+ Add to Library
+ Add to Library

C1 Pernikahan

Hiruk pikuk kota Jakarta, tak terlepas dari yang namanya kemewahan. Orang-orang berlomba-lomba mencari harta dan memamerkannya ke sesama konglomerat sebagai status sosial. Kemewahan terkadang menjadi indikator kebahagiaan. Acara pergantian umur hingga pergantian status pun harus mewah dan sempurna.

Seperti yang ada disalah satu gedung yang ada di kota ini. Pesta mewah dengan para tamu yang high class, mereka memakai barang mewah mereka agar terlihat pantas diacara ini.

Sepasang suami istri yang tengah mengadakan resepsi pernikahaan mereka, Diana Putri dan Eduardo Xander Pratama. Bukan hanya pesta resepsi saja yang mewah, pesta lamaran dan pesta pernikahan pun sama mewahnya. Tak jarang acara seperti ini lebih seperti ajang pamer harta daripada menyatukan kedua keluarga besar.

Siapa yang tak mengenal keluarga Pratama? Keluarga konglomerat dengan segala kerajaan bisnis mereka. Harta mereka tak akan habis 7 turunan. Betapa beruntungnya Diana bisa memiliki Eduardo Xander Pratama. Pria yang mencintainya walau masih banyak perempuan lain yang lebih sempurna darinya. Harta dan cinta, Diana mendapatkan semua itu dari Eduardo.

"Kau melamun?" tanya Eduardo kepada istrinya, Diana.

Diana menoleh dan tersenyum lebar. "Tidak, aku hanya sangat bahagia. Ada pria yang mencintaiku apa adanya."

Eduardo terkekeh. Dengan cepat ia mengecup bibir sang istri secara kilat. "Apapun untuk istriku tercinta." Aksi Eduardo itu mengundang iri sebagian tamu yang masih lajang. Mereka merutuki Eduardo yang tak tahu tempat.

Diana merona malu. Ia memukul pelan bahu Eduardo. "Mas banyak orang! Apa kau tidak malu?" Diana memalingkan wajahnya agar tak terlihat oleh Eduardo.

Eduardo terkekeh melihat Diana yang malu-malu. Ia malah semakin gencar menggoda Diana. Dikecupnya pipi Diana. "Imut banget kalau malu-malu gitu, makin nggak sabar buat malam pertama. Atau kau mau sekarang?"

"Mas!" pekik Diana malu.

"Aku mau anak kembar. Anak kembar secepatnya. Kalau anak kembar harus making love berapa kali ya?" goda Eduardo. Wajah Diana semakin memerah. Eduardo terus menggoda Diana tentang malam pertama, sementara Diana hanya menanggapinya malu-malu.

“Hai Bro! Congratulation!" percakapan Eduardo dan Diana terhenti karena seorang bule dengan rambut pirangnya. Ia mendekati mempelai untuk mengucapkan selamat.

Si bule tak sungkan memuji kecantikan Diana dan kemampuannya berbahasa inggris. Diana pun bercerita tentang ia adalah seorang lulusan sastra inggris, oleh sebab itu Diana sangat fasih mengucapkannya.

Mereka bertiga berbincang dan tertawa.

Ekspresi yang sangat berbeda dengan salah satu orang yang ada disana. Ia hanya duduk disalah satu meja bundar dan memainkan gelas berisi minuman alkohol 5 %. Ia adalah Laura Felita Pratama, ibu dari Eduardo. ia juga satu-satunya pihak keluarga mempelai yang hadir. Suami Laura sudah meninggal, sementara keluarga Diana tak ada yang datang karena permintaan Laura. Walau Diana hanya punya ibu, ia tak boleh datang. Diana adalah orang dari kalangan bawah, Laura tak mau merusak citranya.

Awalnya Laura sangat menentang hubungan Diana dan Eduardo. Karena kekeras kepalaan Eduardo untuk menikahi Diana, akhirnya Laura merestinya dengan setengah hati. Laura juga tak mau ditinggal oleh Eduardo, satu-satunya orang yang ia miliki saat ini.

Rasa tak ikhlas kembali hadir dihati Laura. Ia tak suka Diana bahagia bersama anaknya.

"Apaan senyum itu? Menjijikan!" Laura melirik Diana sinis. Ia pun menenggak minuman yang ia bawa.

Laura memandang setiap sudut ballroom mewah pesta anaknya. "Semua orang disini berkelas tapi tidak dengan menantuku." Laura kembali melirik Diana. "Dia seperti sampah diantara berlian, dia harus disingkirikan!"

