meja," jawab Anna sok bergaya santai lalu mengambil garpu untuk mulai makan. Ethan mendengus sambil mengambil telur yang baru.

"A-aku akan buat yang baru," dengus Ethan kembali membuat telur orak-arik.

Anna segera tertawa di dalam hati. “Rasakan, makanya jadi orang jangan terlalu menyebalkan,” tawanya dalam hati sambil menikmati sarapannya yang hangat serta juga pemandangan indah di hadapannya.

Tubuh pria itu tinggi dengan kaki yang panjang. Rambut Ethan yang agak panjang masih basah sedikit. Pria itu hanya mengenakan kaos putih polos tipis yang memperlihatkan otot tubuhnya samar-samar. Dadanya bidang dengan perut yang rata. “Sempurna, tubuhnya sangat sempurna,” pikirnya mengagumi tubuh tunangannya itu.

"Aku tak pernah membayangkan orang seperti kamu memasak," ucapnya heran. Karena makanan yang enak, Anna jadi ingin bercakap-cakap. Wanita itu memperhatikan Ethan masak dengan lihainya. Aroma telur dengan mentega sangat harum membuat perut Anna semakin kelaparan.

"Aku tidak suka banyak orang masuk ke rumahku," jawabnya singkat sambil mematikan kompor. Pria itu lalu duduk berhadapan Anna. wanita itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya dari tubuh Ethan. Dia sengaja berpura-pura tertarik dengan telur mentega Rthan yang baru matang. Pria itu pasrah saat Anna menggunakan garpu dan mengambil sepotong dari telur orak-ariknya. Walau kesal melihat senyumannya terasa sebanding.

"Jadi masak dan bersih-bersih kamu yang lakukan sendiri?" tanya Anna cepat sambil mencuri sepotong telur Ethan lagi seraya menggoyang-goyangkan tubuhnya di atas kursi seakan menikmati sekali sarapannya. Wanita itu mengambil gelas dan mengisinya dengan susu yang ada di atas meja. Tanpa sadar Anna kembali menaikkan kakinya lagi. Ethan langsung menghela napas dengan mencela melihat perbuatan tunangannya itu.

"Kenapa? Nggak boleh angkat kaki kalau lagi makan? Makan nggak seru kalau kaki nggak naik satu, coba aku juga deh angkat kakimu satunya!" ucapnya sambil mengarahkan roti panggangnya kepada Ethan. Pria itu mengerutkan keningnya tanpa berkata apa-apa. “Cih, apa enaknya makan dengan kaki naik satu, dasar wanita aneh!' pikir Ethan dalam hati dan tetap melanjutkan makannya tanpa menanggapinya.

Sembari makan, Anna memperhatikan Ethan sesekali, dia makan dengan santun sekali, lengkap dengan pisau, garpu dan serbet di sampingnya, berbanding terbalik dengannya yang makan dengan tangan dan menggunakan garpu hanya untuk menyendok telur. “Cih, gaya makan orang kaya memang berbeda sekali,” pikirnya dalam hati.

Tiba-tiba saja Ethan terus memperhatikannya dengan seksama sehingga Anna merasa jengah. Dia menarik tubuhnya dari meja dan menyadar pada sandaran kursi. “Kenapa dia menatapku seperti itu?” tanya Anna risih dalam hati.

"Kamu nggak mungkin pakai baju itu ke pemakaman Opa." Ethan mengamati baju yang di kenakan Anna dari tadi malam. Kaos polo hitam Anna sudah pudar warnanya, bahkan kerahnya agak kekuningan di ujungnya. Wanita itu tidak menyangka Ethan akan mengomentari pakaiannya. Dengan kikuk dia melihat pakaian yang dia kenakan.

“Apakah aku bau badan? Maksudnya itu ya? Aku bau?” tanyanya panik dalam hati. Anna ingin segera mencium bau badannya segera, tapi malu karena Ethan masih memperhatikannya.

