+ Add to Library
+ Add to Library

C9 Cemburu

"Sebentar, susah nih." ujar Anna sembari menyesakkan kakinya ke sepatu mahal itu. Ada rasa pedih baru di tumitnya, tapi wanita itu mengabaikannya karena wajah Ethan yang semakin tidak sabaran. Dia lalu keluar dari pintu mobil hanya untuk kembali terkejut.

Ethan menyerahkan tangannya untuk membantu, hanya dengan gerakan sesederhana itu jantung Anna seketika berdebar dengan kencang. Pria itu membantu Anna berdiri dengan limbung, Dengan lengannya yang kuat Ethan langsung menahan tubuh Anna dengan tangannya yang satu lagi, tanpa sadar Anna menahan napas.

"Pegang aku agar kamu tidak jatuh." Pria itu tersenyum tipis, hanya sekilas lalu menghilang tanpa bekas. Anna berpegangan dengannya lalu mencoba berjalan. “Tenanglah jantungku, mengapa dikau berisik sekali,” bisik Anna dalam hati.

Walau tak mengerti mengapa, tapi Ethan ingin mengantar Anna sampai ke depan rumahnya. Pria itu ingin melihat rumahnya atau sebenarnya memang Ethan belum mau berpisah dengan Anna. Pria itu tidak mengerti, tapi yang pasti saat Ethan mengantar Anna yang berjalan terseok-seok di atas stilettonya, Ethan bersyukur ada untuk memegang calon istrinya itu.

Dengan limbung wanita itu berjalan dan akhirnya sampai ke sebuah rumah yang walau di dalam gang bertembok tinggi sebagai pagarnya. Anna berhenti sambil berpegangan pada pintu. Seperti biasa pintu tidak terkunci, mamanya pasti lupa lagi.

"Baik, sepertinya sampai disini saja, terima kasih ya atas tumpangannya." Anna bermaksud menutup pintu tapi dia malah ikut masuk. Anna menatapnya dengan penuh pertanyaan. "Aku baru pertama kali berkunjung ke rumah sekecil ini aku mau lihat-lihat." Ethan menjawab jujur lalu mendorong badan Anna yang mungil untuk masuk terlebih dulu ke dalam rumah.

"Aish... kamu menyebalkan sekali," tukas Anna melewati tera menuju pintu depan dengan kesal. Ethan mendengus tak peduli sambil melihat ke sekelilingnya. Di depan ada taman kecil yang tak terawat. Malah banyak barang aneh yang ditumpuk di luar. Agak bau dan menampung air sehingga ketika malam datang, pasti akan banyak nyamuk. “Dia harus merapikan bagian depan terasnya itu, kalau tidak dia bisa kena demam berdarah,” pikir Ethan yang kemudian segera menghentikan pikirannya. “Astaga, kenapa aku jadi memikirkan kesehatannya juga?” tanya Ethan dalam hati dengan kesal pada dirinya sendiri.

Langit-langit rumah Anna agak pendek sehingga jarak antara kepala Ethan sangat dekat. Suasana di dalam rumah Anna terasa suram dan dipenuhi oleh barang-barang tua. Begitu masuk aroma barang tua yang separuh busuk langsung mengganggu indera penciuman Ethan. Dia melihat ke sekelilingnya, pantas saja udara terasa pengap, rumah itu tidak memiliki jendela.

Anna masuk dan mencari mamanya, namun belum sempat dia melihat mamanya, Ethan langsung mendahuluinya masuk ke ruang tengah.

"Kamarmu yang mana?" tanya Ethan agak membungkukkan badannya, menatap sekeliling rumah Anna yang tak lebih besar dari ruang tengahnya.

"Yang ini." Anna menunjuk ke arah kamarnya tanpa curiga. Tapi pria itu tiba-tiba dengan seenaknya langsung masuk menuju kamarnya.

"Hei, jangan masuk!" teriak Anna terlambat karena pria itu dengan kakinya yang panjang sudah masuk ke dalam kamar Anna. Gemerincing tirai manik-manik berbunyi nyaring ketika Ethan menyibaknya saat masuk. Wanita itu dengan geram, segera masuk ke kamarnya mengejar pria tidak tahu diri itu.

"Buat apa kamu masuk ke kamarku?" tanya Anna kesal, napasnya terengah-engah karena takut Ethan melihat kamarnya yang berantakan. Tapi dengan cukup mengherankan, kamar Anna ternyata rapi..