"Kenapa aku tak menghancurkan dia ketika masih berpacaran dengan Eduardo? ah! Aku bodoh!!!" racau Laura.

Laura langsung berekspresi sedih. "Kalau saja suami ku tak meninggal karena si brengsek itu! Dia pasti yang membunuh wanita jalang itu!" Laura pun tertawa jahat. "Haha, iya! Pasti ia membunuhnya!"

Perut Laura langsung tak enak. Laura memang sedikit sensitif alkohol, tapi kala ia stres larinya malah ke alkohol. Laura pun berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Tak perduli dengan orang-orang yang ia tabrak atau orang yang marah akibat baju mewahnya kotor akibat senggolan Laura.

Sesampainya di kamar mandi, Laura memuntahkan isi perutnya. Semua makanan yang baru ia makan langsung keluar, terlihat jijik jika dipandang, untung saja tak ada orang di toilet kecuali Laura. Kalau tidak, mereka bakal ikut muntah. Suara muntahan Laura juga menggema disetiap sudut toilet.

Setelah selesai, Laura menyalakan kran air agar muntahan itu hilang. Laura pun mencuci mulutnya dan membasuh wajah yang terlihat lusuh. "Belum apa-apa wanita itu buat aku kacau, bagaimana jika satu atap dengannya?" Laura pun mematikan kran air.

Didepan washtafel, ada cermin besar. Laura melihat pantulan dirinya. "Aku, sang ratu sempurna langsung hancur oleh satu sampah." Laura pun berdiri tegak, ia merapikan penampilannya dan mengeringkan wajah yang basah. Make up nya luntur. "Aku tak membawa make up, bagaimana aku menghadapi orang dengan penampilan seperti ini?"

Laura pun memutuskan untuk menunggu acara sampai selesai. Toh sebentar lagi juga bakal tengah malam, para tamu pasti pulang. Laura juga tak perlu melihat kebahagian kedua mempelai itu. Laura pun kembali marah-marah tentang Diana. Mungkin efek alkoholnya masih ada.

Pukul 12 malam. Laura keluar dari toilet. Efek alkoholnya sudah hilang, oleh karena itu Laura bisa berjalan dengan angkuh. Laura berjalan menuju ballroom tempat pesta anaknya. Ketika sampai, Laura menghampiri Diana dan Eduardo yang nampak kebingungan mencari Laura. Laura menampilkan senyum terbaiknya dan menyapa mereka. "Hai, kalian masih disini?"

Eduardo menoleh dan memandang Laura senang. "Mama darimana? Kita cari-cari kok tidak ada?"

Laura pun tersenyum. "Mama habis nganter teman-teman mama," dusta Laura.

Mau tak mau Diana juga tersenyum. Diana bukan orang bodoh yang bakal tertipu dengan ekspresi menawan Laura. Ia tahu jika Laura tak suka dengannya. Tapi Diana yakin, dengan ketulusan dan pengabdiannya nanti menjadi menantu akan meluluhkan hari Laura. Ya, Diana yakin itu.

"Kalian tidak istirahat? Atau mau melakukan malam pertama?" ceplos Laura.

Tubuh Diana langsung menegang. "Kita cari mama takut terjadi sesuatu, tapi syukur tidak apa-apa." Diana mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kenapa menghawatirkan aku? Aku tak kenapa-kenapa. Yang harus kalian khawatirkan adalah acara kalian! Bersenang-senanglah!" Laura pun memasang senyum palsunya.

"Mama benar." Eduardo menggendong Diana bridal style. "Kita harusnya bersenang-senang! Pergi dulu mah!"

Eduardo menggendong Diana meninggalkan Laura yang menatap sinis keduanya. Diana protes mau diturunkan, tapi Eduardo tak menurutinya. Eduardo dan Diana memasuki kamar hotel yang mereka pesan jauh hari. Eduardo membaringkan Diana di kasur empuk hotel.

"Mas! Apa yang mau kau lakukan? Jangan macam-macam ya!"

"Nggak macam-macam kok, Cuma satu macam." Eduardo langsung membungkam bibir Diana dengan bibirnya. Malam itu adalah malam yang panjang bagi mereka.

.

.

.

.

.

Tbc

Report
Share
Comments
|
Setting
Background
Font
18
Nunito
Merriweather
Libre Baskerville
Gentium Book Basic
Roboto
Rubik
Nunito
Page with
1000
Line-Height