"Yah sudah antar aku pulang. Nanti aku pinjam baju Mama. Mudah-mudahan Mama punya baju hitam lain, ini juga punya mama waktu mama masih muda," jawabnya santai seakan apa yang dia katakan itu tidak menyedihkan, sambil menyendok telur orak arik Ethan lagi.

"Kenapa kamu memakai baju mamamu? Kemarin, yang robek itu juga punya mamamu kan?" tanya Ethan penasaran. Tapi setelah kata-kata itu meluncur pria itu segera menyesal. “Buat apa aku bertanya, apa peduliku sebenarnya?” tapi nyatanya dia memang peduli. Anna menjadi malu, karena teringat kejadian saat Ethan telah melihat tubuh bagian atasnya saat bajunya robek.

"Iya, itu baju mama dan kamu sudah merobeknya. Pokoknya kamu harus ganti rugi," serunya asal dengan cepat agar mengalihkan rasa malunya dengan wajah memerah. Pria itu mendengus lalu mengangkat telepon untuk menghubungi Daniel. Asistennya itu mengangkat teleponnya saat dering pertama.

"Daniel, kirim beberapa gaun hitam buat Anna. Untuk ukuran kamu bisa kira-kira. Mungkin ukuran anak-anak cukup," ujar Ethan dengan nada mengejek. Anna mendesis kesal karena tubuhnya disamakan dengan anak kecil. “Kenapa dia harus begitu menyebalkannya.”

"Ukuran sepatumu berapa?" tanya Ethan menahan telepon Daniel. Anna terkejut karena ternyata pria itu serius menanggapi ucapan asalannya tadi.

"Eh, Nggak perlu, Nggak usah, aku bisa pulang dan ganti baju," tolaknya. Dia tak mau menerima pemberian apa-apa dari pria itu. Nanti, tahu-tahu Ethan bisa ngomong macam-macam, Anna tidak sudi hutang budi dengannya.

"Daniel menunggu," ucap Ethan tidak menerima penolakan dari tunangannya itu.

"Biar saja menunggu," jawab Anna seenaknya. Ethan tiba-tiba saja menunduk untuk melihat ke bawah meja. Pria itu mengira-ngira ukuran kaki tunangannya itu. “Wanita ini terlalu mungil, untuk wanita ini semua ukurannya mungil,” desah Ethan dalam hati.

"Dari ukuran paling kecil sampai 3 ke atas, warna hitam" Ethan berbicara cepat memberikan instruksi lalu mematikan telepon.

"Apa-apaan itu tadi?" Mata Anna membulat karena kesal, dia menyesal karena telah menurunkan kakinya dari kursi tadi.

"Untuk ukuran sepatumu, pasti paling kecil sama seperti badanmu yang seperti anak kecil, rata.'' Pria itu lama memandangnya dengan penuh penilaian, lalu memandang ke arah dada Anna.

“Ish... dia lama-lama semakin menyebalkan, apakah dia tadi serius memperhatikan ukuran dadaku? Dasar mesum!” maki Anna dalam hati segera menaruh tangannya di dada. Bibirnya mencibir marah ke arah Ethan. Pria itu tidak merasa bersalah sama sekali. Dia hanya tersenyum miring menyebalkan.

"Daripada tutupi dadamu yang rata, mandi sana. Sebentar lagi kita harus berangkat," ucap Ethan geli lalu berdiri mengangkat piring kotor mereka. Tetapi Anna masih menyilangkan tangannya di dadanya dengan curiga. “Pria mesum seperti ini tidak dapat dipercaya.” Dengus Anna dalam hati.

"Aku mau pulang saja," jawabnya keras kepala dengan suara keras.

"Rumahmu jauh, di ujung dunia, nanti kita bisa telat," balas Ethan tak peduli, Pria itu malas asyik mencuci piring. "Ada kamar mandi di kamarku,” lanjutnya lagi.