Ethan memandang ke sekeliling kamar Anna, dia mengangguk-angguk karena melihat kamarnya yang lumayan rapi. Ethan tidak berpikir kalau wanita itu bisa serapi ini. Hanya dengan melangkah satu kali, Ethan sudah sampai ke atas tempat tidur Anna yang mungil. Tempat tidur berwarna putih codet-codet itu dilapisi sprei berwarna putih kusam. Ada banyak boneka binatang yang ditumpuk di atas bantal dengan rapi. Puas melihat tempat tidur Anna, Ethan melangkah satu kali menuju ke tumpukan buku kuliah di atas meja belajar yang mulai berdebu. Tangan pria itu iseng lalu mencoba meraihnya.

"Jangan!" pekik Anna mencoba mengambil bukunya. Akibatnya buku itu terjatuh dan terbuka Ada kertas terlipat berwarna pink yang terjatuh di atas sepatu Ethan, Pria itu langsung mengambilnya karena penasaran.

"Jangan!" teriak Anna lebih histeris dari yang sebelumnya. Tapi Ethan bergeming dan segera membuka kertas itu dari atas kepala Anna yang masih melompat-lompat mencoba mengambil kertas itu. Ethan akhirnya berhasil membuka dan mulai membaca keras-keras sambil tertawa..

"Dear Raka, selama ini walau kamu hanya menganggapku sebagai sahabat, namun sebenarnya aku menyukaimu ..." Ethan berhenti membaca dan menurunkan kertas itu dengan kening berkerut. Anna yang tadi melompat-lompat mencoba meraih kertas itu langsung jatuh ke dalam pelukan Ethan. Pria itu memeluknya, namun perhatiannya tetap pada kertas di tangannya. Jantung Anna langsung kembali berdebar kencang, tetapi Pria itu malah menatap Anna dengan tatapan marah.

"Siapa Raka?" Ethan bertanya dengan kasar. “Apa ini? apakah ini surat pengakuan cinta?” tanya Ethan dalam hati. Hatinya mencelos, ada amarah yang tiba-tiba muncul yang Ethan tidak dapat mengerti. “Apakah Anna sudah punya pacar?” tanyanya dalam hati.

"Ada seseorang, tapi apa urusanmu!" hardik Anna marah menarik kertas itu dari tangan Ethan ketika pria itu lengah karena menatapnya. "Siapa Raka ini? apakah dia memiliki seorang kekasih, dia tidak boleh memiliki kekasih!" hardik Ethan dalam hati, ada amarah yang mulai bergelora, walau Ethan tak mengerti kenapa.

"Siapa Raka?" Ethan berteriak sambil memegang tangan Anna dengan kasar. Wanita itu segera mengaduh kesakitan.

"Dia...temanku. Ish lepasin ah sakit!" jerit wanita itu kesakitan. Seketika saja Anna tiba-tiba mengeluarkan seluruh tenaganya untuk menendang kaki calon suaminya itu, sgeera pegangan tangannya terlepas, dan saat pria itu mengaduh kesakitan, Anna sudah bebas. “Aish wanita ini benar-benar,-” pikiran Ethan terpotong dengan teriakan balasan dari Anna.

"Kenapa aku harus menjelaskannya ke padamu?" Anna berkata dengan sengit sambil memegang pergelangan tangannya.

"Karena aku calon suamimu, Anna.” Wanita itu seketika teringat dengan ucapan Opa Jacob, tapi sekarang mendengar kata 'calon suami' membuatnya semakin merinding. "Bisa-bisanya dia mengucapkan kata itu, kenal saja juga tidak," pikir Anna sambil menatap ke arah Ethan dengan kesal.

"Cih, siapa juga yang mau nikah sama kamu!" ucap Anna dengan nada mengejek. Emosi Ethan semakin terpancing saat mendengar kata-kata Anna. Bola mata hitam pekatnya menatap Anna dengan tajam.

"Bagus kalau gitu, kita memang tidak perlu menikah!" balasnya dengan kasar.

"Oke. nggak usah emang!" Anna langsung menjawabnya dengan emosi. "Siapa takut, siapa yang mau!" sambung Anna dalam hati.

"Dah, capek aku sama kamu!" Ethan dengan gusar segera keluar dari rumah itu. Angin berlalu membawa aroma tubuhnya pergi dari hadapan Anna. Seketika itu juga anehnya perasaan Anna jadi tidak enak.

“Entah apa yang aku pikirkan tadi, kenapa aku berlama-lama di rumah itu. Sudah sumpek, pengap, bau lagi!” pikir Ethan dalam hati sambil berjalan ke mobil dan menelepon Daniel.

"Daniel, coba cari bagaimana cara agar aku tidak usah menikahi wanita síàlàn itu!" perintahnya saat Pria itu mengangkat telepon.

Anna terpaku menatap kepergiannya. “Dasar pria menyebalkan! Calon suami, cih siapa yang mau menikah dengan pria kasar seperti itu?” makinya dalam hati.

Tapi seketika itu juga pikirannya melayang ke pria itu, saat dia tertidur dan teringat pelukannya waktu itu, “Rasanya nyaman sekali saat berada dalam pelukannya.” Anna terkesiap karena dia tiba-tiba membayangkan Ethan dengan pikiran mesum. “Ish... apa sih yang dia pikirkan!” hardiknya dengan kesal pada diri sendiri dalam hati. Dia merangkul tubuhnya sendiri.

"Tapi mungkin juga, mungkin dia menyebalkan karena hari ini merupakan hari yang sulit buatnya,” pikir Anna dalam hati lagi mengulang satu hati tadi bersama pria itu.

Ethan sama sekali tidak menangis tadi, dia hanya memandang dalam diam saat peti opa dimasukkan ke tanah. Hati wanita itu langsung mencelos, Anna seharusnya lebih memahami Ethan. Kini perasaannya menjadi semakin tidak enak.

Walaupun Ethan sudah menyetir jauh, Ethan segera masuk ke dalam rumah. “Dasar wanita bréngsék! Mengapa Aku jadi begitu emosi? tidak dapat aku mengerti, tapi jika berhubungan dengan wanita itu, memang aku selalu bereaksi berlebihan," pikirnya dalam hati.

Ethan segera merebahkan dirinya di kasur, dan menatap langit-langit kamar, opa sudah dikubur, dan akhirnya urusannya dengan wanita itu selesai. Tanpa dia sadari Ethan kembali membayangkan tubuhnya tadi setelah mandi. Tapi dia segera membuyarkan pikiran mesumnya “apa yang aku pikirkan, sebaiknya aku mandi,” pikirnya.

Saat Ethan selesai mandi, ada bunyi dering handphone asing dari luar. “Ah pasti tas Anna yang ketinggalan,” pikirnya. Ethan mendekati tas punggung wanita itu. Dengan penasaran dia segera membongkar tas itu.

Isi tas itu tidak ada yang penting, lebih banyak sampah bungkus permen di dalamnya, ada sebuah dompet kulit palsu berwarna kuning muda yang sudah mengelupas di dalamnya.

Handphone yang berdering tadi, sudah keburu mati. Wanita itu ceroboh sekali, zaman sekarang siapa yang tidak mengunci handphonenya? Ethan dengan leluasa membuka handphonenya, tapi Ethan malah tertarik dengan dompet tadi dan memeriksa isinya.

Hanya ada selembar kertas merah dan selembar biru, dan lembaran uang lain yang jarang sekali aku lihat. Tidak ada kartu ATM atau kartu kredit, aneh, “Bagaimana cara dia berbelanja jika tidak ada kedua benda itu? Dia lalu menemukan KTP-nya.

"Anna Federica, Jakarta, 24 Mei 1996," Hmm dia berumur 25 tahun sekarang berarti dia 4 tahun lebih muda dari aku.

"Pekerjaan karyawati," gumam Ethan saat membaca pelan KTP-nya. Wah ternyata dia bekerja, selama ini Ethan pikir dia pengangguran. Ketika mau melihat isi dompet lebih jauh, handphonenya berdering lagi. Astaga sibuk sekali wanita ini. Dengan kesal dia mengambil handphone ini, dan membaca 'Raka' tertulis disitu.

Entah kenapa Ethan begitu marah melihat nama yang tertera disitu. Oh ini dia, sang kekasih hati, Raka tersayang, dia menggenggam handphone itu dengan emosi, dan membiarkan handphone itu berdering lagi sampai mati. "Bagus! buat apa kamu menghubungi calon istriku!" makinya dalam hati, tapi tiba-tiba Ethan berhenti berjalan dan berdiri tegak saat dia menyadari kalau dia sudah cemburu.

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height