Anna lagi-lagi menatap bagian belakang tubuh calon suaminya itu, lalu menghela napas kesal. Sebenarnya penjelasannya tadi memang masuk akal. Rumah Anna memang jauh sekali sedangkan mereka tidak boleh terlambat ke pemakaman Opa. Sambil mendengus marah Wanita itu menyeret tubuhnya kembali ke kamar Ethan dan segera menuju kamar mandinya yang mewah.

Anna menggantung bajunya di pegangan pintu pancuran air, dengan maksud akan mengenakannya lagi nanti. Baju polo hitam itu langsung Anna periksa. Dia ternyata tidak bau, dan baju ini masih layak untuk di pakai, hanya mungkin jauh, di bawah stardar pria itu .

Air hangat mulai menyiram tubuh Anna dengan derasnya. Memang nikmat mandi di kamar mandi orang kaya, Anna sangat menikmati pancuran deras air hangat di tubuhnya. Sayangnya wanita itu terlambat menyadari kalau pintu box pancuran air tidak tertutup benar. Sehingga baju Anna jatuh dan langsung basah terkena air. “Aish, kenapa sampai jatuh begini, kalau begini aku terpaksa mengenakan baju yang dikirim Daniel nanti, dasar ceroboh!” maki Anna dalam hati mengutuk dirinya sendiri.

Wanita mengambil handuk dan segera mengeringkan tubuh dan rambutnya. Wangi sabun Ethan enak sekali, Anna sangat menyukainya. Wanita itu segera membungkus tubuhnya dengan handuk putih lembut yang tebal di rak kamar mandi. Dengan berjingkat, Anna keluar kamar mandi menuju kamar dengan takut-takut. “Apakah baju pesanan Ethan sudah datang ya?” tanyanya dalam hati sambil melirik ke kanan dan ke kiri.

Tidak perlu menunggu lama, beberapa baju kiriman dari Daniel datang. Ethan meletakkannya di atas tempat tidur dan langsung menuju kamar baju untuk bersiap.

Ethan pun memilih pakaiannya dan menatap bayangannya di cermin. Namun, seketika fokusnya berpindah ke sesosok tubuh yang keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk. Wanita itu Anna keluar dengan takut-takut melirik kanan, kiri sebelum mengambil salah satu stel baju di atas kasur, lalu kembali ke kamar mandi.

Ethan terpana, dia sudah salah. Mungkin karena tertutup baju yang selalu kebesaran, badan Anna berkesan seperti anak-anak, tetapi ternyata Wanita itu memiliki dada yang penuh, dan juga bagian belakangnya, sangat sempurna. Tubuh Anna ternyata bukan seperti anak-anak tapi seorang wanita dewasa. Wanita dewasa yang sungguh menggoda naluri laki-laki Ethan.

Ethan tahu seharusnya dia mengalihkan pandangannya, tapi naluri kelaki-lakiannya melampaui logika. Pria itu maju lebih dekat dan bersembunyi di balik pintu kamar pakaian. Ethan mengulang pemandangan indah tadi di kepalanya. Air masih menetes dari rambut Anna yang panjang, membasahi pundaknya putih dan jenjang. Dadanya tidak serata yang Ethan pikir, ukurannya pas untuk tubuhnya yang mungil. Perutnya rata dengan bagian bokong yang penuh, hatinya penuh rasa bersalah mengintipnya seperti itu, tapi ada rasa puas juga di hatinya.

Saat Anna sudah masuk ke kamar mandi lagi, Ethan segera keluar dari kamar pakaian tapi tiba-tiba Anna keluar lagi saat dia sudah di dekat pintu.

"Kamu! mau apa kamu?" jeritnya kaget. Ethan berusaha mengalihkan perhatiannya, tapi sungguh itu hal yang sulit. Bagaimanapun dia tetap lelaki normal. Anna sangat sexy di hadapannya. Dia masih mengenakan handuk walau terlihat dia sudah mengenakan BH hitam di balik handuknya.

"Keluaaar!" jerit Anna lagi. Ethan tersenyum miring lalu segera keluar dari kamar. “Jika setiap hari aku melihat itu, sepertinya aku tidak akan keberatan,” pikir Ethan sambil mendengus geli.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height